Resto All You Can Eat Disebut Mengandung Gharar, Benarkah Dilarang dalam Islam?
Gharar adalah jual beli yang mengandung ketidakpastian.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Praktik gharar dalam jual beli dilarang dalam Islam. Menurut Muhammad Abdul Wahab, Lc dalam bukunya Gharar dalam Transaksi Modern, menjelaskan, salah satu definisi gharar berdasarkan pandangan para ulama dan hadis Nabi Muhammad SAW adalah jual beli yang memiliki dua kemungkinan dimana yang lebih besar adalah yang paling mengkhawatirkan, demikian Abdul Wahab merujuk pada pendapat ar-Ramli asy-Syafi'i.
Larangan gharar juga ditegaskan dalam hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah r.a.:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعِ الْحَصَاةِ، وَعَنْ بَيْعِ الْغَرَرِ (رواه مسلم)
Dari Abu Hurairah r.a. ia berkata, "Rasulullah melarang jual beli kerikil dan jual beli gharar." (H.R. Muslim)
Jual-beli kerikil yang disebut dalam hadis ini merujuk pada praktik di zaman jahiliyah, seperti menjual tanah berdasarkan seberapa jauh kerikil dilemparkan atau memilih barang dengan cara melemparkan kerikil. Praktik ini dilarang karena mengandung ketidakpastian.
Pembeli tidak mengetahui pasti berapa luas tanah yang dibeli atau barang apa yang akan diperolehnya, sehingga transaksi tersebut termasuk gharar yang diharamkan.
Salah satu bentuk transaksi modern yang sering dipertanyakan kehalalannya adalah layanan all you can eat di restoran. Dalam sistem ini, pelanggan membayar dengan harga tertentu untuk memakan berbagai makanan sepuasnya dalam waktu yang ditentukan.
Mengingat jumlah makanan yang dikonsumsi tidak diketahui secara pasti, muncul pertanyaan apakah praktik ini termasuk gharar yang dilarang dalam Islam.
Menurut Muhammad Abdul Wahab, gharar yang diharamkan dalam Islam adalah gharar dalam jumlah besar yang menimbulkan potensi kerugian atau perselisihan di antara pihak-pihak yang terlibat. "Gharar kecil yang dimaklumi oleh tradisi pasar dan tidak merugikan salah satu pihak, seperti pada sistem all you can eat, diperbolehkan," jelas dia.
Dalam praktiknya, pemilik restoran sudah menghitung potensi untung-rugi sebelum menentukan harga layanan. Meskipun pelanggan diizinkan makan sepuasnya, pemilik restoran tetap untung karena batas kemampuan makan seseorang sudah dapat diperkirakan.
Kapasitas makan manusia terbatas oleh kemampuan lambungnya, sehingga transaksi ini tidak merugikan salah satu pihak. Kasus ini mirip dengan pembayaran layanan WC umum, di mana jumlah air yang digunakan tidak dihitung secara pasti. Para ulama menganggap transaksi ini sebagai gharar kecil yang dibolehkan karena tidak menimbulkan kerugian atau perselisihan.
Layanan restoran all you can eat tidak termasuk gharar yang diharamkan. Selama transaksi tidak menimbulkan ketidakpastian yang besar dan kedua belah pihak saling ridha, praktik ini dianggap sah dalam syariah.