Teknologi Bayi Tabung Bisa Diterapkan pada Satwa Langka, Lindungi dari Kepunahan
Peneliti ITB menerapkan teknologi bayi tabung pada satwa langka.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Prisedur bayi tabung kini bisa diterapkan pada hewan. Para peneliti dari Sekolah Kedokteran Hewan dan Biomedis (SKHB) IPB University berhasil menerapkan teknologi bayi tabung pada satwa langka dan dilindungi, demi penyelamatan habitatnya dari kepunahan.
Melalui teknologi reproduksi berbantu (assisted reproductive technology/ART) dan BioBank, tim IPB University yang beranggotakan peneliti dari SKHB bersama peneliti dari Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) berupaya untuk menyelamatkan badak Sumatra.
“Upaya produksi embrio secara in vitro (di luar tubuh) badak Sumatera dilakukan dengan cara koleksi sel telur dan sperma di lapangan, dilanjutkan dengan fertilisasi menggunakan metode penyuntikan sperma tunggal,” kata Prof Arief Boediono selaku peneliti, dalam keterangan tertulis, dikutip Rabu (18/12/2024).
Prof Arief mengatakan kematian hewan bukan akhir dari kehidupan reproduksinya. Sebagai contoh, sapi yang disembelih di rumah potong hewan (RPH) memang telah mati secara anatomi. Namun, ovarium dari sapi betina dan testis dari sapi Jantan masih mempunyai potensi sebagai sumber sel gamet (sel telur, sperma).
“Sel telur dapat dikoleksi dari ovarium sapi yang baru mati untuk selanjutnya dilakukan produksi embrio secara in vitro. Embrio yang dihasilkan bisa dilakukan transfer embrio sehingga dihasilkan anak sapi berasal dari induk yang sudah mati,” kata Prof Arief.
Dia menjelaskan, koleksi sel telur bisa dikoleksi dari hewan yang masih hidup sehingga dapat dilakukan secara berulang tanpa harus menunggu hewan mati. Teknologi ini dikenal dengan petik telur (ovum pick up/OPU). Selanjutnya terhadap sel telur yang dihasilkan, dilakukan fertilisasi dan kultur embrio secara in vitro sampai didapatkan embrio yang berpotensi menjadi pedet.
Upaya penyelamatan satwa langka dan dilindungi seperti badak Sumatra, harimau, anoa, dan lain-lain dapat dilakukan dengan penerapan teknologi tersebut. Embrio yang dihasilkan bisa langsung ditransfer jika terdapat resipien, atau dilakukan pembekuan embrio dan disimpan dalam nitrogen cair, dapat digunakan setiap saat jika ada resipien yang siap.
Pada dasarnya, kata Prof Arief, proses pembuahan pada mamalia hanya memerlukan satu sperma untuk membuahi satu sel telur. Dengan menggunakan alat mikromanipulator, sperma yang terpilih disuntikkan secara langsung ke dalam sitoplasma sel telur, meniru proses pembuahan secara alami.
“Selanjutnya, embrio yang dihasilkan akan dibekukan sampai suatu waktu bisa didapatkan resipien,” kata dia.
Menurut dia, pengembangan dan penerapan teknologi bayi tabung pada hewan dan manusia dapat membantu optimalisasi fungsi reproduksi hewan produksi, penyelamatan kepunahan satwa langka, serta membantu pasangan suami-istri yang belum mempunyai keturunan.