Penjelasan Modus Korupsi di Dinas Kebudayaan Jakarta demi Anggaran Rp150 Miliar Tetap Cair
Penyidik Kejati menemukan banyak stempel palsu kegiatan-kegiatan fiktif kebudayaan.
REPUBLIKA.CO.ID, oleh Bambang Noroyono, Bayu Adji P, Antara
Pengusutan kasus dugaan korupsi di Dinas Kebudayaan Jakarta telah meningkat statusnya ke level penyidikan sejak 17 Desember 2024. Pada Rabu (18/12/2024), penyidik dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta melakukan penggeledahan serempak di lima lokasi terpisah.
Penggeledahan dilakukan di Kantor Dinas Kebudayaan Provinsi DKJ yang berada di Jalan Gatot Subroto 12-14-15 di Kelurahan Kuningan Timur, Setiabudi, Jakarta Selatan (Jaksel). Dan penggeledahan juga dilakukan di Kantor EO GR-Pro yang berada di Jalan Duren Tiga, Jaksel.
Penyidik juga melakukan penggeledahan di salah-satu rumah tinggal di Jalan H Raisan di kawasan Kebon Jeruk, Jakarta Barat (Jakbar). Dan juga di satu rumah tinggal yang berada di Jalan Kemuning, Matraman, Jakarta Timur (Jaktim). Juga dirumah tinggal Jalan Zakaria yang berada di Kebon Jeruk, Jakbar.
Akan tetapi, Kepala Seksi Penerangan dan Hukum (Kasie Penkum) Kejati DKI Jakarta Syahron Hasibuan menolak untuk membeberkan siapa pemilik rumah tinggal yang digeledah tersebut. Namun, kata Syahron, dari seluruh penggeledahan tersebut, tim penyidik Pidsus Kejati Jakarta menemukan banyak barang bukti terkait perkara.
Beberapa yang ditemukan adalah stempel-stempel palsu yang diduga digunakan untuk persetujuan anggaran. “Penyidik Kejati Jakarta melakukan penggeledahan di Kantor Dinas Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta dan menemukan ratusan stempel palsu,” kata Syahron, Rabu (19/12/2024).
Selain ratusan stempel palsu Dinas Kebudayaan Provinsi Jakarta, penyidik juga menemukan sejumlah barang bukti lainnya berupa uang, dan dokumen-dokumen lainnya. “Penyidik dari penggeledahan tersebut menyita beberapa unit laptop, handphone, PC, flashdisk, uang tunai, dan berkas-berkas penting lainnya,” ujar Syahron.
Modus korupsi
Syahron menjelaskan, kasus korupsi di Dinas Kebudayaan Provinsi Jakarta tersebut terkait dengan penyerapan anggaran setotal Rp150 miliar pada periode 2023. Pada intinya, kata Syahron, ada sejumlah kegiatan kebudayaan yang menjadi program pada Dinas Kebudayaan, dari berupa sanggar tari-tari, forum-forum peradatan, dan pembinaan kelestarian khas Betawi.
“Anggaran tersebut kurang lebih sekitar 150-an miliar. Nah, dalam pelaksanaannya kegiatan-kegiatan dalam program tersebut banyak yang fiktif, tapi anggarannya tetap dikeluarkan,” ujar Syahron.
Dia mencontohkan dalam kegiatan sanggar tari, dan kegiatan pembudayaan seni-seni Betawi. Dalam kegiatan-kegiatan tersebut Dinas Kebudayaan Provinsi Jakarta mengeluarkan pembayaran-pembayaran untuk infrastruktur kegiatan, seperti tenda, dan peralatan-peralatan sound system. Bahkan sampai dengan mengundang beberapa nama publik figur dan selebritas untuk dijadikan pembawa acara, ataupun tamu undangan.
“Dalam pertanggungjawaban kegiatannya secara administratif itu ada menggunakan stempel-stempel yang dipalsukan. Tetapi kegiatannya itu fiktif. Artinya ada pemalsuan dalam penyerapan anggaran-anggaran itu,” kata Syahron.
Dalam kegiatan lainnya, pun kata Syahron mengungkapkan ada sejumlah program pelestarian seni-seni adat Betawi dengan melibatkan beberapa sanggar kesenian, dan EO. Sanggar-sanggat kesenian dan EO-EO kegiatan tersebut, kata Syahron ada, namun kegiatan yang dilakukan bersama-sama Dinas Kebudayaan tak pernah ada dilakukan. Sementara laporan pertanggungjawabannya, kata Syahron ada diketahui Dinas Kebudayaan DKI Jakarta mengeluarkan anggaran-anggaran.
“Itu beberapa modusnya yang ditemukan. Jadi banyak ratusan-ratusan stempel palsu, stempel UMKM palsu, stempel-stempel sanggar seni (palsu),” ujar Syahron.
Pada Kamis (19/12/2024) Kejati Jakarta memeriksa tiga orang, yakni IHW, MFM, dan GAR. Menurut Syahron, IHW diperiksa terkait perannya selaku Kepal Dinas Kebudayaan DKI Jakarta; MFM diperiksa sebagai Kepala Bidang Pemanfaatan Dinas Kebudayaan; dan GAR diperiksa selaku pemilik event organizer (EO) GR-Pro.
“Ketiganya diperiksa masih sebagai saksi. Dan pemeriksaan tersebut sebagai prosedur hukum dalam penyidik memperkuat pembuktian dalam perkara tindak pidana korupsi pada Dinas Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta,” ujar Syahron dalam siaran pers, Kamis.
Penjabat (Pj) Gubernur Jakarta Teguh Setyabudi mengatakan, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jakarta berkomitmen untuk menghormati kasus hukum yang sedang berjalan yang dilakukan oleh Kejati Jakarta. Pihaknya juga siap bekerja sama untuk menindaklanjuti kasus dugaan korupsi di Dinas Kebudayaan Provinsi Jakarta.
"Kami komitmen menghormati proses hukum dan kita siap bekerja sama untuk tindak lanjut dari dugaan tindak pidana korupsi pada Dinas Kebudayaan atas anggaran tahun 2023," kata dia di Balai Kota Jakarta, Kamis (19/12/2024).
Ia menegaskan, pihaknya juga telah menonaktifkan Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Jakarta Iwan Henry Wardhana dari jabatannya per hari ini. Untuk sementara, Dinas Kebudayaan akan dipimpin oleh Sekretaris Dinas Kebudayaan Imam Hadi Purnomo sebagai Pelaksana Harian (Plh) Kepala Dinas.
"Terkait Kepala Dinas Kebudayaan, hari ini saya nonaktifkan," kata dia.
Teguh telah menginstruksikan Inspektorat untuk memeriksa kerugian daerah terkait dugaan korupsi di lingkup Dinas Kebudayaan terkait anggaran tahun 2023. Lebih lanjut, Teguh mengatakan, pasti ada kerugian negara dalam kasus itu, tetapi saat ini jumlahnya masih dalam penghitungan.
Teguh pun membenarkan, Kejaksaan Tinggi telah melakukan penggeledahan di Kantor Dinas Kebudayaan, tepatnya di ruangan Kepala Dinas Kebudayaan Jakarta Iwan Henry Wardhana pada Rabu (18/12/2024) malam. Penggeledahan itu diduga berkaitan dengan penyimpangan dana anggaran tahun 2023.
“Penggeledahan kurang lebih dimulai sekitar pukul 10.40 WIB sampai kemarin kami pantau sekitar jam 12 (malam) sekian masih dilakukan terjadi di lantai 14 dan lantai 15, ruang Kadis dan ruang Kabid,” jelas Teguh.
Anggota Komisi E DPRD DKI Dina Masyusin mengapresiasi langkah Kejati DKI Jakarta terkait penanganan kasus dugaan korupsi di Dinas Kebudayaan (Disbud) Jakarta. "Baiknya kita hormati dan menunggu hasil pemeriksaan yang dilakukan penyidik," kata Dina di Jakarta, Kamis.
Menurut dia, Komisi E sebagai mitra kerja Disbud, menghargai dan menghormati pemeriksaan yang dilakukan oleh Kejati. Apalagi status hukum ini sudah naik ke tahap penyidikan, artinya akan ada pihak yang akan ditetapkan sebagai tersangka.
Dina juga mendorong Inspektorat untuk terus mendalami kasus tersebut terlebih dari hasil investigasi, ditemukan beberapa dugaan telah terjadi kerugian daerah akibat ketidaksesuaian pada beberapa sampling kegiatan.
"Informasi yang kami terima, Inspektorat Provinsi DKI Jakarta juga masih menghitung besaran kerugian daerah dari kegiatan tahun anggaran 2023. Semoga kasus ini bisa segera 'clear'(jelas) dan masalah seperti ini tidak terulang di organisasi perangkat daerah (OPD) lain," katanya.
Selain itu Dina, mengapresiasi langkah Pj Gubernur DKI Jakarta Teguh Setyabudi yang bergerak cepat mengambil sikap dalam kasus dugaan korupsi dengan menonaktifkan sementara Kadisbud Iwan Henry Wardhana setelah kantornya digeledah Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta.
Ia mengatakan, Teguh memang sudah seharusnya menonaktifkan Iwan dari jabatannya untuk mempermudah pemeriksaan penyidik. Dina juga meminta Iwan agar bersikap kooperatif dengan memberikan keterangan kepada penyidik sejujur-jujurnya.
"Langkah cepat Pj Gubernur perlu diapresiasi, karena kepekaan bagi seorang pemimpin memang diperlukan. Jadi, ketika ada anak buahnya terseret hukum, tentu harus dinonaktifkan terlebih dahulu," katanya.