Selain Hasto, KPK Juga Keluarkan Surat untuk Mantan Menkumham Yasonna

Baik Hasto Kristiyanto dan Yasonna Hamonangan Laoly dijerat kasus buron Harun Masiku.

ANTARA FOTO/Muhammad Ramdan
Menkumham periode 2019-2024 Yasonna Hamonangan Laoly usai menjalani pemeriksaan terkait Harun Masiku di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (18/12/2024).
Rep: Erik PP/Antara Red: Erik Purnama Putra

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 1757 Tahun 2024 tentang Larangan Bepergian Ke Luar Negeri terhadap dua orang warga negara Indonesia (WNI). Keduanya adalah politikus senior PDIP.

YHL dan HK adalah dua orang yang dilarang bepergian keluar negeri. YHL adalah mantan menteri hukum dan hak asasi manusia (menkumham) Yasonna Hamonangan Laoly serta HK adalah Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto.

"Larangan bepergian ke luar negeri ini terkait penyidikan dugaan tindak pidana korupsi

Baca Juga


terkait dengan penyidikan dugaan tindak pidana korupsi tersebut di atas," kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto dalam siaran pers di Jakarta, Rabu (25/12/2024).

Menurut KPK, tindakan larangan bepergian keluar negeri tersebut dilakukan oleh penyidik KPK karena keberadaan Hasto dan Yasonna di wilayah Indonesia dibutuhkan. Keduanya dibutuhkan KPK dalam rangka proses penyidikan dugaan tindak pidana korupsi sebagaimana tersebut di atas. "Keputusan ini berlaku untuk enam bulan," ucap Tessa.

Sebelumnya, KPK menetapkan Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto sebagai tersangka terkait kasus suap Harun Masiku terhadap Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan. "Penyidik menemukan adanya bukti keterlibatan saudara HK yang bersangkutan sebagai Sekjen PDIP Perjuangan," kata Ketua KPK Setyo Budiyanto di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan (24/12/2024).

Setyo mengungkapkan, Hasto berperan aktif dalam kasus suap untuk memenangkan Harun Masiku sebagai anggota DPR RI. "Ada upaya-upaya dari saudara HK untuk memenangkan saudara HM (Harun Masiku) melalui beberapa upaya," ujar mantan irjen Kementan tersebut.

Setyo menyampaikan, penetapan tersangka terhadap Hasto Kristiyanto dilakukan berdasarkan proses ekspose atau gelar perkara dan dinyatakan cukup untuk ditingkatkan ke tahap penyidikan dan ditetapkan sebagai tersangka. Adapun Harun menjadi buronan KPK sejak 8 Januari 2020.

 

Sementara itu, DPP PDIP menyatakan akan menaati proses hukum dan bersifat kooperatif menyusul penetapan Sekjen Hasto Kristiyanto sebagai tersangka. Hasto dijerat dengan dua pasal sekaligus, yaitu dugaan suap dan perintangan penyidikan dalam kasus Harun Masiku.

"PDI Perjuangan dan Sekjen DPP PDI Perjuangan telah dan akan selalu menaati proses hukum dan bersifat kooperatif," kata Ketua DPP PDIP Bidang Reformasi Sistem Hukum Nasional Ronny Talapessy saat konferensi pers di Kantor DPP PDIP, Jakarta Pusat, Selasa (24/12/2024) malam WIB.

Ronny mengatakan, PDIP merupakan partai yang lahir dari cita-cita besar untuk membawa Indonesia berjalan di atas rel demokrasi dengan prinsip negara hukum yang adil dan transparan. Walau begitu, PDIP menyatakan penetapan Hasto sebagai tersangka merupakan politisasi hukum.

"Penetapan Sekjen DPP PDIP ini mengonfirmasi keterangan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri pada tanggal 12 Desember 2024 bahwa PDIP akan di-awut-awut atau diacak-acak menjelang Kongres VI PDIP," ucapnya.

Ronny menjelaskan, pemanggilan Hasto oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dimulai sejak sekjen partai berlambang banteng moncong putih itu kritis terhadap kondisi demokrasi di Indonesia. Terlebih, penetapan tersangka Hasto dilakukan setelah PDIP memecat tiga orang kadernya, yakni Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka, dan Bobby Nasution.

Ronny menjelaskan, kasus suap politikus PDIP Harun Masiku terhadap mantan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Wahyu Setiawan sebenarnya telah inkrah atau berkekuatan hukum tetap. Selama perkara itu bergulir di pengadilan tindak pidana korupsi, tidak ada satu pun bukti yang mengaitkan Hasto Kristiyanto dengan kasus tersebut.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler