Hampir 1.100 Bayi Palestina Gugur Akibat Serangan Israel di Gaza Sejak 2023
Israel tak kunjung mematuhi gencatan senjata.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hampir 1.100 bayi Palestina meninggal akibat serangan Israel ke Jalur Gaza yang tak kunjung berhenti sejak 7 Oktober 2023, demikian laporan otoritas setempat pada Rabu (1/1/2025). Otoritas media pemerintah Gaza menyebut 1.091 bayi, termasuk 238 bayi yang baru lahir, kehilangan nyawanya selama satu tahun lebih agresi Israel.
Meski menghadapi desakan melalui resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) untuk segera melakukan gencatan senjata di Gaza, rezim Zionis Israel tak kunjung menghentikan agresinya.
Dilansir Anadolu, Lebih dari 45.550 orang, yang sebagian besar merupakan wanita dan anak-anak, terbunuh dan 108.300 lebih lainnya cedera akibat serangan Israel, demikian menurut otoritas kesehatan setempat. Israel juga melakukan blokade total terhadap Jalur Gaza sehingga membuat seluruh populasi daerah tersebut terancam kelaparan.
Otoritas setempat pada Senin (30/12/2024) menyebut sekurangnya tujuh orang, termasuk enam bayi, meninggal akibat terpapar cuaca dingin di Gaza di tengah blokade Israel.
Sementara itu, pada November 2024, Mahkamah Pidana Internasional (ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk pemimpin otoritas Israel Benjamin Netanyahu dan mantan ketua otoritas pertahanan Israel Yoav Gallant atas tuduhan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Jalur Gaza. Israel juga kini menghadapi gugatan atas dugaan tindak genosida di Mahkamah Internasional (ICJ) atas tindakannya di Gaza.
Dana Anak-Anak PBB (UNICEF) kembali mendesak adanya gencatan senjata segera di Gaza untuk mencegah lebih banyak bayi meninggal akibat kedinginan di tengah genosida Israel selama lebih dari setahun yang telah membunuh ribuan anak Palestina. Di platform X pada Selasa (31/12/2024), UNICEF mengumumkan bahwa tujuh bayi meninggal karena kedinginan di Jalur Gaza dalam beberapa hari terakhir.
Badan itu mengatakan kendati pihaknya telah mengirim pakaian musim dingin dan selimut kepada keluarga Palestina, kebutuhan mereka sangat besar. Hal itu lantaran sebagian besar warga Gaza yang mengungsi belum mempunyai tempat berlindung yang layak dan kebutuhan pokok lain selama cuaca dingin ekstrem.
Desakan UNICEF itu muncul ketika sejumlah daerah di Gaza diterjang banjir dalam beberapa hari terakhir, yang menambah kesengsaraan bagi mereka yang sudah hidup dengan kondisi yang tidak manusiawi. Sejumlah laporan melansir bahwa banjir telah merendam puluhan tenda pengungsi di Kota Deir al Balah, al-Mawasi, dan Khan Younis.
Sebelumnya, UNICEF mengumumkan bahwa 2024 menjadi tahun terburuk bagi anak-anak ketika sekitar 473 juta anak tinggal di zona perang di seluruh dunia, termasuk Gaza. Angka itu setara dengan satu dari enam anak di dunia.
"Dari hampir semua tolak ukur, 2024 menjadi salah satu tahun terburuk dalam sejarah UNICEF bagi anak-anak yang terjebak di zona konflik, baik dari segi jumlah anak yang terdampak maupun dampaknya terhadap kehidupan mereka,” kata Direktur Eksekutif UNICEF, Catherine Russell.
Sejumlah media melaporkan lebih dari 17.000 anak meninggal selama 15 bulan perang genosida yang dilancarkan rezim Zionis Israel di Gaza. Kantor berita Al Jazeera yang mengutip juru bicara UNICEF, Rosalia Bolen, melaporkan bahwa 96 persen perempuan dan anak-anak di Gaza tidak mampu memenuhi kebutuhan pangan pokok mereka. Anak-anak juga terjangkit penyakit dan kekurangan pakaian untuk musim dingin.