Jaksa Agung Umumkan Lima Tersangka Korporasi Kasus Timah Rp 300 Triliun, Ini Daftarnya

Kejagung menetapkan tersangka baru dalam kasus timah yang merugikan negara Rp 300 T.

Republika/Thoudy Badai
Tiga terdakwa kasus dugaan korupsi tata niaga komoditas timah Harvey Moeis memberikan keterangan saksi dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (28/11/2024).
Rep: Bambang Noroyono Red: Mas Alamil Huda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan tersangka baru dalam lanjutan pengusutan kasus korupsi penambangan timah di lokasi izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk di Provinsi Bangka Belitung. Jaksa Agung ST Burhanuddin pada Kamis (2/12/2025) mengumumkan lima tersangka korporasi dalam penyidikan baru kasus yang merugikan negara setotal Rp 300 triliun sepanjang 2015-2023 tersebut.

Baca Juga


Lima tersangka korporasi tersebut, adalah PT Rafined Bangka Tin (RBT), PT Sariwiguna Binasentosa (SB), PT Stanindo Inti Perkasa (SIP), PT Tinindo Inter Nusa (TIN), dan CV Venus Inti Perkasa (VIP). Kelima perusahaan tersebut selama ini sudah diketahui sebagai pihak-pihak swasta yang melakukan kerjasama dengan PT Timah Tbk dalam eksplorasi penambangan timah ilegal.

“Kita menetapkan lima korporasi perusahaan timah, ada lima yang kami jadikan tersangka, dan bahwa perkara ini sudah dalam tahap penyidikan,” begitu kata Burhanuddin saat konfrensi pers, di Kejagung, Jakarta, Kamis (2/1/2025). Kelima tersangka korporasi swasta tersebut, pun sejak pertengahan 2024 lalu sudah dalam status sita oleh tim penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) dalam penyidikan untuk tersangka perorangan.

Burhanuddin menerangkan, penetapan lima tersangka korporasi oleh penyidik Jampidsus tersebut, lanjutan dari pengusutan korupsi penambangan timah yang total 23 para tersangkanya sudah berstatus terdakwa di pengadilan. Dan dari puluhan terdakwa itu, beberapa di antaranya sudah divonis serta dijatuhi hukuman oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.

Dari seluruh vonis dan hukuman terhadap para terdakwa tersebut, terbukti kerugian negara mencapai Rp 300 triliun. Dengan rincian Rp 271 kerugian negara akibat kerusakan lingkungan yang ditimbulkan oleh aktivitas penambangan timah ilegal. Dan terbukti pula kerugian negara akibat pembayaran bijih timah ilegal oleh PT Timah Tbk sebesar Rp 26,6 triliun.

Jampidsus Febrie Adriansyah menjelaskan, penetapan lima tersangka korporasi tersebut sebagai upaya penyidik kejaksaan untuk mengejar pengembalian kerugian negara. Terutama, kata Febrie, terkait dengan kerugian negara yang dinyatakan terbukti oleh pengadilan sebagai kerusakan lingkungan hidup yang besarnya mencapai Rp 271 triliun.

“Yang menjadi pertanyaan besar di pubik adalah kerugian lingkungan hidup. Atas kerusakan ekosistem ini, hakim sependapat, saya garis bawahi, hakim sependapat bahwa kerugian kerusakan lingkungan hidup ini, adalah kerugian negara dalam kualifikasi tindak pidana korupsi,” kata Febrie, Kamis (2/12/2025).

Karena itu, kata Febrie menjelaskan, dari evaluasi penyidikan atas penanganan perkara korupsi penambangan timah, dilanjutkan dengan mengusut keterlibatan dan peran korporasi. Sekaligus untuk memastikan terpenuhinya pengembalian kerugian keuangan negara akibat kerusakan lingkungan hidup yang ditimbulkan.

“Pertanyaannya adalah siapa yang menanggung kerugian negara akibat kerusakan lingkungan hidup ini? Oleh karena itu hasil ekspos, jaksa memutuskan, bahwa kerugian kerusakan lingkungan hidup ini akan dibebankan kepada perusahaan-perusahaan sesuai dengan kerusakan yang ditimbulkan oleh masing-masing perusahaan tersebut. Dan itu juga sudah ada dalam putusan pengadilan,” ujar Febrie.

 

Jampidsus Febrie Adriansyah melanjutkan, dari penyidikan lanjutan terungkap bahwa lima tersangka korporasi yang sudah ditetapkan itu, bertanggung jawab atas kerusakan lingkungan hidup dan ekosistem dalam aktivitas penambangan timah ilegal di Bangka Belitung. Kata Febrie, dari penyidikan timnya juga selaras dengan putusan PN Tipikor terhadap para terdakwa perorangan korupsi timah yang menyatakan pihak-pihak perusahaan melakukan aktivitas penambangan timah ilegal yang berdampak pada kerusakan lingkungan hidup.

Tersangka korporasi PT RBT, kata Febrie, melakukan aktivitas penambangan timah ilegal yang merusak lingkungan hidup sebesar Rp 38,5 triliun. Tersangka PT SB bertanggung jawab atas kerusakan lingkungan hidup sebesar Rp 23,6 triliun.

Tersangka PT SIP bertanggung jawab terhadap kerusakan lingkungan sebesar Rp 24,3 triliun. Dan PT TIN sebesar Rp 23,6 triliun, serta terbesar adalah tersangka CV VIP yang bertanggung jawab atas kerusakan lingkungan hidup sebesar Rp 42,1 triliun.

“Ini sekitar (Rp) 152 triliun, dari (Rp) 271 triliun yang telah diputuskan oleh pengadilan sebagai kerugian negara,” begitu ujar Febrie. Sebab itu, kata Febrie, tim penyidikannya beserta Jaksa Penuntut Umum (JPU) di Jampidsus akan terus melakukan penelusuran aset-aset yang dapat disita oleh tim penyidik untuk menutup seluruh total kerugian negara dalam korupsi timah tersebut.

“Proses penyidikan perkara timah ini masih terus berjalan dan terus berproses. Terhadap uang pengganti kerugian negara kita akan terus melakukan pengejaran, sampai dapat memenuhi rasa keadilan masyarakat dan untuk pemulihan kerugian negara,” begitu ujar Febrie.


Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler