Cadangan Devisa di Akhir 2024 Meningkat, Rupiah Tetap Tertekan
Nilai tukar mata uang rupiah tercatat mengalami koreksi.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Cadangan devisa Indonesia pada akhir Desember 2024 tercatat mengalami peningkatan menjadi 155,7 miliar dolar AS, sebagaimana rilis Bank Indonesia (BI) pada Rabu (8/1/2025). Namun, di samping itu, nilai tukar mata uang rupiah tercatat mengalami koreksi.
Mengutip Bloomberg, rupiah ditutup melemah 68 poin atau 0,42 persen menjadi Rp 16.210,5 per dolar AS. Pada perdagangan sebelumnya, rupiah berada di level Rp 16.142 per dolar AS.
Diketahui, BI mencatatkan posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir Desember 2024 sebesar 155,7 miliar dolar AS (atau setara dengan Rp 2.523 triliun), meningkat dibandingkan pada akhir November 2024 sebesar 150,2 miliar dolar AS. Kenaikan posisi cadangan devisa tersebut antara lain bersumber dari penerimaan pajak dan jasa, dan penarikan pinjaman luar negeri pemerintah.
Posisi cadangan devisa pada akhir Desember 2024 setara dengan pembiayaan 6,7 bulan impor atau 6,5 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor. BI menilai cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan.
Pengamat mata uang yang juga Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi mengungkapkan sejumlah sentimen eksternal yang memengaruhi pelemahan rupiah pada perdagangan Rabu (8/1/2025).
“Data lowongan kerja yang lebih kuat dari perkiraan menunjukkan kekuatan berkelanjutan di pasar tenaga kerja. Pembacaan tersebut muncul beberapa hari sebelum data utama penggajian nonpertanian untuk bulan Desember, yang akan memberikan isyarat yang lebih pasti di pasar tenaga kerja minggu ini,” kata Ibrahim dalam keterangannya, Rabu (8/1/2025).
Ia mengatakan, data indeks manajer pembelian yang kuat untuk bulan Desember juga memicu kekhawatiran atas inflasi yang kuat. Inflasi yang kuat dan kekuatan di pasar tenaga kerja diperkirakan akan memberi Federal Reserve lebih sedikit dorongan untuk memangkas suku bunga, dengan bank telah memperingatkan hal itu selama pertemuannya di bulan Desember.
“Komentar hawkish dari pejabat Fed menegaskan kembali gagasan ini di awal minggu,” terangnya.
Di sisi lain, China akan merilis angka inflasi untuk Desember pada Kamis, memberikan isyarat ekonomi lainnya bagi negara tersebut karena Beijing berjuang untuk menopang pertumbuhan. Pemerintah China mengharapkan bisa meningkatkan pengeluaran fiskal tahun ini untuk mendukung perekonomian, terutama dalam menghadapi hambatan terkait perdagangan dari pemerintahan Trump.
Selain itu, Pejabat Tiongkok mengecam keputusan pemerintah AS awal minggu ini untuk menambahkan raksasa teknologi Tencent Holdings Ltd (HK:0700) dan pembuat baterai Tesla Inc Contemporary Amperex Technology ke dalam daftar hitam perusahaan yang memiliki hubungan dengan militer AS.
“Langkah tersebut akan semakin memperburuk hubungan antara ekonomi terbesar di dunia tersebut, dan terjadi saat Trump yang baru bersiap untuk mengenakan tarif perdagangan yang tinggi pada negara tersebut,” ujar Ibrahim.
Trump telah membantah laporan awal minggu ini bahwa pemerintahannya akan mengenakan tarif yang tidak terlalu ketat seperti yang diisyaratkan sebelumnya.
Berdasarkan analisis atas sejumlah sentimen yang memengaruhi pergerakan rupiah, Ibrahim memprediksi Mata Uang Garuda masih akan melanjutkan pelemahan pada perdagangan Kamis (9/1/2025).
“Mata uang rupiah fluktuatif namun ditutup melemah di rentang Rp 16.200—Rp 16.270 per dolar AS,” tutupnya.