Kondisi yang Patut Diwaspadai Orang Tua Jika HMPV Menginfeksi Anak-Anak Menurut Dokter

Gejala pada anak berupa batuk, pilek, demam, sakit kepala hingga sakit tenggorokan.

Republika/Prayogi
Dokter dengan mengenakan baju Kebaya melakukan pemeriksan pasien di Poli Anak Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA) Tambak, Menteng, Jakarta.
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penyakit yang diakibatkan penularan Human metapneumovirus (HMPV) disebut jamak menyerang anak-anak. Dokter spesialis anak konsultan respirologi dari RSUP Persahabatan menyebut terdapat sejumlah hal yang perlu diwaspadai oleh orang tua saat HMPV  menyerang anak- anak.

Baca Juga


“Apabila ditemukan seperti ini kita perlu waspada dan perlu membawa anak ke rumah sakit,” kata dr. Tjatur Kuat Sagoro SpA (K) dalam diskusi daring di Jakarta, Jumat (10/1/2025).

Tjatur mengatakan hal pertama yang patut diwaspadai oleh orang tua adalah ketika anak merasa gelisah, tidak ceria seperti sebelumnya dan tidur tidak lelap. Hal selanjutnya yakni terjadi sesak napas, adanya napas cuping, retraksi suprasternal dan intercostal. Menurut Tjatur, sesak napas pada anak berbeda dengan orang dewasa dalam hal frekuensinya.

Pada bayi usia 0-2 bulan, napas dibilang cepat apabila tarikannya lebih dari 60 kali per menit. Kemudian pada anak usia 2 bulan sampai 1 tahun dinyatakan cepat bila nafasnya lebih dari 50 kali per menit dan begitu seterusnya.

Tjatur melanjutkan khusus pada bayi, hal yang perlu diwaspadai apabila minum tidak habis seperti biasa dan mudah melepaskan hisapan. “Kalau dia minum ASI atau susu ya, itu minum lepas, minum lepas, itu harus waspada,” katanya.

Kondisi lain yang ia sebutkan yakni bila anak digendong, detakan jantung terasa lebih cepat dan anak tidak mau bermain seperti biasa. Menurutnya, penularan infeksi HMPV pada anak melalui percikan napas (droplet), dengan masa inkubasi berkisar antara tiga sampai lima hari meskipun dapat bervariasi antarindividu.

Gejalanya pada anak berupa batuk, pilek, demam, sakit kepala hingga sakit tenggorokan. Adapun pengobatan untuk infeksi HMPV bersifat suportif yakni fokus pada penanganan gejala yang timbul seperti antipiretik, oksigenasi dan terapi cairan.

Namun, beberapa penelitian telah menunjukkan kemungkinan penggunaan ribavirin, immunoglobulin, fusion inhibitors dan small interfering ribonucleic acids (siRNA) untuk pengobatan dan pengendalian infeksi HMPV. Oleh sebab itu, Tjatur merekomendasikan pada seluruh masyarakat untuk mulai menerapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di rumah, sekolah hingga tempat umum juga amat penting agar anak terlindungi dari penularan.


Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB-IDI) mengatakan bahwa anak-anak yang berusia di bawah 14 tahun dan individu yang memiliki sistem imun lemah masuk ke dalam kelompok yang rentan terkena penyakit HMPV. “Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) di China, beberapa kelompok memiliki risiko yang lebih rentan untuk terinfeksi (tertular) dan mengalami kondisi berat pada infeksi HMPV,” kata Anggota Bidang Penanggulangan Penyakit Menular PB-IDI Prof DR Dr Erlina Burhan, SpP(K) dalam diskusi daring di Jakarta, Rabu (8/1/2025).

Erlina menyebut kelompok lain yang rentan terkena HMPV adalah lansia yang berusia di atas 65 tahun dan individu yang memiliki penyakit kronis seperti asma, Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) dan diabetes. Terkait dengan sistem imun yang lemah, HMPV dapat menular pada penderita HIV/AIDS atau penerima kemoterapi.

Gejala umum yang dapat dirasakan semua pihak biasanya berupa demam, pilek, batuk yang cenderung kering dibanding berdahak, nyeri otot, nyeri kepala, kehilangan nafsu makan dan kelelahan hingga mengi. Apabila kelompok-kelompok itu terinfeksi HMPV, maka rentan mengalami komplikasi. Misalnya bronkiolitis pada bayi atau risiko penyakit dengan perburukan.

Meski HMPV merupakan penyakit yang telah lama ditemukan sejak 2001, Erlina yang juga merupakan Ketua Satgas Covid-19 PB-IDI itu mengatakan masyarakat tidak perlu panik tetapi harus waspada terhadap penularannya.

“HMPV merupakan virus yang sudah lama ditemukan sehingga mungkin sebagian masyarakat sudah memiliki imunitas terhadap infeksi HMPV,” ujar dia.

Erlina menyarankan untuk mencegah terjadinya penularan penyakit HMPV, masyarakat dapat menerapkan pola hidup bersih dan sehat (PHBS) seperti cuci tangan memakai sabun atau menggunakan cairan pembersih, tutup mulut dan hidung menggunakan masker, hindari menyentuh wajah karena mulut, hidung dan mata dapat jadi pintu masuk bagi virus.

Masyarakat juga diminta membersihkan benda, permukaan dan alat-alat yang sering digunakan. Khususnya yang berada atau digunakan secara umum.

Menurut Erlina, hal paling penting merupakan menghindari kontak erat dengan penderita. Pastikan jarak di antara kedua belah pihak tidak terlalu dekat sehingga virus sulit untuk masuk ke dalam tubuh dan menjalankan pola hidup sehat.

“Kita tidak bisa melihat virus dan itu beredar di sekitar kita, yang bisa kita lakukan adalah memperkuat diri kita dan memodifikasi lingkungan kita dengan makan teratur dan cukup istirahat dan PHBS adalah salah satu cara memperkuat kita,” katanya.


Pakar Epidemiologi Universitas Airlangga (Unair) Surabaya Dr dr Muhammad Atoillah Isfandiari MKes memaparkan karakteristik dan langkah pencegahan virus HMPV yang merebak di sejumlah negara serta dikabarkan telah masuk Indonesia. Dosen yang akrab disapa Ato’ itu di Surabaya, Kamis (9/1/2025), menjelaskan HMPV berasal dari keluarga Paramyxoviridae, serupa dengan virus campak dan gondong. Virus ini berbeda dengan SARS-CoV-2, penyebab Covid-19 yang berasal dari keluarga Corona.

"Meskipun sama-sama menular melalui saluran napas, gejala HMPV biasanya tidak menyebabkan kasus parah. Kecuali pada individu dengan sistem kekebalan yang sangat lemah," ujar Ato'.

Berbeda dengan Covid-19 yang dapat menyebabkan kerusakan luas pada jaringan paru-paru, HMPV cenderung tidak memiliki potensi fatal yang serupa. Ia menjelaskan kasus HMPV rutin ditemukan, khususnya di negara-negara dengan sistem surveilans genomik yang baik.

"Kasus HMPV ini rutin ditemukan setiap tahunnya terutama di musim dingin dan tingkat kematiannya sangat rendah. Mestinya, bila ditemukan di Indonesia situasinya mungkin tidak berbeda," kata Wakil Dekan II Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Unair itu.

Meskipun begitu, Ato’ menegaskan bahwa masyarakat harus tetap waspada khususnya pada kelompok anak-anak dan lansia yang rentan terhadap virus ini.

"Anak-anak dan lansia lebih rentan karena status imunitas mereka lebih rendah dari kelompok usia produktif," ucapnya.

Pada balita, ujarnya, risiko virus ini menjadi radang paru atau pneumonia yang memerlukan perawatan di rumah sakit lebih besar daripada kelompok usia produktif. Adapun cara pencegahan penularan penyakit yang menular lewat udara, dengan menghindari berdekatan dengan orang yang sedang menunjukkan gejala batuk, bersin, pilek, dan demam.

"Gunakan masker di tempat ramai. Hindari kontak dengan orang yang sedang sakit, dan jaga pola tidur serta asupan protein," katanya.

Karikatur opini Pandemi Belum Berakhir - (republika/daan yahya)

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler