Keajaiban Bismillah
Islam mengajarkan umat agar memulai pekerjaan baik dengan basmalah.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam hadis yang diriwayatkan Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda, “Setiap pekerjaan yang baik, jika tidak dimulai dengan 'bismillah' (menyebut nama Allah) maka (pekerjaan tersebut) akan terputus (dari keberkahan Allah).”
Bagi Muslim, setiap kegiatan adalah sarana menebar kebajikan. Bukankah Rasulullah SAW mengumpamakan jati diri seorang Muslim itu seperti seekor lebah. Makanan yang dimakan adalah baik dan yang dikeluarkan pun baik. Lebah inggap atau tinggal tidak pernah merusak yang lainnya. Begitulah Muslim yang baik dan benar.
Namun, kadang kala kebanyakan dari kita tidak sadar memulai segala aktivitas atau kegiatan tanpa mengucapkan kalimat bismillah. Padahal, diterima atau tidak amal perbuatan seseorang bergantung pada kalimat tersebut.
Jika kita runut secara bahasa, maka akan kita dapatkan rahasia dan keajaiban kalimat bismillahirrahmanirrahim. Kata bismillah, misalnya, merupakan tiga rangkaian kata yang mengandung arti yang agung dan mulia, yaitu ba (bi), ism, dan Allah.
Huruf ba yang dibaca bi di sini mengandung dua arti. Pertama, huruf bi yang diterjemahkan “dengan” menyimpan satu kata yang tidak terucapkan tetapi harus terlintas dalam benak ketika mengucap basmalah, yaitu memulai. Bismillah berarti “saya atau kami memulai dengan nama Allah”. Dengan demikian kalimat tersebut menjadi semacam doa atau pernyataan dari pengucap.
Kedua, huruf bi yang diterjemahkan dengan kata “dengan” itu dikaitkan dalam benak dengan kata “kekuasaan dan pertolongan”. Pengucap basmalah seakan-akan berkata, “dengan kekuasaan Allah dan pertolongan-Nya, pekerjaan yang sedang saya lakukan ini dapat terlaksana”.
Pengucap seharusnya sadar bahwa tanpa kekuasaan Allah dan pertolongan-Nya, apa yang sedang dikerjakannya itu tidak akan berhasil. Ia menyadari kelemahan dan keterbatasan dirinya. Ia menyandarkan dirinya dan memohon bantuan Allah Yang Mahakuasa.
Kedua, kata ism setelah huruf bi terambil dari kata as-sumuw yang berarti tinggi dan mulia. Nama disebut ism, dijunjung tinggi karena ia menjadi tanda bagi sesuatu.
Syekh al-Maraghi dalam tafsirnya menjelaskan, penyebutan nama di sini berarti dirinya memulai pekerjaan dengan nama Allah dan atas perintah bukan atas dorongan hawa nafsu belaka. Inilah bedanya.
Dalam Alquran pun Allah mentamsilkan perbuatan orang-orang kafir yang tidak diawali dengan keikhlasan kepada Allah hasilnya akan sia-sia. “Dan Kami akan perlihatkan segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu bagaikan debu yang beterbangan (sia-sia belaka)." (QS. Al-Furqan: 23).
Ketiga, kata Allah. Berakar dari kata walaha yang berarti mengherankan atau menakjubkan. Jadi Tuhan dinamai Allah karena segala perbuatan-Nya menakjubkan dan mengherankan.
Karena itu, terdapat hadis yang menyatakan, “Berpikirlah tentang makhluk-makhluk Allah dan jangan berpikir tentang Zat-Nya.” (HR Abu Hurairah).
Sebagian ulama lain mengungkapkan bahwa kata Allah terambil dari kata aliha – ya’lahu yang berarti menuju dan bermohon. Tuhan dinamai Allah karena seluruh makhluk menuju serta bermohon kepada-Nya dalam memenuhi kebutuhan mereka. Juga berarti menyembah dan mengabdi, sehingga lafaz Allah berarti “Zat yang berhak disembah dan kepada-Nya tertuju segala pengabdian”.
Keempat, ar-Rahman dan ar-Rahim. Demikian banyak sifat (nama) Allah, tapi yang terpilih dalam basmalah hanya dua sifat, yaitu ar-Rahman dan ar-Rahim. Keduanya terambil dari akar kata yang sama.
Sifat ini dipilih, karena sifat itulah yang paling dominan. Dalam hal ini, Allah menegaskan, “Rahmat-Ku mencakup segala sesuatu.” (QS al-A'raf: 156).
Di sini lain, sebuah hadis Qudsi menyebutkan bahwa rahmat Allah mengalahkan amarah-Nya. Kata tersebut, ar-Rahman dan ar-Rahim, berakar dari kata Rahm yang juga telah masuk dalam perbendaharaan bahasa Indonesia, yang berarti peranakan atau kandungan.
Apabila disebut kata Rahim, maka yang terlintas di dalam benak adalah ibu dan anak. Dan terbayang betapa besar kasih sayang yang dicurahkan sang ibu kepada anaknya. Tetapi, jangan disimpulkan bahwa sifat Rahmat Allah sepadan dengan sifat rahmat ibu.
Abu Hurairah meriwayatkan sabda Rasulullah SAW yang mendekatkan gambaran besarnya rahmat Allah. Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Allah SWT menjadikan rahmat itu 100 bagian, disimpan di sisi-Nya 99, dan diturunkan-Nya ke bumi itu satu bagian. Satu bagian inilah yang dibagi pada seluruh makhluk (begitu ratanya sampai-sampai satu bagian yang dibagikan itu diperoleh pula oleh) seekor binatang yang mengangkat kakinya karena dorongan kasih sayang, khawatir jangan sampai menginjak anaknya.” (HR Muslim).
Adapun kata "Rahim" diberikan secara khusus oleh Allah kelak nanti di alam akhirat. Hanya bagi mereka yang beriman dan mensyukuri segala kenikmatan yang telah dianugerahkan kepada mereka.
Kasih sayang-Nya secara khusus diberikan kepada hamba-Nya yang mengabdikan diri kepada Allah dan yakin semua kenikmatan bersumber dari Allah. Bahkan yakin segala amal ibadah, perbuatan baiknya tidak akan menjamin masuk ke surga-Nya kecuali karena Rahmat-Nya.