Anggota DPR: Apakah 82,9 Juta Pelajar Masuk Kategori Delapan Asnaf?
Wacana penggunaan dana zakat untuk program MBG ditolak istana.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Anggota Komisi II DPR RI Mohammad Toha menilai usulan penggunaan dana zakat untuk program Makan Bergizi Gratis (MBG) merupakan usulan yang salah kaprah dan melenceng dari Program Astacita Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
Menurut dia, DPR telah menyetujui penganggaran sebesar Rp71 triliun dari APBN untuk MBG selama 6 bulan. Kemudian ada juga rencana penambahan Rp140 triliun pada bulan Juli atau Agustus 2024.
"Tentu Pemerintah sudah memiliki skema mensukseskan MBG. Kita juga mesti percaya, pemerintah akan bertanggung jawab untuk memenuhi anggaran yang diperlukan," kata Toha di Jakarta, Kamis (16/1/2025).
Dia menjelaskan, MBG adalah Program Pemerintahan Presiden Prabowo yang tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2025-2029. Dengan begitu, sumber anggaran program pemerintah itu dari APBN yang sudah sangat jelas.
Dalam ajaran islam, menurut dia, zakat hanya diperuntukkan untuk delapan kelompok, yakni fakir, miskin, amil (petugas zakat), terlilit utang, baru masuk islam (mualaf), budak (hamba sahaya), pendakwah, dan musafir yang kehabisan uang. Dengan demikian, usulan penggunaan dana zakat untuk MBG, kata dia, jelas tidak tepat sasaran.
"Sesederhana ini memahami peruntukan zakat, apakah 82,9 juta pelajar yang ditargetkan menerima MBG tahun 2025 masuk 8 kategori tersebut?" ucap dia mempertanyakan.
Dia pun tidak menafikan bahwa kondisi keuangan negara ini belum baik, tapi usulan tersebut mesti disampaikan untuk mencerdaskan, bukan melenceng dari kaidah keilmuan, dan menyangkut ajaran agama.
"Apa kita tega mengategorikan semua pelajar yang menjadi sasaran MBG itu fakir atau miskin. Ingat, program MBG ini untuk semua golongan, termasuk pelajar non-Muslim," ujar dia.
Wacana penggunaan dana zakat untuk program Makan Bergizi Gratis (MBG) ditolak oleh pihak istana. Ketua DPD RI Sultan B Najamuddin, selaku pihak pertama yang mengusulkan wacana tersebut, tidak masalah jika Istana tidak berkenan dengan penggunaan zakat, infaq, dan sedekah (ZIS) untuk program tersebut mengingat hanya sebagai usulan alternatif bagi pemerintah.
Sebagai pimpinan lembaga parlemen DPD RI, Sultan merasa perlu memberikan alternatif gagasan kepada pemerintah untuk memastikan program prioritas Presiden Prabowo Subianto tersebut tidak mengalami hambatan, baik secara anggaran maupun teknis pelaksanaannya.
"Kami juga ingin berkontribusi untuk membantu pemerintah dengan memberikan ide, masukan, dan mengajak masyarakat mampu untuk terlibat karena memang sifat dan karakter asli bangsa kita sangat dermawan, suka menolong dan gotong royong," kata Sultan dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (16/1/2025).
Ia memahami bahwa zakat adalah syariat agama Islam yang telah diatur dengan batasan golongan penerima dan hukumnya wajib. Khusus untuk infak dan sedekah, menurut dia, sifatnya lebih fleksibel, baik jumlah, golongan penerima, dan hukumnya sunnah atau sukarela bagi yang bersedia untuk melakukannya.
Selain itu, Sultan mengatakan, mayoritas anak-anak sekolah penerima manfaat program andalan Presiden Prabowo Subianto tersebut berasal dari keluarga kelas menengah ke bawah yang secara ekonomi sangat membutuhkan dukungan nutrisi dari negara.