Tawanan Israel Sehat Walafiyat, Tahanan Palestina Penuh Siksaan dan Kelaparan
Semua sandera dikonfirmasi dalam kondisi stabil.
REPUBLIKA.CO.ID, TELAVIV -- Tiga tawanan Israel telah tiba di rumahnya masing-masing setelah dibebaskan dari jalur Gaza usai kesepakatan gencatan senjata yang mulai dijalankan pada Ahad (19/1/2025).
Prof Itai Pessach, direktur Rumah Sakit Sheba di Tel Aviv, mengonfirmasi semua sandera dalam kondisi yang stabil. Mereka bahkan bisa kembali lagi berkumpul bersama keluarga. "Kami akan terus memantau kondisi klinis mereka,"kata Pessach seperti dilansir laman NPR.
Menurut Pessach, pemantauan kondisi kesehatan sandera akan memakan waktu beberapa hari."Ini bukan pertama kalinya kami menerima sandera di sini," kata dokter itu tersebut. Ketiganya ditemui oleh ibu mereka di Israel.
Tiga sandera pertama yang ditawan Hamas dalam serangan 7 Oktober dibebaskan dan ditemui oleh orang tua mereka di Israel, ujar militer Israel.
Media Al Jazeera yang berbasis di Qatar menayangkan video langsung dari tiga sandera wanita tersebut, Romi Gonen, Emily Damari, dan Doron Steinbrecher. Mereka berjalan di antara kendaraan saat konvoi bergerak melalui Kota Gaza, dikelilingi oleh kerumunan besar. Mobil-mobil itu dikawal oleh orang-orang bersenjata yang mengenakan ikat kepala Hamas berwarna hijau.
"Mereka tampaknya dalam keadaan sehat," kata Presiden Amerika Serikat Joe Biden dalam sambutan singkatnya saat para sandera yang dibebaskan tiba di Israel. Sementara itu, di Tel Aviv, ribuan orang yang berkumpul untuk menonton berita di layar lebar bersorak sorai. Selama berbulan-bulan, banyak orang berkumpul di alun-alun untuk menuntut kesepakatan gencatan senjata.
Dari sisi tawanan Palestina, Layanan Penjara Israel mulai memindahkan tahanan Palestina ke dua fasilitas penjara, di mana mereka akan dibebaskan pada Ahad (19/1) setelah gencatan senjata diberlakukan.
Menurut Radio Tentara Israel, tahanan Palestina dipindahkan dalam konvoi yang dijaga ketat pada Sabtu malam ke fasilitas penjara yang telah ditentukan sebelum akhirnya dibebaskan.
Meskipun stasiun radio tersebut tidak memberikan informasi tambahan, situs berita Israel, Walla melaporkan bahwa Layanan Penjara telah menyelesaikan persiapan logistik untuk pemindahan para tahanan.
Berbeda dengan kesepakatan pertukaran tahanan sebelumnya pada November 2023, laporan media mencatat bahwa kali ini para tahanan Palestina akan diangkut menggunakan bus milik Layanan Penjara dengan kaca gelap, bukan bus Palang Merah Internasional. Penjajah melakukan ini untuk menghindari perayaan masyarakat Palestina atas pembebasan tersebut.
Menurut laporan situs berita tersebut, tahanan Palestina akan dipindahkan ke dua fasilitas penjara, yaitu Penjara Shikma di Ashkelon (Israel selatan) dan Penjara Ofer di dekat kota Beitunia, sebelah barat Ramallah di Tepi Barat bagian tengah.
Kondisi tahanan Palestina
Kondisi tawanan Israel yang dibebaskan berbeda dengan tahanan Palestina di Penjara Israel. Khalil Hamdan, 16 tahun, yang berada di penjara Israel sejak Juli lalu, dikhawatirkan keluarganya. Sudah bukan rahasia jika Israel dikenal kejam dalam menangani tahanan.
Sejak Oktober 2023, jumlah tahanan Palestina telah mencapai 11.500, menurut Otoritas Urusan Tahanan dan Mantan Tahanan Palestina. Di antara tahanan Palestina tersebut terdapat 94 wanita dan 270 anak-anak di bawah usia delapan belas tahun, termasuk 100 orang dalam penahanan administratif.
Data tersebut tidak termasuk tahanan di jalur Gaza, yang jumlahnya diperkirakan mencapai ribuan, termasuk wanita dan anak-anak. Israel bahkan melakukan kejahatan penghilangan paksa di penjara-penjara rahasia, lapor The New Arab.
Pelanggaran berat
Pada tanggal 9 Juli, pasukan tentara Israel menyerbu rumah Hamdan di kota Idna, sebelah barat Hebron di Tepi Barat yang diduduki. Para tentara menghancurkan isi rumah dan menangkap Khalil dan ayahnya. Ayahnya, Jamal menyaksikan para tentara mulai memukuli Khalil tanpa alasan apa pun. Mereka mereka keduanya dan membawa mereka ke kendaraan militer.
"Mereka menempatkan kami di tempat terbuka dan mulai memukuli saya di depannya dan memukulinya di depan saya selama berjam-jam. Dia berdarah, dan saya tidak dapat melakukan apa pun kepadanya karena kami diikat," katanya.
Setelah 20 jam ditahan, sang ayah dibebaskan, tetapi Khalil tetap ditahan dan dipindahkan ke Penjara Ofer. Dia tetap berada dalam penahanan administratif selama enam bulan, dengan perpanjangan tanpa batas waktu.
Khalil menderita sakit kepala terus-menerus karena sinusitis. Dokternya telah menjadwalkan operasi untuknya sebelum penangkapannya. Keluarganya amat cemas dengan kondisi kesehatannya. "Hanya Tuhan yang tahu apa yang kami rasakan. Dia masih anak-anak dan tidak dapat menanggung semua itu. Kondisi penjara yang buruk, pemukulan, penghinaan, kedinginan, dan kelaparan membuat kami menangis setiap hari untuknya," tambah Jamal.
Perasaan ini juga dirasakan oleh setiap keluarga Palestina yang memiliki seseorang di penjara Israel, tetapi kekhawatiran mereka meningkat karena semakin banyak kondisi mengerikan yang mereka hadapi di sana terungkap.
Foto-foto yang diambil dari para tahanan setelah dibebaskan mengungkapkan sejauh mana penyiksaan yang mereka alami. Hal tersebut jelas berbeda dari penampilan mereka sebelum ditangkap. Kesaksian mereka juga menunjukkan sisi lain dari perang melawan Palestina.
Hanan Al-Barghouthi, 60, dari kota Kobar, utara Ramallah, dibebaskan beberapa hari lalu setelah penahanan administratif yang berlangsung selama sembilan bulan.
Penurunan berat badan yang jelas mengejutkan keluarganya segera setelah dibebaskan. Dia kehilangan 26 kg karena harus menahan lapar akibat kebijakan yang diterapkan oleh administrasi penjara Israel, seperti yang dia katakan kepada The New Arab.
Menurut dia, "tidak ada garis merah" di dalam penjara. Pemukulan, penghinaan, penggeledahan, dan kurungan isolasi adalah semua kebijakan yang diikuti Israel terhadap tahanan wanita. "Pada tanggal 25 September, sipir penjara menyerbu kamar tahanan dan membawa kami keluar dengan tangan diborgol ke halaman penjara. Kami dipukuli, dilecehkan, dan dipermalukan. Kejadian itu terulang dengan senjata pada tanggal 7 Oktober dan 20 November, tanpa alasan apa pun," katanya.
Sebagai contoh kondisi sulit yang dialami tahanan Palestina, Otoritas Urusan Tahanan dan Mantan Tahanan mengungkapkan bahwa banyak tahanan di pusat penahanan Etzion menderita keracunan akibat makanan basi yang diberikan kepada mereka oleh administrasi penjara.
Otoritas tersebut mencatat dalam sebuah pernyataan pers bahwa setelah upaya yang sulit untuk mengunjungi tahanan, yang dapat dilakukan pengacaranya pada Ahad, para tahanan memberi tahu dia bahwa mereka merasakan sakit perut yang parah, diare, muntah, lemas, kurus kering, dan wajah menguning. Mereka kehilangan banyak cairan dalam tubuh mereka dan menjadi tidak dapat berdiri, dan banyak dari mereka pingsan.
Selain itu, administrasi penjara menghukum siapa pun yang menolak hal ini dengan pemukulan dan isolasi yang parah."Pusat Penahanan Etzion, yang terletak di selatan Tepi Barat, terdaftar di antara pusat penahanan terburuk di dunia," tambah pernyataan itu.