Menteri Kelautan Curigai Pagar Laut untuk Kepentingan 'Reklamasi Alami', Apa Maksudnya?

Luas daratan yang dapat terbentuk akibat dikelilingi struktur pagar laut sangat besar

Republika/Edwin Dwi Putranto
Foto udara pagar laut terlihat di perairan Kampung Pulau Cangkir, Kronjo, Kabupaten Tangerang, Banten, Jumat (10/1/2024). Pagar laut di pesisir Laut Tangerang, Banten itu terbentang sepanjang 30,16 kilometer.
Red: Mas Alamil Huda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono mencurigai mereka yang membuat pagar laut di Tangerang berniat untuk membentuk daratan hasil sedimentasi sebagai lahan reklamasi yang terbentuk secara alami. Kecurigaan itu, kata dia, juga mempertimbangkan adanya sertifikat hak guna bangunan (SHGB) dan sertifikat hak milik (SHM) yang terbit untuk struktur pagar di perairan sekitar Tangerang, Banten.

Baca Juga


“Saya perlu sampaikan kalau di dasar laut itu tidak boleh ada sertifikat. Jadi, (sertifikat yang mencakup wilayah laut, Red) itu sudah jelas ilegal. Artinya, pemagaran ini dilakukan tujuannya agar tanahnya itu semakin naik. Semakin lama, semakin naik, semakin naik,” kata Trenggono saat jumpa pers di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (20/1/2025), setelah menghadap Presiden Prabowo Subianto.

Trenggono melanjutkan, luas daratan di tengah-tengah laut yang dapat terbentuk akibat dikelilingi struktur pagar itu sangat besar. “Jadi, nanti kalau terjadi seperti itu akan terjadi daratan, dan jumlahnya itu sangat besar. Tadi, saya laporkan kepada Bapak Presiden, dari 30 hektare itu, kira-kira sekitar 30.000-an hektare kejadiannya,” kata Trenggono.

Menurut Trenggono, jumlah lahan yang mungkin terbentuk akibat proses reklamasi alami itu cukup besar, dan yang perlu diwaspadai lahan-lahan itu kemungkinan telah bersertifikat. “Di bawahnya, ternyata menurut identifikasi Pak Menteri ATR/BPN itu ada sertifikatnya, yang atas nama siapa, atas nama siapa, teman-teman bisa cek sendiri,” kata Menteri Kelautan kepada para jurnalis.

Walaupun demikian, untuk saat ini, sertifikat yang merujuk kepada dasar laut itu tak sah, karena segala sesuatu yang berada di ruang laut harus mengantongi izin dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Izin yang dimaksud Trenggono salah satunya terkait Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL).

“Kegiatan di ruang laut ya tidak boleh (sembarangan, Red), harus ada izin. Di pesisir sampai ke laut tidak boleh. Harus ada izin,” kata Trenggono saat jumpa pers.

Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menghadap Presiden Prabowo di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta pada Senin sore. Selepas itu, dia menggelar jumpa pers untuk menyampaikan poin-poin pertemuannya dengan Presiden.

“Tadi, arahan Bapak Presiden, satu, selidiki sampai tuntas secara hukum supaya kita harus benar koridor hukumnya. Apabila tidak ada, itu harus menjadi milik negara,” kata Sakti Wahyu Trenggono.


Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid mengakui bahwa wilayah laut yang dikelilingi pagar laut di wilayah Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji, Kabupaten Tangerang, memiliki sertifikat tanah. Menurut dia, di wilayah laut itu terdapat 280 bidang tanah yang memiliki sertifikat.

Menurut dia, ratusan bidang tanah itu memiliki sertifikat dalam bentuk hak guna bangunan (SHGB). Sementara belasan bidang tanah memiliki sertifikat dalam bentuk sertifikat hak milik (SHM).

"Kami mengakui, kami membenarkan, ada sertifikat di kawasan pagar laut, sebagaimana yang muncul di banyak sosmed," kata dia saat konferensi pers di Kantor Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Jakarta, Senin (20/1/2025).

Ia menyebutkan, total ada 263 bidang tanah yang memiliki SHGB. Sebanyak 234 bidang tanah memiliki SHGB atas nama PT Intan Agung Makmur, 20 bidang tanah atas nama PT Cahaya Inti Sentosa, dan sembilan bidang tanah atas nama perseorangan. Selain itu, terdapat 17 yang memiliki sertifikat SHM.

Nusron mengakui, ratusan bidang tanah itu berada di wilayah laut yang ada di Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji, Kabupaten Tangerang. Hal itu sesuai dengan hasil pengecekan di situs Bhumi milik Kementerian ATR/BPN.

"Kalau saudara-saudara ingin tanya, dari mana, siapa pemilik PT tersebut silakan cek ke AHU, administrasi hukum umum untuk ngecek di dalam aktanya," kata Nusron.

Sebelumnya, wilayah laut di Kabupaten Tangerang dilaporkan memiliki SHGB. Hal itu terungkap dalam situs Bhumi milik Kementerian ATR/BPN.

Berdasarkan pantauan Republika di situs Bhumi pada Ahad (19/1/2025), wilayah laut yang dipagari dengan bambu itu telah memiliki HGB. Padahal, ketika dilihat dari aplikasi Google Maps, wilayah tersebut masih merupakan laut.

Wilayah laut itu sudah terbagi dalam beberapa blok dengan status HGB. Adapun luasan area masing-masing blok berkisar belasan ribu meter persegi dengan nomor induk berusaha (NIB) yang berbeda-beda.

Nilai Kerugian Ekonomi Akibat Pagar Laut - (Infografis Republika)

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler