China Harap Bekerja Sama dengan Pemerintahan Trump, Bukan 'Perang'

Trump mengambil sumpah jabatan dipimpin oleh Ketua Mahkamah Agung John Roberts.

Melina Mara/The Washington Post via AP, Pool
Presiden Donald Trump, tengah, mengikuti upacara penandatanganan di Ruang Presiden di US Capitol, Washington, usai pelantikan, Senin, 20 Januari 2025.
Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah China berharap Presiden ke-47 Amerika Serikat Donald Trump memilih untuk bekerja sama dengan China, bukan konfrontasi. Donald Trump pada Senin pukul 12.02 siang waktu Washington DC telah mengambil sumpah jabatan di Capitol Rotunda, Washington DC.

Baca Juga


"Kedua negara akan memperoleh keuntungan dari kerja sama dan menuai kerugian dari konfrontasi, itulah yang ditunjukkan oleh sejarah hubungan China-AS," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Mao Ning dalam konferensi pers di Beijing pada Senin (20/1/2025).

"Kami selalu percaya bahwa perkembangan hubungan China-AS yang mantap, sehat, dan berkelanjutan akan melayani kepentingan bersama kedua negara dan merupakan hal yang diharapkan oleh masyarakat internasional," tambah Mao Ning.

Ia menyebut, mengikuti prinsip saling menghormati, hidup berdampingan secara damai, dan kerja sama yang saling menguntungkan, China siap bekerja sama dengan pemerintah AS yang baru untuk meningkatkan dialog dan komunikasi dan mengelola perbedaan dengan baik.

"Kami siap mengamankan kemajuan yang lebih besar dalam hubungan China-AS dari titik awal yang baru, memperluas kerja sama yang saling menguntungkan, menemukan cara yang tepat bagi kedua negara untuk hidup berdampingan di era baru dan membawa manfaat bagi kedua negara dan dunia," tambah Mao Ning.

Trump mengambil sumpah jabatan dipimpin oleh Ketua Mahkamah Agung John Roberts. JD Vance kemudian mengambil sumpah jabatan sebagai Wakil Presiden AS periode 2025-2029 dan dilanjutkan dengan penyampaian pidato pelantikan oleh Trump sebagai Presiden AS periode 2025-2029.

Dalam pidato pelantikannya, Trump mengatakan akan segera mengesahkan aturan terkait penetapan status darurat nasional di perbatasan bagian selatan Amerika Serikat untuk menghentikan migrasi ilegal.

Menurut Trump, pemerintahannya akan mengembalikan jutaan warga asing ilegal ke tempat asalnya serta engesahkan kartel narkoba ke dalam daftar organisasi teroris.

 

Hal lain yang disampaikan adalah Trump ingin mengganti nama Teluk Meksiko menjadi Teluk Amerika dan mengambil kembali Terusan Panama dari negara Panama, seraya menambahkan bahwa AS menghabiskan lebih banyak uang dan kehilangan 38 ribu jiwa dalam pembangunan Terusan Panama.

Dia mengatakan bahwa kapal-kapal AS dikenakan biaya yang sangat mahal dan tidak diperlakukan dengan adil dalam bentuk apa pun, termasuk Angkatan Laut AS.

Terkait kondisi ekonomi AS, Trump menyebut AS sedang dalam kondisi darurat energi nasional karena adanya pengeluaran besar-besaran dan kenaikan harga energi yang menyebabkan krisis inflasi di AS.

Karena itu, ia akan mengakhiri Green New Deal dan mencabut mandat kendaraan listrik untuk menyelamatkan industri otomotif AS sehingga masyarakat AS bebas untuk memproduksi dan membeli jenis mobil apapun.

Tidak ketinggalan Trump juga menyatakan akan mengenakan tarif pajak kepada negara asing, dengan tujuan untuk memperkaya lagi negara AS.

Dalam pidatonya, Presiden Donald Trump juga menegaskan AS hanya akan mengakui dua jenis kelamin yakni pria dan wanita. Trump juga berencana menghentikan kebijakan pemerintah yang mencoba merekayasa ras dan jenis kelamin secara sosial dalam sejumlah aspek, baik kehidupan umum maupun pribadi.

 

 

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler