Langkah RI untuk Majukan Ekonomi Setelah Trump Dilantik

Ekonomi RI akan terus tumbuh.

AP Photo/Julia Demaree Nikhinson
Donald Trump mengucapkan sumpah jabatan saat dilantik.
Red: Erdy Nasrul

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- CORE Indonesia memandang, Indonesia memiliki peluang atas peningkatan ekspor ke Amerika Serikat (AS) untuk menggantikan China sekaligus peningkatan ekspor ke negara lainnya dengan adanya kebijakan proteksionisme dari Presiden AS Donald Trump.

Baca Juga


Hal itu didasarkan dari perhitungan dengan menggunakan model keseimbangan umum antarnegara melalui global trade analysis project (GTAP). Skenario proteksionisme Trump yang digunakan yaitu peningkatan tarif 60 persen untuk semua impor dari China dan tarif global 10 persen untuk impor dari semua negara.

“Hasilnya, bagi Indonesia sebenarnya bagus juga. Ada kesempatan untuk meningkatkan ekspor. Ekspor itu akan naik 0,0427 persen,” kata Research Associate CORE Indonesia Sahara dalam diskusi Outlook Ekonomi Sektoral 2025 di Jakarta, Selasa.

Hasil perhitungan dengan GTAP mengenai dampak proteksionisme Trump juga menunjukkan peluang terhadap peningkatan investasi bagi Indonesia sebesar 0,0471 persen dan peningkatan produk domestik bruto (PDB) Indonesia sebesar 0,0020 persen.

Dengan skenario pengenaan tarif global 10 persen, Sahara mengatakan bahwa mayoritas ekspor Indonesia ke AS memang akan turun terutama untuk produk kulit (leather products) sebesar minus 4,21 persen dan pakaian (wearing apparel) minus 3,04 persen.

Akan tetapi, imbuh Sahara, terdapat juga kemungkinan peluang bagi Indonesia untuk meningkatkan ekspor ke China atau potensi divergensi perdagangan ke China akibat proteksionisme Trump.

Peluang dan potensi ekspor ke China ini terutama untuk produk plant-based fibers sebesar 3,83 persen, leather products sebesar 2,79 persen, dan basic pharmaceutical products sebesar 1,78 persen.

 

Meskipun terdapat peluang positif pada ekspor dan investasi, namun Sahara juga mengingatkan adanya potensi peningkatan impor bagi Indonesia yakni sebesar 0,1456 persen. Impor yang meningkat dikhawatirkan dapat berkontribusi terhadap defisit neraca perdagangan.

Ia menduga, proyeksi peningkatan impor ini terkait dengan adanya over supply dari China. Ketika China mengalami over supply, Sahara mengingatkan bahwa negara itu akan menjual barang-barang ke luar negeri dengan harga yang diobral. Produk asal China akan membanjiri pasar di negara-negara lain, termasuk pasar Indonesia.

“Sebenarnya bisa juga perusahaan-perusahaan dari China itu pindah, memproduksi tidak di China tetapi di luar negeri. Tapi hati-hati juga. Donald Trump sudah mengatakan, ‘saya juga akan mengenakan tarif yang tinggi tidak hanya ke China tetapi perusahaan China yang berproduksi di luar negeri’,” kata Sahara.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler