Titik Kompromi Makan Bergizi Gratis Gunakan Dana Zakat, Mungkinkah?

Wacana Makan Bergizi Gratis pakai dana sakat picu polemik

Dok Kogabwilhan III
Pelajar menerima paket makanan Makan Bergizi Gratis di SD Santo Michael Bilogae, Distrik Sugapa, Kabupaten Sugapa, Intan Jaya, Papua Tengah, Senin (20/1/2025). Kementerian Pertahanan melalui Kogabwilhan III mendistribusikan paket makan bergizi gratis sebanyak 1000 paket makan diperuntukkan bagi sekolah-sekolah di salah satu daerah rawan konflik di Disktri Sugapa menggunakan helikopter serta diolah di dapur yang dikelola TNI. Program Makan Bergizi Gratis disebut sebagai langkah besar dalam sejarah kebijakan sosial Indonesia untuk mengatasi masalah malanutrisi, stunting, serta mendorong penguatan ekonomi lokal.
Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Publik dihebohkan dengan usulan dari beberapa pihak untuk menggunakan dana zakat pada program Makan Bergizi Gratis (MBG).

Sebagian mendukung ide ini dengan argumentasi bahwa dana zakat dapat memperluas jangkauan program dan sesuai dengan prinsip Islam.

Sedangkan kritikan muncul terkait keakuratan penentuan dan verifikasi mustahik yang kurang ketat, sehingga beresiko salah sasaran, melanggar prinsip syariat, dan menimbulkan ketidakadilan dalam pendistribusian zakat.

Kritikan lain juga terkait kecukupan anggaran, potensi penyimpangan dan penyalahgunaan, belum terintegrasi dengan program Percepatan Penurunan Stunting (PPS) yang sudah ada, juga menghadapi risiko keterbatasan fiskal yang dapat mengorbankan program kesehatan lainnya.

Kejelasan mengenai lembaga pengelola, koordinasi antar lembaga, dan pelibatan masyarakat sipil, ditambah lagi isu campur tangan unsur politik dan kekuasaan negara menjadikan masalah ini semakin tidak mudah dan tidak terburu-buru untuk disimpulkan. Tentu saja, persoalan ini perlu disikapi dengan serius, bijaksana dan komprehensif.

Zakat konsumtif atau produktif?

Zakat sebagaimana disebutkan dalam QS At-Taubah: 60 wajib disalurkan kepada delapan kelompok asnaf, khususnya fakir dan miskin yang membutuhkan pemenuhan kebutuhan pokok.

Zakat dapat diberikan dalam bentuk uang atau barang, seperti makanan bergizi dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar serta mendukung taqwiyatul ajsad (penguatan fisik) sehingga mustahik menjadi lebih sehat, produktif, dan berpeluang keluar dari kemiskinan.

Zakat konsumtif memiliki potensi untuk diintegrasikan dengan program makanan bergizi gratis yang bertujuan menyediakan akses pangan bernutrisi bagi masyarakat prasejahtera, memenuhi kebutuhan pangan fakir miskin, sejalan dengan prinsip Islam dan berkontribusi pada peningkatan kualitas gizi masyarakat.

BACA JUGA: Perburuan Tentara Israel di Brasil dan Runtuhnya Kekebalan Negara Zionis

Beberapa bentuk distribusi zakat konsumtif yang telah dilakukan dan mirip dengan program MBG antara lain program Food Bank nya BAZNAS, Semua Bisa Makan Baznas DKI, Food Parcel LMI, Healty Food Laznas AQL, dan lain sebagainya.

Berbagai program distribusi zakat konsumtif ini tentu saja tidak lepas dari berbagai tantangan seperti ketidaktepatan klasifikasi asnaf, kurangnya data akurat, penyalahgunaan dana, serta proses distribusi yang tidak efisien, overlapping bantuan, terbatasnya pemanfaatan teknologi, kurangnya edukasi kepada masyarakat tentang kriteria penerima zakat, dan penyelewengan yang diakibatkan pengawasan yang lemah.

Jika kekhawatiran akan berbagai tantangan dan ketidaktepatan program MGB berbasis zakat konsumtif, maka apakah mungkin opsi zakat produktif dapat menjadi sebuah solusi jalan tengah untuk menyelesaikan masalah yang ada?

 

Berbeda dengan zakat konsumtif yang memenuhi kebutuhan dasar, zakat produktif diberikan dalam bentuk modal usaha, pelatihan keterampilan, atau pembiayaan bisnis kecil untuk membantu mustahik menghasilkan pendapatan.

Keunggulannya terletak pada pengurangan ketergantungan mustahik terhadap bantuan sementara, meningkatkan daya beli, dan kualitas hidup mereka secara berkelanjutan sehingga memungkinkan mustahik keluar dari kemiskinan dan bahkan berpotensi menjadi

Baca Juga


muzakki di masa depan.

Implementasi zakat produktif dalam program MGB merupakan pendekatan yang inovatif melalui pertama, pemberian modal usaha kepada mustahik dalam usaha produksi makanan bergizi (katering, dan lain-lain) ditambah dengan pelatihan memasak sehat, pengelolaan manajemen keuangan dan lain sebagainya. 

Kedua, pemberdayaan petani mustahik dengan memberikan akses modal atau pelatihan pertanian berkelanjutan sehingga dapat menghasilkan produk pangan bergizi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat miskin sekaligus memperkuat sektor pertanian.

Ketiga, peningkatan infrastruktur seperti membangun dapur umum, pusat distribusi makanan, serta pendanaan transportasi dan logistik sehingga dapat menjangkau kelompok miskin dan daerah terpencil secara efektif.

Keempat, membangun kolaborasi dan kerjasama dengan lembaga sosial atau pemerintah, seperti organisasi distribusi makanan bergizi dan dinas kesehatan sehingga dapat memastikan kualitas, ketepatan sasaran, dan jangkauan manfaat yang lebih luas.

Kelima, monitoring serta evaluasi baik itu pengawasan dana, penggunaan modal, dan kualitas makanan yang ketat untuk memastikan distribusi adil, tepat sasaran, serta memungkinkan penyesuaian untuk perbaikan.

Solusi dan rekomendasi

Beberapa hal yang dapat dijadikan pertimbangan agar program MBG ini dapat berjalan dengan baik yaitu pertama, integrasi data dan teknologi yang dapat mengidentifikasi dan memperbarui status mustahik secara real-time sehingga dapat memastikan distribusi sesuai dengan ashnaf zakat

Kedua, audit yang ketat dan transparan terhadap lembaga zakat untuk menghindari penyelewengan.

Ketiga, edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat tentang pentingnya zakat, syarat penerima zakat, dan bagaimana mengajukan zakat secara benar agar tidak terjadi salah sasaran.

Keempat, kolaborasi antarlembaga zakat untuk memastikan data yang lebih akurat dan penyaluran yang lebih merata dan mengurangi tumpang tindih bantuan.

Pada akhirnya, program MBG ini bak pisau bermata dua: di satu sisi menjanjikan peningkatan gizi dan kesejahteraan masyarakat, di sisi lain rentan jadi arena tarik-menarik politik dan kekuasaan.

BACA JUGA: Serangan Yaman yang Merepotkan Israel dan Jatuhnya Pamor Militer Amerika di Kawasan

Transparansi, akuntabilitas, dan independensi jadi kunci agar program ini benar-benar bermanfaat bagi rakyat, bukan sekadar alat politik bagi segelintir elite.

Masyarakat pun perlu terlibat aktif dalam pengawasan, memastikan bahwa setiap suapan makanan bergizi yang disalurkan adalah wujud nyata dari komitmen untuk meningkatkan kualitas hidup bangsa, bukan ajang perebutan kekuasaan.

*Naskah ini karya Dr Salahuddin El Ayyubi, Lc MA dosen Ilmu Ekonomi Syariah FEM IPB dan Dr Ach Firman Wahyudi, peneliti senior CIBEST–IPB.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler