Peluang dan Tantangan Bank Syariah Menjadi Nazir
Peran baru bank syariah sebagai nazir berpotensi memberi kontribusi pada pertumbuhan.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Syariah telah memberikan peran baru bagi bank syariah untuk menjadi pengelola wakaf atau disebut dengan nazir. Pengamat menilai peranan baru itu menjadi peluang yang besar bagi bank syariah, namun tantangan untuk menjalankan dan menggeluti peran baru itu juga tidak mudah.
“Sebenarnya ini potensinya besar ya, karena sebelumnya kan bank syariah hanya menjadi LKS/lembaga keuangan syariah yang menerima wakaf uang, nah nazir ini seperti Yayasan, jadi bank syariah bisa mengumpulkan wakaf dan juga bisa menentukan kemana dana itu bisa diinvestasikan,” kata Pengamat Ekonomi Syariah dari Pusat Ekonomi dan Bisnis Syariah Universitas Indonesia (PEBS UI) Ronald Rulindo saat dihubungi Republika, Selasa (28/1/2025).
Ronald mengatakan, jika dibandingkan dengan nazir-nazir biasa, bank syariah sebenarnya memiliki investment manager yang lebih jago. Dan memiliki banyak portofolio, sehingga lebih memahami pos-pos investasi yang aman dan menguntungkan.
“Menurut saya, dari sudut pandang bank syariah, ini bisa jadi sumber dana murah, jadi peluang bagi bank syariah. Hanya bagi masyarakat, sebenarnya jadi ada sisi negatifnya juga karena ketika jadi dana murah bagi masyarakat, berarti kan jumlah dana yang nanti akan dibagikan ke tujuan sosialnya ke wakifnya, bisa jadi akan sedikit berkurang, jadi ada turn off-nya di situ,” jelasnya.
Ronald menegaskan, peranan baru bank syariah sebagai nazir berpotensi memberi kontribusi pada pertumbuhan untuk bank syariah. Sebab, Indonesia tergolong negara yang memiliki potensi wakaf terbesar dalam World Giving Index (WGI).
“Potensi wakaf di Indonesia ini kan besar ya, walaupun masih banyak wakafnya hanya tanah saja. Sebenarnya kalau mau kreatif, intinya bukan di wakaf uangnya, wakaf uang itu satu hal, tapi itu bisa complement dengan tanah wakaf,” kata Ronald.
Ia mengatakan bahwa tanah wakaf di Indonesia sangat banyak, dan terkadang tidak tahu bagaimana memfungsikannya dan letaknya juga terkadang tidak strategis, sehingga banyak disumbangkan, lalu diminta dijadikan pesantren atau semacamnya. Namun sayangnya, setelah disumbangkan justru tidak ada dana untuk melakukan pembangunan.
“Menurut saya enggak harus jadi pesantren, misalnya kalau di pegunungan atau perbukitan bisa jadi glamping area atau menjadi perkebunan. Nah itu bisa dikombinasikan, tanahnya dari wakaf, pembangunannya untuk tujuan komersial. Model bisnis ini yang sebenarnya perlu kita dorong buat bank syariah mengembangkan wakaf,” terangnya.
Comfort Zone
Ronald menuturkan, belum ada data atau informasi kredibel mengenai peranan baru bank syariah sebagai nazir yang bisa menyumbangkan pertumbuhan (growth) yang besar bagi bank syariah. Misalnya ketika menilik satu produk dari bank syariah sebagai nazir, yakni cash waqf linked deposit (CWLD), wakaf uang berjangka yang diberikan oleh wakif secara langsung.
“Saya pernah dengar kritikan, salah satu bank syariah terbesar di Indonesia menawarkan CWLD, bekerja sama dengan ormas ekonomi syariah terbesar di Indonesia, itu (dana) Rp 10 miliar yang dikumpulkan, dan mereka cuma dapat Rp 30 juta untuk keuntungan ormas pengumpul wakaf. Jadi agak ngeluhnya di situ, bagi hasilnya enggak terlalu besar buat mereka, dibangkan effort-nya” ungkap Ronald.
Lebih lanjut, Ronald mengungkapkan bahwa dalam menjalankan peranan baru sebagai nazir, bank syariah di Indonesia belum begitu bergairah. Sebab, tidak terlalu banyak nilai tambah bagi bank syariah ketika menjadi nazir.
“Kalau menurut saya, kebiasaan bank syariah di Indonesia, bahkan di dunia juga sih, mereka wait and see, sistemnya lihat dulu ada yang berhasil baru jalanin,” terangnya.
Sehingga dengan kata lain, perlu ada yang berkorban terlebih dahulu untuk benar-benar menggeluti peranan sebagai nazir. Sehingga jika sukses dengan indikator menghasilkan keuntungan dalam data return on investment, bank-bank syariah lainnya kemungkinan akan mengikuti dan turut menjalankan peranan baru tersebut.
“Terkadang bank syariah ini kayak sudah nyaman dengan apa yang mereka lakukan sekarang, jadi tidak terlalu melihat mereka akan agresif juga untuk wakaf ini. Jadi tergantung pimpinan bank syariahnya nih apakah menilai sebagai suatu peluang yang akan dioptimalkan atau tidak,” jelasnya.