100 Hari Prabowo-Gibran: Sengkarut Wacana Dana Zakat Biayai MBG

Akankah pemerintah mengambil dana zakat umat Islam untuk biayai Makan Bergizi Gratis?

ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat
Sejumlah siswa menyantap makanan dari pembagian Makanan Bergizi Gratis (MBG) di SDN 004 Samarinda Utara, Samarinda, Kalimantan Timur, Senin (20/1/2025).
Red: Hasanul Rizqa

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Makan Bergizi Gratis (MBG) menjadi salah satu prioritas Presiden Prabowo Subianto yang paling populer. Mantan komandan jenderal Komando Pasukan Khusus (Koppasus) tersebut telah mengampanyekannya sejak dirinya melaju di Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.

Baca Juga


Prabowo Subianto memandang penting program tersebut. Bahkan, sang Kepala Negara telah mempersilakan siapapun menteri yang tidak setuju terhadap MBG untuk keluar dari kabinet yang dipimpinnya.

"Saya hakulyakin. Saya pertaruhkan ... saya pertaruhkan kepimimpinan saya. Bagi saya, makan bergizi untuk anak-anak dan ibu hamil ini adalah strategik. Yang tidak mendukung hal ini silakan keluar dari pemerintah yang saya pimpin," kata Presiden Prabowo dalam rapat paripurna perdana Kabinet Merah Putih di Kantor Presiden, Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (23/10/2024) lalu.

Pada Senin, 6 Januari 2025 jutaan pasang mata menyaksikan pelaksanaan MBG untuk pertama kalinya di berbagai wilayah Indonesia. Dalam pelaksanaannya, setidaknya sudah ada seratusan satuan pelayanan pemenuhan gizi (SPPG) yang beroperasi untuk menyajikan makanan bergizi di seluruh Indonesia.

Juru Bicara Kantor Komunikasi Kepresidenan RI Adita Irawati mengatakan, hingga momentum pelaksanaan perdana MBG itu sudah ada 190 satuan pelayanan pemenuhan gizi (SPPG) atau "dapur MBG" yang telah beroperasi. Seratusan SPPG itu melayani makanan gratis di 26 provinsi wilayah Indonesia.

"Tentu ini akan terus bertambah secara bertahap," kata Adita kepada wartawan di Ciracas, Jakarta Timur, Selasa (7/1/2025).

Ada visi yang hendak dicapai pemerintahan Presiden Prabowo: kesiapan anak-anak bangsa untuk mewujudkan masa depan yang cerah. Jangan sampai kekurangan gizi menjadi kendala bagi mereka untuk menjemput impian Indonesia Emas 2045.

Kepala Negara menargetkan, hingga akhir tahun 2025 semua anak-anak Indonesia menikmati MBG. Dalam rentang waktu itu, target penerima pada Januari-April 2025 sebanyak tiga juta anak; periode April-Agustus 2025 sebanyak enam juta anak; dan kemudian pada September 2025 sebanyak 15 juta anak.

Walau mengakui pemerataan MBG masih menjadi problem, Prabowo memastikan bahwa dana untuk program ini tersedia. "Saya jamin dananya ada untuk semua anak-anak Indonesia yang makan. Dan yang sudah tidak perlu makan, ya tidak apa-apa. Beri jatahnya kepada yang perlu. Saya yakini, akhir 2025 semua anak Indonesia akan dapat makan bergizi," ucap Presiden.

 

Duit tak cukup, zakat solusinya?

Program MBG mendapatkan alokasi anggaran sebesar Rp 71 triliun yang dikelola oleh Badan Gizi Nasional (BGN). Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan mengungkapkan anggaran tersebut tidak akan cukup untuk menjalankan program makan bergizi gratis sampai akhir tahun 2025. Ini hanya bisa membiayai program tersebut sampai Juni 2025.

Demi MBG bisa berjalan hingga akhir tahun 2025, Zulkifli Hasan mengatakan, pemerintah perlu dana sebesar Rp 420 triliun. Tak tertutup kemungkinan, pada Juli mendatang BGN akan mengusulkan penambahan anggaran pada Juli 2025.

“Nanti kalau Juni atau Juli bertambah Rp 40 triliun maka semua orang bisa makan. Tapi kalau tahun depan mau semua bisa makan dari Januari, maka butuh Rp420 triliun,” ujar politikus yang akrab disapa Zulhas itu kepada Antara, Selasa (7/1/2025).

Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Sultan Baktiar Najamuddin datang dengan usulan yang di luar ekspektasi banyak pihak. Ia menyarankan agar pemerintah membuka kesempatan kepada masyarakat agar bisa ikut membiayai program MBG melalui zakat, infak, dan sedekah (ZIS).

Menurut mantan wakil gubernur Provinsi Bengkulu tersebut, selama ini sudah banyak masyarakat kelas menengah hingga kelas atas yang punya tradisi filantropi, termasuk memberikan makanan kepada anak-anak sekolah. Ia mengaku yakin, banyak masyarakat ingin bergotong royong untuk terlibat langsung dalam pembiayaan MBG.

"Sebagai bangsa yang terkenal dermawan, dukungan pembiayaan terhadap kebudayaan pokok masyarakat sudah menjadi hal yang lumrah. Tinggal bagaimana pemerintah mampu menyiapkan skema pengumpulan dana hibah, zakat, infak, dan sedekah tersebut dengan manajemen yang akuntabel dan transparan," ujar Sultan Najamuddin melalui keterangan tertulis pada Sabtu (11/1/2025), seperti dilansir dari laman resmi DPD RI.

Lebih lanjut, ia mendorong agar pemerintah perlu memanfaatkan potensi zakat yang besar melalui lembaga-lembaga ZIS, khususnya Badan Zakat Nasional (Baznas). Menurut Najamuddin, dana ZIS bisa memenuhi separuh dari kebutuhan anggaran program MBG.

"Kami percaya masyarakat juga organisasi kemasyarakatan khususnya ormas Islam seperti Muhammadiyah dan NU (Nahdlatul Ulama) akan menyambut baik dan mendukung penuh inovasi pembiayaan yang kami usulkan ini," tutupnya.

Lain diharap, lain pula yang didapatkan. Alih-alih apresiasi, usulan Ketua DPD RI itu menuai kritik dan bahkan kecaman dari pelbagai pihak. 

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Dakwah dan Ukhuwah, KH Muhammad Cholil Nafis, mengaku khawatir umat Islam akan enggan membayar zakat melalui Baznas, lembaga-lembaga amil zakat (LAZ), ataupun unit-unit pengumpul zakat (UPZ) yang resmi bila MBG bersumber dari dana zakat.

"Saya khawatir kalau MBG diambil dari dana zakat, semua Muslim protes tidak mau berzakat lewat Baznas, LAZ, dan UPZ," kata Kiai Cholil Nafis kepada Republika, Jumat (17/1/2025).

Menurut dia, usulan yang dilontarkan Ketua DPD sebaiknya dikaji terlebih dulu sebelum realisasi. Sebab, syariat Islam telah menetapkan, dana zakat hanya untuk delapan golongan asnaf. Di sisi lain, tidak semua anak sekolah masuk ke dalam salah satu golongan, semisal kaum miskin, sehingga tak perlu mendapatkan aliran dana zakat.

Ketua MUI Bidang Dakwah dan Ukhuwah, KH Muhammad Cholil Nafis di Kantor MUI Pusat, Kamis (15/8/2024). - (Republika/Fuji E Permana)

Kiai Cholil mengingatkan, dana zakat berbeda dengan sedekah atau infak. Meski demikian, perlu dikaji apakah dana umat ini lebih tepat untuk entitas makanan atau biaya sekolahnya si anak penerima manfaat MBG.

Alih-alih dana zakat, Kiai Cholil mewacanakan uang hasil korupsi untuk membiayai MBG. "Atau ini ya, dana korupsi bisa jadi alternatif pemenuhan MBG, pencucian uang yang benar, dana hasil nyolong, lalu diambil negara untuk rakyat," ujar dia.

Zakat adalah salah satu ibadah wajib yang sudah memiliki ketentuan dalam ajaran Islam. Mungkin secara syariat, dana zakat masih bisa dipilah-pilah untuk MBG. Namun, Kiai Cholil mengingatkan, secara akhlak peruntukan bagi program pemerintah tersebut tidaklah sesuai.

"Karena ini (MBG) janji kampanye Presiden dan program nasional, bukan santunan. Khawatir kesannya Indonesia jadi negeri dhuafa dan hanya Muslim, padahal siswa-siswanya tak semuanya Muslim," ujar dia.

Sejumlah kiai NU memberikan pernyataan bahwa program MBG tidak boleh menggunakan dana umat Islam yang dikelola Baznas. Hal ini berdasarkan kajian bahwa zakat yang ditarik mesti dikelola dengan aturan syariat yang jelas.

“Dari kitab-kitab kami mengaji, zakat itu ditarik ada syaratnya, diambil dan dikelola oleh siapa ada aturannya dalam Islam. Untuk siapa yang berhak menerima pun juga ada ketentuannya," kata Kiai Marzuki Mustamar dalam keterangannya di Kediri, Ahad (26/1/2025).

Pimpinan Pondok Pesantren Sabilurrosyad, Kota Malang, Jawa Timur, itu menambahkan, dana Baznas hanya boleh digunakan untuk membantu warga Muslimin yang miskin. Hal ini tidak bisa disamaratakan dengan penerima di sekolah-sekolah. Sebab, banyak kalangan yang mampu serta warga non-Muslim.

“Kami tetap memegang keyakinan agama dan syariat kami. Dalam hal pentasarufan menabrak aturan-aturan dalam syariat, karena dalam program itu yang menerima ada yang kaya, juga ada anak-anak yang non-Muslim. Kalau zakat tidak bisa diberikan kepada non-Muslim,” kata mantan Ketua Tanfidziyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur itu.

Zakat emas dan perak - (Tim Infografis)

 

Pengamat Zakat dari Pusat Ekonomi dan Bisnis Syariah Universitas Indonesia, Yusuf Wibisono, mengatakan, sebaiknya dana zakat tidak diperuntukkan untuk mendukung program MBG. Bila usulan dari Ketua DPD itu jadi dilakukan, ia khawatir bahwa kepercayaan (trust) masyarakat pada lembaga-lembaga amil resmi akan tergerus.

"Jangan sampai gagasan zakat untuk program MBG ini akan menurunkan kinerja program-program pemberdayaan OPZ yangg telah berjalan dengan baik selama ini, seperti program pendidikan dan kesehatan gratis untuk rakyat miskin hingga pemberdayaan usaha mikro dan petani gurem," ujar Yusuf Wibisono saat dihubungi, Senin (13/1/2025).

Desain kebijakan MBG saat ini, menurut dia, cenderung masih tidak efisien, rawan dengan korupsi, kurang mendorong ketahanan dan kemandirian pangan, serta kurang mampu memberikan dampak pengganda yang optimal khususnya bagi ekonomi rakyat.

"Pelibatan OPZ, baik LAZ atau Baznas, dalam program MBG sebaiknya dilakukan hanya jika program MBG tidak lagi dilakukan secara tersentralisasi," kata dia.

Dia melanjutkan, jika program MBG sudah dilaksanakan secara terdesentralisasi, dimana pelaksana program adalah pihak sekolah bersama komite sekolah dan orang tua siswa, dengan pengawasan dari dinas pendidikan setempat, maka LAZ dapat terlibat baik sebagai pelaksana maupun pengawas dari pelaksanaan program ini.

Tak kurang dari Presiden Prabowo Subianto menanggapi wacana pembiayaan MBG dengan menggunakan sumber dana dari zakat. Kepala Negara mengatakan, pada prinsipnya semua pihak terbuka untuk ikut berpartisipasi dalam menyukseskan program prioritas pemerintah ini.

“Yang ngurus zakat saya kira ada pengurusnya, tetapi yang jelas dari pemerintah kami siap semua anak-anak Indonesia akan kami beri makan tahun 2025 ini,” kata Presiden saat menjawab pertanyaan wartawan, selepas menghadiri acara Musyawarah Nasional (Munas) Konsolidasi Persatuan Kadin Indonesia, di Jakarta, Kamis (16/1/2025).

 

 

Syariat membolehkan?

Apakah boleh program MBG dibiayai dari dana ZIS? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, Sekretaris Komisi Fatwa MUI KH Miftahul Huda menjelaskan tiga hal.

Pertama, menurut dia, perlu diluruskan terlebih dahulu bahwa harta zakat adalah milik mustahik. Adapun mustahik zakat sudah ditentukan dalam Alquran surah at Taubah ayat ke-60 yaitu sebanyak delapan asnaf (golongan).

Allah SWT berfirman:

اِنَّمَا الصَّدَقٰتُ لِلْفُقَرَاۤءِ وَالْمَسٰكِيْنِ وَالْعٰمِلِيْنَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوْبُهُمْ وَفِى الرِّقَابِ وَالْغٰرِمِيْنَ وَفِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ وَابْنِ السَّبِيْلِۗ فَرِيْضَةً مِّنَ اللّٰهِ ۗوَاللّٰهُ عَلِيْمٌ حَكِيْمٌ

Artinya: "Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang miskin, amil zakat, yang dilunakkan hatinya (mualaf), untuk (memerdekakan) hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang yang berutang, untuk jalan Allah dan untuk orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui, Mahabijaksana."

Karena itu, lanjut Kiai Miftah, jika program MBG diusulkan agar menggunakan dana zakat, maka mustahiknya harus jelas.

"Jadi, kalau misalnya program MBG tersebut karena kekurangan dana dari pemerintah dan dikolaborasikan dengan dana zakat yang dikumpulkan oleh LAZ, maka mustahiknya harus sesuai dengan aturan syariat," kata Kiai Miftah, beberapa waktu lalu.

Kedua, lanjut dia, jika kolaborasi tersebut bersumber dari dana infak atau sedekah, maka perlu ditelusuri apakah infak dan sedekah yang terhimpun penggunaannya terbatas (muqayyadah) ataukah umum (ghairu muqayyadah).

"Jika muqayyadah, seperti ditujukan untuk pembangunan masjid atau pesantren oleh munfiq (orang yang berinfak) atau mutashaddiq (orang yang bersedekah) maka dana infak atau sedekah tersebut tidak dapat digunakan untuk pembiayaan MBG," jelas Kiai Miftah.

Seyogianya, jika pemerintah mengalami keterbatasan anggaran sehingga menggandeng LAZ dalam sinergi pembiayaan program MBG, dana yang dapat digunakan adalah infak atau sedekah muthlaqah (bebas) atau dana sosial keagamaan lainnya.

"Dan dari awal sudah dimaklumkan dalam proposal atau flyer kepada masyarakat yang ingin berdonasi, sehingga dapat diketahui oleh khalayak dan dapat dipertanggungjawabkan," kata Kiai Miftah.



BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler