Ditolak Dunia, Trump Ngotot Pindahkan Warga Gaza Palestina ke Negara Lain
Trump memaksa Mesir dan Yordania menerima warga Gaza Palestina.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, kembali menegaskan usul kontroversialnya untuk merelokasi warga Palestina dari Gaza ke Mesir dan Yordania. Dia bersikeras bahwa kedua negara tersebut akan mematuhi rencananya meskipun mereka telah berulang kali menolak.
"Mereka akan melakukannya. Mereka akan melakukannya. Mereka akan melakukannya, oke? Kami telah melakukan banyak hal untuk mereka, dan mereka akan melakukannya," kata Trump kepada wartawan pada Kamis (30/1). Hal itu dia ungkapkan ketika ditanya apakah dia akan mempertimbangkan langkah-langkah untuk menekan Kairo dan Amman agar menerima rencananya.
Akhir pekan lalu, Trump menyerukan agar Gaza “dibersihkan” dan warga Palestina dipindahkan ke Mesir serta Yordania, dengan menyebut wilayah tersebut sebagai “lokasi pembongkaran” akibat perang genosida Israel.
Namun, kedua negara dengan tegas menolak segala bentuk pemindahan atau pengusiran warga Palestina dari tanah mereka.
Usulan Trump itu mencuat setelah perjanjian gencatan senjata mulai berlaku di Gaza pada 19 Januari yang menangguhkan perang Israel.
Perang tersebut telah menewaskan lebih dari 47.400 warga Palestina, sebagian besar dari mereka adalah perempuan dan anak-anak, sejak serangan lintas batas oleh Hamas pada 7 Oktober 2023, menurut otoritas kesehatan Gaza.
Hampir 1.200 orang tewas pada 7 Oktober di Israel dan 250 orang dibawa ke Gaza sebagai sandera, menurut angka resmi.
Usulan Trump tersebut menuai kecaman luas, dengan para kritikus menyebutnya sebagai bentuk “pembersihan etnis” dan “kejahatan perang.”
Banyak negara di dunia Muslim dan Arab, serta beberapa negara Eropa seperti Prancis, dengan tegas menolak gagasan tersebut.
Alasan dibalik kengototan Trump
Pengamat Timur Tengah, Ryantori menilai, rencana Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menggusur sementara warga Gaza ke Mesir dan Yordania merupakan langkah yang akan mendapatkan penolakan keras dari kedua negara tersebut.
Lantas mengapa Trump Ngotot ingin menggusur warga Gaza ke Mesir dan Yordania?
Ryantori menjelaskan, Yordania dan Mesir memang secara geografis sangat berdekatan dengan wilayah Palestina. Yordania bersebelahan dengan kawasan West Bank atau Tepi Barat, sementara Mesir berbatasan langsung dengan Gaza Strip atau Jalur Gaza.
Namun, menurut dia, dalam hal penerimaan terhadap pengungsi Palestina di wilayah mereka, ada perbedaan mendasar. Yordania membuka kam-kamp pengungsi bagi warga Palestina yang masuk ke wilayahnya bekerja sama dengan badan PBB UNHCR dan UNRWA, seperti Kamp Baqa'a, Kamp Jerash, dan Kamp Wihdat yang cukup besar.
"Kamp-kamp itu menghadapi banyak tantangan seperti kepadatan penduduk, infrastruktur terbatas, tingginya pengangguran," ujar Ryantori.
Sementara, lanjut dia, Mesir sama sekali tidak membuka negaranya untuk penempatan pengungsi Palestina. Begitu pula dalam hal naturalisasi pengungsi.
Meskipun Yordania kerap mengusir pengungsi Palestina keluar dari negaranya terkait kegiatan yang dianggap mengganggu keamanan, namun Yordania juga tercatat memberi kewarganegaraan bagi rakyat Palestina.
"Tidak demikian bagi Mesir. Di Mesir, kewarganegaraan didapat melalui jalur pernikahan dan semisalnya," ucap Ryantori.
Terkait rencana Trump untuk memindahkan warga Gaza ke Mesir dan Yordania, kata dia, jelas akan mendapat penolakan keras dari kedua negara. Karena, menurut dia, warga Gaza korban perang sangat banyak.
"Ini berbicara tentang jumlah manusia yang cukup besar, 2,2 juta jiwa," kata dia.
Ryantori mengungkapkan, Menteri Luar Negeri Yordania sendiri telah menyatakan bahwa warga Palestina untuk Palestina dan warga Yordania menjadi prioritas. Menteri Luar Negeri Mesir juga senada dan menekankan dukungan agar warga Gaza tetap bertahan di Tanah Gaza.
Lantas mengapa warga Gaza harus diusir? Ada apa di Gaza sebenarnya?
Berdasarkan sebuah studi yang dilakukan oleh Badan PBB terkait perdagangan dan pembangunan, Ryantori mengungkapkan bahwa UNCTAD, wilayah Gaza pada khususnya dan Palestina pada umumnya memiliki cadangan gas alam sekitar 122 triliun kaki kubik dan minyak sekitar 1,7 miliar barel.
Karena itu, menurut Ryantori, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) maupun Organisasi Kerjasama Islam (OKI) harus mencegah terjadinya penggusuran warga Gaza dari Tanah Airnya.
"Jadi, PBB harus mencegah terjadinya pengusiran warga Gaza keluar dari wilayahnya. Begitu pula Lembaga Regional dan internasional lainnya seperti Liga Arab dan OKI harus tegas melakukan penolakan terhadap sikap Trump," ujar Ryantori.
Penolakan tersebut, tambah dia, selain berdasarkan adanya penolakan dari negara-negara semisal Yordania dan Mesir serta adanya indikasi perampokan sumber daya alam di Gaza, juga berdasarkan haqqul audah.
"Haqqul audah itu hak untuk kembali dari para pengungsi ke tanah asal mereka, dalam hal ini adalah pengungsi Palestina," kata dia.
Sebelumnya, Trump kembali menyerukan warga Palestina untuk keluar dari Gaza. Ia juga meyakini Mesir dan Yordania akan mematuhi permintaannya untuk menerima warga Palestina.
Seorang jurnalis situs berita AS Axios mengatakan Trump membuat pernyataan terbarunya tentang masa depan Gaza dan penduduknya saat berbicara dengan wartawan di pesawatnya pada Senin (27/1/2025) malam.
“Saya ingin mereka tinggal di tempat tanpa kekerasan. Gaza telah menjadi neraka selama bertahun-tahun. Mereka bisa hidup di daerah yang jauh lebih baik dan nyaman,” kata Trump seperti dikutip Axios.
- trump
- jalur gaza
- mesir tolak warga gaza direlokasi
- relokasi warga gaza
- Palestina
- gaza
- israel
- tel aviv
- netanyahu
- amerika serikat
- operasi badai al aqsa
- thufan al aqsa
- two state solution israel dan palestina
- solusi dua negara palestina dan israel
- perdamaian di palestina
- hamas
- hizbullah
- IDF
- israel defense force
- bantuan untuk palestina
- bantuan untuk gaza
- bantuan kemanusiaan
- bantu palestina
- genosida