Tim Kurator Terbitkan DPT, Utang Sritex Capai Rp 29,88 Triliun

Total nilai tagihan kepada Sritex yang ditolak sebesar Rp 199 miliar.

ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha
Tim kurator telah menetapkan jumlah piutang kepada Sritex mencapai Rp 29,88 triliun.
Rep: Kamran Dikarma Red: Satria K Yudha

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Tim kurator telah merilis daftar piutang tetap (DPT) kepada PT Sri Rejeki Isman Tbk atau Sritex beserta tiga anak perusahaannya yang dinyatakan pailit, Jumat (31/1/2025). Total nilai tagihan yang diterima dan diakui tim kurator Sritex adalah sebesar Rp 29,88 triliun. 

Baca Juga


Jumlah kreditur yang tercantum dalam DPT kepada Sritex sebanyak 1.654 kreditur. Dalam DPT tertera nilai tagihan yang diajukan kreditur kepada Tim Kurator Sritex, yakni sebesar Rp 35,72 triliun. Sementara nilai tagihan yang diakui adalah Rp 29,88 triliun. 

Nilai tagihan kreditur yang diakui Tim Kurator Sritex terdiri atas kreditur preferen sebesar Rp 619,59 miliar, kreditur separatis sebesar Rp 919,77 miliar, dan kreditur konkuren sebesar Rp 28,34 triliun. 

Sementara nilai tagihan kreditur preferen, separatis, serta konkuren yang ditolak tim kurator masing-masing sebesar Rp 50,25 miliar, Rp 2,89 triliun, dan Rp 1,38 triliun. Totalnya yakni Rp 4,32 triliun. 

Sebelumnya tim kurator telah menolak 83 tagihan piutang kreditur Sritex dan tiga anak perusahaannya selaku debitur pailit. Di antara tagihan yang ditolak, terdapat perusahaan terafiliasi bos Sritex, Iwan Kurniawan Lukminto. 

Berdasarkan dokumen tagihan yang dilihat Republika ketika rapat kreditur Sritex digelar di Pengadilan Negeri (PN) Niaga Semarang pada Kamis (30/1/2025), total nilai tagihan kepada Sritex yang ditolak adalah sebesar Rp 199.988.112.356. Salah satu tagihan yang ditolak berasal dari PT Golden Nusajaya. 

PT Golden Nusajaya mempunyai tiga pokok piutang dengan nilai total Rp651,60 juta. "Tagihan ditolak dikarenakan kreditur merupakan afiliasi dari para debitur pailit yaitu Iwan Setiawan selaku pemegang saham terbesar dan menjabat komisaris, kemudian Iwan Kurniawan menjabat direktur utama," demikian bunyi keterangan dari dokumen daftar piutang kreditur yang ditolak Tim Kurator Sritex. 

Tim kurator Sritex juga menolak tagihan dari PT Multi International Logistic dengan nilai piutang plus bunga sebesar Rp 61,02 miliar. "Tagihan ditolak karena underlying dari debitur kepada kreditur adalah perbuatan ilegal. Hal itu berdasarkan Surat Persetujuan Perpanjangan Kredit dari Bank INA kepada kreditur pada poin Persyaratan Umum Lainnya angka 1 yang menyebutkan bahwa debitur menggunakan fasilitas kredit dari bank hanya untuk keperluan sebagaimana dimaksud dalam tujuan penggunaan kredit, bukan untuk penggunaan lainnya," demikian bunyi keterangan pada dokumen. 

Keterangan terkait penolakan tagihan PT Multi International Logistics menambahkan bahwa tagihan kepada PT Sri Rejek Isman, PT Bitratex Industries, dan PT Primayudha Mandirijaya tidak dapat menunjukkan bukti tagihan yang jelas berupa PO, Invoice, dan/atau Perjanjian Kerja Pengiriman Barang. 

Tagihan kreditur lainnya yang ditolak berasal dari PT Jaya Kencana sebesar Rp 36,48 juta. "Tagihan ditolak karena pemasangan unit AC di rumah dinas Banjarsari bersifat pribadi," kata kurator dalam dokumen tagihan piutang yang ditolak. 

Tim kurator juga menolak tagihan dari PT Eterno System Indonesia sebesar Rp 209,98 juta. "Terdapat transaksi setelah pailit dan terdapat invoice yang tidak diperlihatkan aslinya sebesar Rp 44.458.000," ungkap kurator. 

 

 

 

Voting opsi going concern yang diagendakan dilaksanakan dalam rapat kreditur PT Sri Rejeki Isman Tbk atau Sritex batal dilakukan pada Kamis lalu. Para kreditur sepakat meminta tim kurator untuk berembuk dengan manajemen Sritex dan memutuskan apakah going concern atau keberlangsungan usaha dapat dijalankan. 

"Hasil rapat kreditur tadi, para kreditur bersepakat untuk kurator bertemu dengan debitur guna membahas mekanisme terkait dengan kepailitan ini, apakah recovery bagi para kreditur bagus melalui skema going concern atau melalui skema pemberesan," ungkap anggota Tim Kurator Sritex, Denny Ardiansyah, saat diwawancara seusai pelaksanaan rapat kreditur di Pengadilan Negeri Niaga Semarang, Jawa Tengah. 

Dia mengatakan, sebelum pertemuan dengan tim kurator dilaksanakan, manajemen Sritex harus menyiapkan skema kelayakan untuk going concern. "Tujuannya untuk recovery ke para kreditur, proyeksi ke depan," ujar Denny. 

Denny menambahkan, tim kurator dan manajemen Sritex diberi waktu 21 hari untuk melaksanakan pertemuan. "Setelah 21 hari, nanti kami akan mengundang para kreditur untuk hadir lagi rapat di Pengadilan Niaga Semarang untuk membahas hasil pertemuan kami dengan debitur," katanya. 

Sementara itu, Dirut Sritex Iwan Kurniawan Lukminto masih mengharapkan adanya going concern atau keberlanjutan usaha. "Sesuai pernyataan saya minggu lalu mengenai keberlanjutan usaha ini, kami siap untuk bekerja sama. Dan kali ini mungkin kami harus berdiskusi dengan kurator," ucapnya. 

Dalam Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang (UU) Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), disebutkan bahwa debitur kehilangan haknya untuk menguasai dan mengurus kekayaannya yang termasuk dalam harta pailit sejak putusan pailit diucapkan. Oleh sebab itu, jika opsi going concern ditempuh dalam kepailitan Sritex, pelaksanaannya semestinya dilakukan tim kurator. 

Merepons hal tersebut, Iwan mengaku siap menyerahkan pengelolaan Sritex ke tim kurator jika opsi keberlanjutan usaha ditempuh. "Kami ikut aturan saja, terserah dari kurator nanti seperti apa. Apabila mereka merasa bisa me-manage, ya silakan saja, monggo. Kita sudah terbuka kok untuk itu," kata Iwan ketika ditanya awak media apakah akan ada upaya mempertahankan manajemen Sritex di bawah kendalinya jika adanya going concern.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler