Tim Kurator Sritex Tolak Tagihan dari 115 Kreditur
Penolakan tagihan dari 115 kreditur dipengaruhi sejumlah hal.
REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Tim kurator yang mengurus kepailitan PT Sri Rejeki Isman Tbk atau Sritex telah menolak tagihan dari 115 kreditur. Hal itu disampaikan tim kurator seusai melaksanakan rapat verifikasi pencocokan piutang yang dihadiri para kreditur dan direksi Sritex di Pengadilan Negeri (PN) Niaga Semarang, Jawa Tengah, Selasa (21/5/2025).
"Kita sudah memverifikasi kembali dan ada banyak tagihan yang ditolak. Yang ditolak itu ada 115 kreditur," kata Anggota Tim Kurator Sritex, Nurma Candra Yani Sadikin, ketika diwawancara di PN Niaga Semarang, Selasa (21/1/2025) malam.
Dia menambahkan, penolakan tagihan dari 115 kreditur tersebut dipengaruhi sejumlah hal. "Yang jelas tidak memenuhi sesuai dengan undang-undang," ujar Nurma.
Nurma mengungkapkan, sejauh ini terdapat 80-an kreditur konkuren yang sudah terverifikasi tagihannya. "Ini belum (kreditur) separatis dan preferen," ucapnya.
Oleh sebab itu Nurma belum bisa menyampaikan berapa nilai piutang yang ditagihkan kepada Sritex saat ini. "Mungkin setelah kita keluarkan DPT, lalu kita akan informasikan. Nilai pastinya nanti setelah DPT," katanya.
Kendati demikian, anggota tim kurator Sritex lainnya, Denny Ardiansyah, memastikan nilai piutang kepada Sritex akan berada di bawah Rp 32 triliun. "Di bawah itu pastinya," ujar Denny ketika ditanya apakah nilai piutang kepada Sritex masih di kisaran Rp 32 triliun.
Penurunan piutang terjadi karena terdapat tagihan kreditur yang ditolak akibat tak memenuhi syarat. Dalam konferensi pers di Kota Semarang pada 13 Januari 2025 lalu, Denny sempat memaparkan tagihan terhadap Sritex yang telah masuk dan diverifikasi timnya. Menurut Denny, untuk sementara, nilai tagihan mencapai lebih dari Rp 32 triliun.
Jumlah itu terdiri atas nilai tagihan kreditur preferen sebesar Rp 691,42 miliar, tagihan kreditur separatis Rpn7,2 triliun, dan tagihan kreditur konkuren sebesar Rp 24,73 triliun. "Sehingga total tagihan yang saat ini didaftarkan kepada tim kurator adalah sebesar Rp 32,63 triliun,” kata Denny.
Terkait operasional, Direktur Utama PT Sri Rejeki Isma Tbk (Sritex) Iwan Kurniawan Lukminto mengakui bahwa saat ini manajemennya masih mengendalikan aktivitas operasional perusahaannya. Pernyataannya menjawab temuan tim kurator yang menyebut Sritex telah melakukan aktivitas ilegal berupa produksi dan ekspor barang pasca dipailitkan.
"Ya, kami masih menjalankan amanah pemerintah untuk berusaha bagaimana caranya menormalkan operasional di Sritex ini," kata Iwan ketika diwawancara awak media di Pengadilan Negeri Niaga Semarang dan ditanya apakah operasional Sritex masih dilaksanakan manajemennya, Selasa (21/1/2025).
Ketika ditanya perihal temuan tim kurator perihal aktivitas ilegal berupa masih berlangsungnya keluar-masuk bahan baku produksi dan kegiatan ekspor pasca diputus pailit, Iwan merespons dengan jawaban serupa. "Kami berpegangan bahwa kami memegang amanah dari pemerintah bahwa operasional kita harus normal, harus berjalan secara normal," ucapnya.
Dalam konferensi pers di Kota Semarang pada Senin (13/1/2025), anggota Tim Kurator Sritex, Denny Ardiansyah, sempat mengungkap aktivitas bongkar muat barang di pabrik Sritex. Menurutnya, hal itu telah melanggar Undang-Undang (UU) Kepailitan dan PKPU.
"Berdasarkan investigasi yang tim kurator lakukan, ditemukan fakta bahwa pada malam hari, debitur pailit, terutama PT Sri Rejeki Isman Tbk melakukan aksi ilegal dengan memasukkan dan mengeluarkan barang, baik bahan baku maupun barang jadi, yang diekspor dengan dukungan dari Bea Cukai secara ilegal. Selain Sritex juga ada (PT) Primayudha (Mandirijaya)," kata Denny.
Denny menambahkan, timnya memiliki bukti foto dan video terkait aktivitas tersebut. Dia menjelaskan, masih berlangsungnya aktivitas usaha Sritex dan anak perusahaannya telah melanggar UU Kepailitan dan PKPU.
"Para debitur ini masih tetap menjalankan perusahaannya seperti seolah-olah tidak terjadi kepailitan. Hal ini jelas telah melanggar Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang Kepailitan dan PKPU," ujar Denny.
Denny mengatakan, berdasarkan UU Kepailitan dan PKPU, tugas tim kurator adalah melakukan pengurusan dan atau pemberesan harta debitur pailit. "Kemudian Pasal 24 ayat (1), debitur demi hukum kehilangan haknya untuk menguasai dan mengurus kekayaannya yang termasuk dalam harta pailit sejak putusan pailit diucapkan," ucapnya.