Hamas: Mayoritas Tahanan Palestina yang akan Dibebaskan Israel Anggota Fatah
Sebanyak 54 dari tahanan yang dibebaskan adalah anggota Fatah.
REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA — Kelompok Perlawanan Palestina, Hamas, pada Jumat (31/1) merilis daftar nama 183 tahanan Palestina di penjara Israel yang dijadwalkan dibebaskan pada Sabtu (1/2/2025). Pembebasan tahanan Palestina tersebut sebagai bagian dari kesepakatan gencatan senjata dan pertukaran tahanan dengan Israel.
Dalam sebuah pernyataan, Kantor Informasi Tahanan yang dikelola Hamas mengemukakan bahwa mereka yang akan dibebaskan termasuk 18 orang yang menjalani hukuman seumur hidup, 54 orang yang menjalani hukuman jangka panjang, dan 111 warga Palestina dari Gaza yang ditangkap setelah 7 Oktober 2023.
Menurut pernyataan tersebut, sebanyak 54 dari tahanan yang akan dibebaskan pada Sabtu adalah anggota Fatah, delapan orang anggota Hamas, enam orang terafiliasi dengan Jihad Islam, dua orang dari Front Populer untuk Pembebasan Palestina (PFLP), dan dua dari Front Demokratik untuk Pembebasan Palestina (DFLP).
Pernyataan tersebut juga menyebutkan bahwa tujuh tahanan akan dideportasi setelah dibebaskan dari penjara Israel. Sebelumnya pada Jumat pagi, Brigade Al-Qassam, sayap bersenjata Hamas, mengumumkan nama tiga tawanan Israel yang akan dibebaskan pada Sabtu.
"Sebagai bagian dari kesepakatan pertukaran tahanan Banjir Al-Aqsa, Brigade Al-Qassam telah memutuskan untuk membebaskan tawanan Israel berikut pada Sabtu, 1 Februari 2025: Ofer Calderon, Keith Samuel Siegel, dan Yarden Bibas," kata Juru Bicara Brigade Al-Qassam, Abu Ubeida.
Di bawah tahap pertama kesepakatan, yang akan berlangsung selama 42 hari, sebanyal 33 tawanan Israel akan dibebaskan dengan imbalan sekitar 1.700-2.000 tahanan Palestina.
Hamas membebaskan tiga sandera Israel dan lima sandera Thailand di Gaza pada Kamis, sementara Israel membebaskan 110 tahanan Palestina. Ini merupakan pertukaran ketiga sejak kesepakatan gencatan senjata antara Israel dan Hamas mulai berlaku pada 19 Januari.
Perang genosida Israel telah menewaskan lebih dari 47.400 warga Palestina, sebagian besar wanita dan anak-anak, di Gaza sejak 7 Oktober 2023.
Kelompok Den Haag
Sembilan negara mengumumkan pembentukan "Kelompok Den Haag" pada Jumat (31/1) untuk membela hak-hak Palestina.
Perwakilan dari Afrika Selatan, Malaysia, Namibia, Kolombia, Bolivia, Chili, Senegal, Honduras dan Belize berkumpul di Den Haag dalam sebuah pertemuan yang diselenggarakan oleh Progressive International, sebuah organisasi politik internasional, untuk mengoordinasikan langkah-langkah hukum, diplomatik, dan ekonomi terhadap pelanggaran hukum internasional oleh Israel.
Setelah diskusi tersebut, sembilan negara mengumumkan pembentukan Kelompok Den Haag yang menurut mereka "terbentuk karena kebutuhan."
Kelompok tersebut mengatakan bahwa mereka berduka atas hilangnya nyawa, mata pencaharian, komunitas, dan warisan budaya akibat tindakan genosida Israel di Jalur Gaza dan sisa Wilayah Palestina yang Diduduki terhadap rakyat Palestina.
Mereka mencatat bahwa mereka menolak untuk "tetap pasif" dalam menghadapi kejahatan internasional tersebut.
Kelompok itu mengatakan bahwa mereka "bertekad untuk menegakkan kewajiban kami untuk mengakhiri pendudukan Israel atas Negara Palestina dan mendukung terwujudnya hak yang tidak dapat dicabut dari Rakyat Palestina untuk menentukan nasib sendiri, termasuk hak atas Negara Palestina yang merdeka."
Sebuah pernyataan menyatakan niat kelompok tersebut untuk mendukung permintaan Mahkamah Pidana Internasional (ICC) dan, dalam kasus negara-negara pihak, mematuhi kewajiban kami berdasarkan Statuta Roma, berkenaan dengan surat perintah penangkapan bagi pejabat Israel dan menerapkan tindakan sementara ICJ.