Warga Semarang Masih Kesulitan Peroleh Gas Elpiji 3 Kilogram
Pengecer sudah tak diizinkan menjual gas elpiji melon.
REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Warga di Kota Semarang, Jawa Tengah, mengalami kesulitan untuk memperoleh gas elpiji ukuran tiga kilogram. Hal itu dipicu pelarangan penjualan elpiji "melon" oleh pengecer.
Didik Setiawan (39 tahun), warga kecamatan Gunungpati, mengungkapkan, dia kesulitan memperoleh gas elpiji tiga kilogram sejak beberapa hari terakhir. "Ini sudah tiga hari, sulit sekali mendapatkan elpiji tiga kilogram," katanya ketika diwawancara, Selasa (4/2/2025).
Dia mengaku mengetahui informasi bahwa pengecer sudah tak diizinkan menjual gas elpiji melon. Karena itu, Didik terpaksa harus mencari ke pangkalan gas elpiji. Jarak pangkalan elpiji terdekat dari rumahnya yakni empat kilometer.
"Datangnya seminggu sekali. Tetangga saya sudah ke sana, barangnya habis, jadi harus menunggu seminggu lagi," kata Didik.
Pengalaman seperti Didik turut dialami Sumiyati (48 tahun), warga Kecamatan Gayamsari, Kota Semarang. Sumiyati mengatakan, warung-warung pengecer tempat dia biasa membeli elpiji tiga kilogram sudah tak memiliki stok isi ulang sejak beberapa hari terakhir.
Sumiyati pun sempat menyambangi salah satu pangkalan elpiji di dekat rumahya. Namun stoknya belum tersedia.
"Saya akhirnya dapat (gas elpiji melon) di sebuah warung. Tapi setelah dipakai cuma sehari, isinya langsung habis," ujarnya
Dia curiga gas melon yang dibelinya sudah dioplos. "Karena biasanya gas habis tuh bisa sampai dua atau tiga minggu," kata Sumiyati.
Sumiyati berharap ada langkah dari pemerintah untuk memudahkan warga memperoleh gas elpiji tiga kilogram. "Kalau harus ke pangkalan seperti ini agak repot," katanya.
Yunika Wulandari (25 tahun), pemilik pangkalan elpiji di Kelurahan Podorejo, Kecamatan Ngaliyan, Kota Semarang, mengungkapkan, pasokan gas elpiji melon sudah mulai seret sejak akhir Januari. Hal itu kemudian dibarengi dengan lonjakan warga yang mencari gas melon ke pangkalan. "Barang datang hari ini langsung habis," ucap Yunika.
Yunika mengatakan, dalam sepekan, dia hanya menerima satu kali pasokan dari agen. Untuk elpiji ukuran tiga kilogram, jumlahnya berkisar antara 50 hingga 70 tabung. Meski terjadi lonjakan pencari gas melon ke pangkalannya, Yunika menyebut tak ada antrean yang mengular. Para pembeli pun diwajibkan menunjukkan KTP.
Yunika berharap pasokan elpiji melon ke pangkalannya dapat ditambah. "Saya harap bisa tiga kali dalam seminggu dikirim agen," ujarnya.
Sementara itu, pangkalan elpiji di SPBU Pertamina di Jalan Ahmad Yani Semarang juga sudah tak memiliki stok elpiji tiga kilogram. "Sudah dari Desember kosong," kata seorang petugas ketika ditemui di lokasi.
Kepala Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Jawa Tengah (Jateng) Budyo Darmawan membantah anggapan adanya kelangkaan elpiji tiga kilogram di daerah-daerah di Jateng, termasuk Semarang. "Sebenarnya bukan kelangkaan. Bahwa yang terjadi ini sedang terjadi penyesuaian-penyesuaian, transisi. Kalau kelangkaan tidak," ujarnya ketika diwawancarai media di kantornya.
Budyo mengungkapkan, tahun ini Jateng memperoleh kuota gas 1.213.906 metrik ton. Menurutnya jumlah tersebut cukup besar untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Jateng. "Dan ini baru Januari, Februari. Kalau kelangkaaan itu agak kurang masuk akal," ucapnya.
Menurut Budyo, saat ini pemerintah memang sedang berusaha memperketat pendistribusian gas elpiji tiga kilogram. Sebab gas melon merupakan barang disubsidi pemerintah. Karena itu pendistribusiannya harus dipantau.
Budyo mengatakan, pendistribusian gas elpiji tiga kilogram dilaksanakan oleh Pertamina Patra Niaga dan berkoordinasi dengan dinas ESDM serta dinas perindustrian dan perdagangan. Dia menjelaskan, setelah diproduksi atau diisi ulang di Stasiun Pengisian Bulk Elpiji (SPBE), gas elpiji akan didistribusikan ke agen.
Agen kemudian melanjutkan rantai distribusi ke pangkalan. "Dalam tata niaga (pendistribusian gas elpiji), sudah terakhir di pangkalan," kata Budyo.
Namun karena masyarakat selalu ingin memperoleh gas elpiji dengan akses lebih mudah, muncul pengecer-pengecer. Budyo mengungkapkan, pangkalan menjual gas elpiji dengan harga eceran tertinggi (HET). HET gas melon tahun ini yaitu Rp18 ribu. "Harusnya masyarakat mendapatkan harga elpiji itu (dengan harga) segitu," ucapnya.
Namun karena gas elpiji di pangkalan diboyong oleh pengecer, harga jual ke masyarakat meningkat. "Kan ada margin. Mereka (pengecer) kan harus ada keuntungan," kata Budyo.
Menurutnya hal itu yang berusaha dibenahi pemerintah. Budyo mengatakan, saat ini pemerintah mendorong para pengecer untuk menjadi pangkalan gas elpiji. Namun dia mengakui hal itu tak mudah dilakukan. Hal itu karena pangkalan memiliki kewajiban dan tuntutan administrasi tertentu.
"Pengecer untuk menjadi pangkalan, dia dituntut kewajiban administrasi, mencatat, siapa yang membeli, dan sebagainya. Ini yang membuat pengecer itu agak sulit kita dorong untuk menjadi pangkalan," ujar Budyo.