Pengamat: Pemangkasan Anggaran Ancam Aspek Keselamatan Sektor Transportasi

Empat orang meninggal dunia setiap satu jam karena kecelakaan di jalan.

Dok BP BATAM
Pembangunan infrastruktur. Pengamat infrastuktur menyayangkan berkurangnya anggaran Kementerian PU.
Rep: Muhammad Nursyamsi Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Transportasi Deddy Herlambang menilai aspek keselamatan di sektor transportasi masih kurang mendapatkan perhatian serius dari pemerintah. Menurut Deddy, aspek ini tidak bisa ditawar dengan alasan efisiensi anggaran, baik di Kementerian Perhubungan (Kemenhub) maupun Kementerian Pekerjaan Umum (PU).

Baca Juga


"Kita sudah krisis keselamatan. Data Korlantas 2024 mencatat empat orang meninggal dunia setiap satu jam karena kecelakaan di jalan. Itu belum termasuk yang mengalami luka berat maupun ringan, baik cacat sementara atau permanen," ujar Deddy saat dihubungi Republika di Jakarta, Rabu (5/2/2025).

Deddy mencontohkan insiden kecelakaan truk di gerbang Tol Ciawi yang menewaskan delapan orang. Menurut Deddy, kecelakaan tersebut menjadi bukti pemerintah tidak pernah serius menekan kebijakan zero Over Dimension and Over Loading (ODOL).

"Tingkat kecelakaan truk ODOL setiap tahun itu bertambah," ucap Deddy. 

Deddy mengkritisi rencana pemerintah memangkas alokasi anggaran untuk sektor transportasi. Deddy menyebut program makan bergizi gratis (MBG) yang dicanangkan pemerintah tidak seharusnya mengorbankan keselamatan di jalan.

"Kita sehat dan pintar, lalu mati di jalan, buat apa?" tanya Deddy.

Deddy menyampaikan pemerintahan Prabowo-Gibran tidak memiliki keberpihakan terhadap sektor transportasi dan infrastruktur. Padahal, lanjut Deddy, kedua sektor ini penting dalam menopang keberhasilan program MBG. 

"Kita menyesalkan program utama Presiden Prabowo Subianto tidak memasukkan transportasi dan infrastruktur menjadi prioritas, program pendukung pun tidak. Lalu bagaimana mau deliver MBG bila akses jalan di daerah-daerah tidak ada," sambung Deddy. 

 

 

Deddy berharap Prabowo meninjau kembali rencana memangkas anggaran, terutama untuk sektor infrastruktur dan transportasi. Deddy menyampaikan peningkatan aspek keselamatan tentu memerlukan dukungan dari segi anggaran.

"Aspek keselamatan dan aksesibilitas masih perlu dana besar perencanaan, kajian, pengawasan, dan evaluasi yang cermat agar kita bisa menekan angka kecelakaan di jalan," kata Deddy. 

Hal senada juga disampaikan Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno. Djoko berharap Prabowo mengkaji ulang rencana penghematan sektor transportasi di Kementerian Perhubungan sebesar Rp 17,9 triliun dari semula Rp 31,5 triliun.

"Pemotongan anggaran jangan membabi buta yang akhirnya malah sulit mengantisipasi masalah kecelakaan karena data menjadi terbatas. Anggaran keselamatan di Kemenhub jangan dikurangi apalagi dipangkas," ujar Djoko. 

Djoko meminta program-program yang menyangkut pelayanan publik dasar seperti keselamatan, transportasi umum, kesehatan, pendidikan, infrastruktur jalan menjadi korban atas ambisi program MBG. Djoko menyebut efisiensi sebaiknya menyasar terhadap fasilitas sarana dan prasarana pejabat seperti mobil dinas dan perjalanan dinas tidak penting.

"Program MBG sangat baik, namun harus selektif dan terencana dengan cermat supaya tidak mengurangi apalagi mengorbankan anggaran kebutuhan dasar masyarakat," ucap Djoko. 

Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata itu mengingatkan alokasi anggaran subsidi transportasi juga memiliki tujuan mulia dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat, mendorong pertumbuhan ekonomi lokal, mengurangi biaya hidup masyarakat, menjamin kelangsungan pelayanan angkutan barang, mengurangi disparitas harga bahan pokok dan komoditas barang tertentu, dan menurunkan polusi udara. 

"Di sisi lain, anggaran Kementerian PU semula Rp 110,9 triliun dipangkas Rp 81,3 triliun, menyisakan Rp 29,6 triliun. Dapat dikatakan sangat minim anggaran membangun infrastruktur dasar dan anggaran untuk bencana yang merusak infrastruktur dasar," lanjut Djoko. 

Djoko mempertanyakan keputusan Prabowo yang tidak menjadikan sektor insfrastruktur dan transportasi sebagai program utama atau pendukung. Djoko menyampaikan infrastruktur dan transportasi merupakan kebutuhan utama dalam menentukan kemajuan suatu wilayah yang berujung kesejahteraan masyarakat.

"Apakah bisa efektif program utama dan pendukung tanpa adanya dukungan infrastruktur dan transportasi? Rasanya tidak karena daerah miskin dipastikan aksesibilitas sangat buruk dengan tidak adanya infrastuktur dan transportasi yang memadai," kata Djoko.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler