Trump Caplok Gaza, Penulis Media AS: Tidak Realistis

Trump harus mengukuhkan solusi dua negara Palestina dan Israel.

AP Photo/Jehad Alshrafi
Warga Palestina menggendong anaknya saat berjalan kaki pulang kembali menuju rumah mereka di Jalur Gaza Utara, Senin (27/1/2025). Ribuan warga Palestina untuk pertama kalinya kembali ke rumah mereka di wilayah Gaza Utara yang sebelumnya ditutup oleh Israel.
Red: Erdy Nasrul

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Pernyataan Presiden AS Donald Trump baru-baru ini untuk mengambil alih Gaza telah memicu kontroversi internasional. Hal itu telah dikritik oleh berbagai pemimpin dan analis global.

Baca Juga


Usulannya mencakup rencana untuk memindahkan penduduk Palestina secara permanen dari Gaza dan membangun kembali wilayah yang hancur akibat perang, yang menimbulkan kekhawatiran tentang pembersihan etnis dan meningkatnya kerusuhan di Timur Tengah .

Kendati rencana ini tak terduga dari Trump, menurut surat kabar internasional, rencana ini sejalan dengan pernyataan-pernyataannya sebelumnya tentang perluasan kawasan, seperti gagasan untuk mengakuisisi Greenland atau mendapatkan kembali kendali atas Terusan Panama, tetapi usulan mengenai Gaza memiliki dampak yang berbeda, karena muncul pada saat yang sensitif setelah berbulan-bulan perang di kawasan tersebut.

Lokasi pembongkaran

Dalam sebuah artikel yang diterbitkan di Washington Post, kolumnis Ishaan Tharoor menyoroti visi kontroversial Trump, yang mencakup "pengambilalihan Gaza dalam jangka panjang."

Menurut artikel tersebut, Trump mengusulkan selama pertemuannya dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pada hari Selasa agar Amerika Serikat mengambil alih pembangunan kembali Gaza, dengan mengatakan bahwa ia dapat mengubah Gaza dari "lokasi pembongkaran menjadi 'Riviera Timur Tengah'," merujuk pada Riviera Prancis yang mewah dan makmur secara ekonomi.

 

Sejalan dengan tujuan Israel

Trump mengisyaratkan bahwa banyak warga Gaza mungkin tidak akan kembali ke Gaza, dan bahkan menyatakan keyakinannya bahwa penduduk daerah tersebut mungkin lebih memilih untuk meninggalkan wilayah tersebut secara permanen. Ini merupakan langkah yang mengejutkan banyak orang, menurut artikel tersebut.

Trump membenarkan usulannya dengan mengatakan bahwa rakyat Gaza telah sangat menderita akibat perang dan "berhak mendapatkan kehidupan yang lebih baik," menggambarkan situasi mereka seperti tinggal di neraka, dan mengklaim bahwa sebagian besar penduduk tidak ingin kembali ke tempat yang hancur akibat perang yang berulang.

Penulis yakin bahwa usulan Trump sejalan dengan tujuan Israel untuk mengisolasi Hamas dari kekuasaan, dan bagi Palestina, tindakan Trump tidak lebih dari sekadar strategi yang bertujuan untuk menggusur mereka, yang oleh beberapa analis internasional dianggap sebagai bagian dari upaya yang lebih luas untuk menghilangkan hak hukum Palestina untuk menentukan nasib sendiri , "pembersihan etnis," dan penolakan terhadap solusi dua negara.

Uni Emirat Arab menolak

Kementerian Luar Negeri Uni Emirat Arab (UAE) menolak gagasan memindahkan warga Palestina dari Gaza, yang sebelumnya disuarakan oleh Presiden Amerika Serikat Donald Trump. Pada Selasa, Trump menyebut Gaza sebagai "lokasi pembongkaran" dan mengisyaratkan bahwa warga Palestina tidak punya pilihan selain pergi.

Dia juga menambahkan bahwa bahwa dia ingin Yordania dan Mesir menerima warga Palestina dari Jalur Gaza. Trump juga mengatakan bahwa AS akan "mengambil alih" Gaza dan bertanggung jawab atas rekonstruksi di wilayah tersebut.

"UAE lebih lanjut menegaskan penolakan tegasnya terhadap segala bentuk pelanggaran hak-hak warga Palestina yang tidak dapat dicabut, dan segala upaya pengusiran," kata kementerian tersebut dalam sebuah pernyataan pada Rabu.

Mereka juga menegaskan kembali pentingnya menghentikan segala bentuk aktivitas permukiman yang mengancam stabilitas regional dan merusak peluang untuk terciptanya perdamaian dan hidup berdampingan. Kementerian itu mendesak masyarakat internasional, PBB, dan Dewan Keamanan PBB untuk mengakhiri tindakan ilegal yang bertentangan dengan hukum internasional.

"Prioritas pascagencatan senjata di Jalur Gaza harus difokuskan pada penghapusan ekstremisme, ketegangan, kekerasan, dan pemberian perlindungan bagi seluruh warga sipil, serta memfasilitasi pengiriman bantuan kemanusiaan yang mendesak, aman, dan berkelanjutan ke Jalur Gaza," tambah pernyataan itu. Gagasan pemindahan paksa warga Palestina juga ditolak oleh Mesir, Belgia, Kuba, Aljazair, Yordania, Prancis, Brasil, Spanyol, China, dan negara-negara lain. 

Dukungan internasional

Situasi pascakonflik di Jalur Gaza memerlukan upaya kolektif dari komunitas internasional, ujar Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Qatar, Majed Al-Ansari, kepada Fox News.

"Kami jelas sedang mendiskusikan situasi pascaperang di Jalur Gaza. Banyak gagasan telah muncul dari berbagai pihak, termasuk Amerika Serikat, dan kami menghargai kemitraan dengan AS dalam upaya mediasi," kata Al Ansari.

"AS, bersama kami dan Mesir, adalah mediator sekaligus pemantau implementasi perjanjian (gencatan senjata) ... Pernyataan-pernyataan ini, serta lainnya, merupakan bagian dari diskusi yang lebih luas mengenai situasi pascaperang," ujar Al Ansari melanjutkan.

 

"Tidak ada satu pihak pun di dunia yang bisa melakukannya (pembahasan gencatan senjata Gaza) sendiri. Ini harus menjadi upaya internasional yang dipimpin oleh negara-negara seperti Amerika Serikat agar perdamaian yang berkelanjutan dapat terwujud," ujar Al-Ansari pada Rabu (5/2).

Ia menekankan bahwa terlalu dini untuk membahas situasi pascaperang di Gaza karena belum ada kejelasan mengenai bagaimana konflik ini akan berakhir.

Meskipun demikian, Qatar memiliki rencana rekonstruksi sendiri yang tidak mencakup pemindahan warga Palestina dari wilayah tersebut.

Pada Selasa, Presiden AS Donald Trump menyebut Gaza sebagai "lokasi pembongkaran" dan menyatakan bahwa warga Palestina tidak memiliki pilihan selain keluar dari wilayah tersebut.

Ia juga mengusulkan agar Yordania dan Mesir menerima pengungsi dari Gaza, serta menambahkan bahwa AS akan "mengambil alih" Gaza dan bertanggung jawab atas rekonstruksi kawasan itu.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler