Anis Matta Tolak Rencana Trump Relokasi Warga Palestina dari Gaza
Anis Matta mengatakan, relokasi warga Gaza sama saja dengan mengusir warga Gaza.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Wakil Menteri Luar Negeri (Wamenlu) RI Muhammad Anis Matta menolak tegas usulan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang menyampaikan ingin merelokasi warga Palestina di Jalur Gaza ke negara lain.
"Ada pun rencana (presiden Amerika Serikat) untuk relokasi warga Gaza, ya itu pasti kita tolak," kata Wamenlu Anis Matta kepada Republika di gedung Konstitusi Kemenlu RI, Kamis (6/2/2025)
Anis Matta mengatakan, relokasi warga Gaza sama saja dengan mengusir warga Gaza. Bahasa merelokasi artinya mengusir warga Gaza tapi dengan bahasa yang halus.
"Jadi pasti kita (Indonesia) tolak (rencana Donald Trump) itu, tapi yang lebih penting lagi pasti masyarakat Gaza juga menolak (rencana tersebut)," ujar dia.
Wamenlu mengungkapkan, warga Gaza menghadapi pembantaian dan genosida yang dilakukan Israel saja tidak pergi meninggalkan Gaza. Menurut dia, jikalau hanya pembangunan ulang, tentu warga Gaza tidak akan pergi.
Menurut dia, semua negara sekarang ini terutama negara-negara di Timur Tengah sudah menyatakan juga penolakannya atas gagasan Presiden Trump merelokasi warga Gaza.
"Dan memang ini (rencana Presiden Amerika) saya kira bertentangan ya, dan Kementerian Luar Negeri RI sudah menyampaikan pernyataan resmi menolak soal gagasan (Presiden Trump) ini," ujar Anis Matta.
Rencana Presiden Amerika Serikat Donald Trump untuk merelokasi warga Palestina ke luar Jalur Gaza dan supaya AS menguasai wilayah tersebut merupakan wacana yang "tak bermoral", ucap Pelapor Khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Palestina, Frencesca Albanese.
Albanese dalam konferensi pers di Kopenhagen, Denmark, pada Rabu (6/2/2025), mengecam rencana tersebut yang justru dapat memperburuk konflik kawasan."(Rencana tersebut) melanggar hukum, tak bermoral, dan benar-benar tak bertanggung jawab ... apa yang dia usulkan benar-benar tak masuk akal," kata Albanese.
Wacana Trump tersebut, kata dia, merupakan provokasi untuk melakukan pengusiran paksa yang merupakan sebuah kejahatan internasional. Albanese kemudian mendesak komunitas internasional yang terdiri dari 193 negara berdaulat untuk bertindak lebih tegas dengan memberi apa yang AS inginkan yakni isolasi.
Ia pun menepis anggapan bahwa insentif ekonomi dapat menjadi jawaban terhadap konflik di Timur Tengah yang berlarut-larut."Sudah sangat lama komunitas internasional menangani isu Palestina sebagai hal yang bisa diselesaikan melalui pembangunan, insentif ekonomi, dan bantuan kemanusiaan," kata dia.
Meskipun mengakui pentingnya pembangunan ekonomi, pelapor khusus PBB itu menegaskan bahwa hak-hak dasar rakyat Palestina tak boleh sampai dikorbankan."Perdamaian melalui pembangunan ekonomi hanyalah harapan untuk menyerah dan tidak akan bermanfaat," ucap Albanese.
"Satu-satunya cara menghentikan kekerasan adalah untuk memberi peluang bagi perdamaian melalui kebebasan," kata dia.