Pertumbuhan Ekonomi Melambat, Rupiah Tertekan
Rupiah melemah 48,50 poin atau 0,30 persen menuju level Rp 16.341 per dolar AS.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nilai tukar mata uang rupiah mengalami pelemahan pada perdagangan Kamis (6/2/2025). Pengamat menilai dari sisi global, rupiah tertekan seiring dengan kondisi pasar yang mewanti-wanti dampak perang dagang, sedangkan dari domestik rupiah melemah karena kondisi perlambatan pertumbuhan ekonomi nasional.
Mengutip Bloomberg, rupiah melemah 48,50 poin atau 0,30 persen menuju level Rp 16.341 per dolar AS pada penutupan perdagangan Kamis (6/2/2025). Pada perdagangan sebelumnya, rupiah berada di level Rp 16.292 per dolar AS.
"Para pedagang tetap waspada terhadap perang dagang yang sedang terjadi antara AS dan China setelah Washington memberlakukan tarif perdagangan baru terhadap Beijing Sentimen terhadap China terpukul oleh Presiden AS Donald Trump yang mengenakan tarif perdagangan sebesar 10 persen terhadap negara tersebut," kata Pengamat Mata Uang Ibrahim Assuaibi dalam keterangannya, Kamis (6/2/2025).
Ibrahim mengatakan, China membalas AS dengan tarif dan kontrol ekspornya sendiri, yang berpotensi menandai dimulainya perang dagang baru antara ekonomi terbesar di dunia.
"Analis JPMorgan pun memperingatkan bahwa perang dagang AS-China kemungkinan akan meningkat lebih lanjut, dan bahwa ekspektasi dasar mereka adalah bahwa Trump akan menindaklanjuti dengan tarif 60 persen terhadap China," ujarnya.
Di samping itu, Ibrahim melanjutkan, sentimen juga datang dari Jepang mengenai kebijakan suku bunga. Komentar dari anggota dewan Bank of Japan (BOJ) Naoki Tamura, yang memperingatkan bahwa pertumbuhan upah dan inflasi yang stabil dapat menyebabkan bank menaikkan suku bunga menjadi 1 persen pada paruh kedua tahun 2025, telah memicu reli yen yang lebih panjang, setelah data upah yang lebih kuat dari perkiraan untuk bulan Desember mendukung mata uang tersebut awal minggu ini.
Yen tetap didukung oleh meningkatnya permintaan safe haven di tengah meningkatnya kekhawatiran perdagangan global. Kenaikan 25 basis poin oleh BOJ juga mendorong mata uang tersebut sejak akhir Januari.
"Fokus minggu ini sekarang adalah pada data utama penggajian nonpertanian AS yang akan dirilis pada hari Jum’at, untuk isyarat lebih lanjut tentang suku bunga. setiap tanda-tanda ketahanan di pasar tenaga kerja dapat mendukung dolar," jelasnya.
Dari dalam negeri, Ibrahim mengungkapkan ada pengaruh data pertumbuhan ekonomi terbaru yang mengalami perlambatan. Kondisi itu menyebabkan Mata Uang Garuda mengalami tekanan.
"Pertumbuhan ekonomi tercatat terus melambat dalam dua tahun terakhir. Ekonom meyakini ketidakberpihakan pemerintah terhadap kelas menengah menjadi penyebab utamanya," ujarnya.
Diketahui, data Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2024 sebesar 5,03 persen. Angka tersebut terendah sejak pandemi Covid dimana pada 2022 angkanya sebesar 5,31 persen, sedangkan pada 2023 sebesar 5,05 persen.
Ibrahim menyebut, meski masih berada pada level 5 persen, tetapi melambat ke 5,03 persen. Selama ini, konsumsi rumah tangga kerap menjadi komponen terbesar pembentuk produk domestik bruto (PDB). Misalnya pada 2024, distribusi konsumsi rumah tangga mencapai 54,04 persen terhadap pertumbuhan ekonomi.
Secara historis, BPS mencatat pertumbuhan konsumsi rumah tangga tidak pernah lebih dari 5 persen sejak 2020. Selama itu juga, pertumbuhan konsumsi rumah tangga kerap di bawah pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.
Belakangan beban hidup masyarakat kelas menengah semakin besar. Masalahnya, kelas menengah merupakan kelompok masyarakat yang paling berkontribusi atas pertumbuhan konsumsi rumah tangga. Misalnya selama 2024, banyak barang/jasa kebutuhan kelas menengah yang terus naik harganya seperti transportasi untuk liburan hingga pulsa/paket data.
"Pemerintah selama ini seakan hanya fokus mengeluarkan kebijakan yang berpihak kepada kelas bawah seperti lewat bantuan sosial (bansos). Sementara itu, kelas menengah malah terbebani dengan berbagai pungutan pajak dan sejenisnya. Oleh sebab itu, tidak heran apabila konsumsi rumah tangga tidak bisa tumbuh lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan," ungkapnya.
Menurut analisis Ibrahim, dengan adanya berbagai sentimen tersebut, rupiah diprediksi akan melanjutkan pelemahan pada perdagangan Jumat (7/2/2025).
"Diprediksi untuk perdagangan besok, mata uang rupiah fluktuatif namun ditutup melemah di rentang Rp 16.310- Rp 16.400 per dolar," tutupnya.