Tak Seperti Kemlu, Wakil Ketua MPR Dorong RI Masuk The Hague Group untuk Lawan Israel

HNW menegaskan, sewajarnya Indonesia segera bergabung The Hague Group.

Republika/Thoudy Badai
Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid
Red: A.Syalaby Ichsan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Wakil Ketua MPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) Dr. H. M Hidayat Nur Wahid, MA mengapresiasi sejumlah negara yang tergabung di dalam ‘The Hague Group’ beberapa waktu lalu. Kelompok yang didirikan sembilan negara ini menyepakati agar keputusan ICC dan ICJ lebih konkret diwujudkan, juga memberikan sanksi boikot secara ekonomi dan diplomatik terhadap Israel secara kolektif, serta mendukung seruan mereka agar negara-negara lain juga bersikap seperti kesepakatan dari “The Hague Group”.

Baca Juga


HNW menegaskan, sangat sewajarnya bila Indonesia juga segera bergabung dan bersama-sama menggalang dukungan negara-negara anggota ASEAN, OKI, dan PBB, terutama negara-negara yang sudah menyetujui Resolusi SU PBB yang mengabulkan fatwa dari ICJ. Hal ini terkait dengan ilegalnya pendudukan Israel atas tanah Palestina dan keharusan Israel meninggalkannya, serta 173 negara anggota PBB yang sudah memutuskan mengakui Palestina sebagai negara merdeka.

“Seharusnya Pemerintah Indonesia sebagai pihak yang secara konstitusional dan konsisten mendukung kemerdekaan Palestina dan menolak penjajahan Israel, untuk membersamai sebagai inisiator grup tersebut. Namun untuk aksi yang mulia seperti itu, lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali, sehingga Pemerintah melalui Kementerian Luar Negeri (Kemlu) bisa bergerak cepat mengambil peran strategis, mewujudkan ketentuan Konstitusi dan membayar utang sejarah Indonesia terhadap Palestina ,” ujar dia di Jakarta, belum lama ini, seperti dikutip laman resmi MPR.

Sebagai informasi, The Hague Group didirikan oleh sembilan negara, terdiri dari Afrika Selatan, Belize, Bolivia, Kolombia, Kuba, Honduras, Malaysia, Namibia, dan Senegal, sedang memperjuangkan keadilan bagi rakyat Palestina dengan diberlakukannya putusan-putusan Internasional Court of Justice (Mahkamah Internasional) dan Internasional Criminal Court (Mahkamah Pidana Internasional) yang berkantor pusat di Hague (Den Haag). Nama grup itu diambil dari kota dua mahkamah internasional itu berkedudukan, yakni di Den Haag (The Hague), Belanda.

The Hague Group mengeluarkan beberapa poin penting dalam bentuk joint statement, yang isinya di antaranya adalah menegakkan Resolusi PBB No. A/RES/Es-10/24, mendukung gugatan ke Mahkamah Pidana Internasional beserta kewajiban dalam Statuta Roma termasuk surat penangkapan kepada pimpinan Israel terutama Netanyahu, dan mengimplementasikan tindakan sementara terhadap Palestina sesuai advisory opinion Mahkamah Internasional.

Mereka juga menegaskan usahanya untuk mencegah transfer senjata ke Israel yang digunakan untuk melakukan kejahatan kemanusiaan dan menolak pelabuhan di wilayah sembilan negara tersebut sebagai tempat bersandar kapal-kapal untuk kepentingan militer Israel.

HNW sapaan akrabnya mengusulkan kepada Pemerintah Indonesia, terutama Kemlu dan kementerian terkait lainnya, untuk mendukung misi penting dari The Hague Group yang sesuai dengan sikap-sikap resmi Indonesia, dengan bergerak efektif bergabung bersama grup itu agar sanksi kolektif secara ekonomi dan diplomatik terhadap Israel yang terus melakukan pelanggaran hukum internasional, dapat lebih efektif dijalankan. “Sanksi secara kolektif ini bila dilakukan secara masif dan melibatkan lebih banyak negara bisa sangat memukul perekonomian Israel,” ujar dia.

Indonesia memang  tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Israel, tetapi selama ini ternyata hubungan dagang dengan Israel masih berjalan, padahal perdagangan juga cara Israel melanggengkan eksistensinya agar terus dapat menguasai/menjajah Palestina.

“Seharusnya, bukan hanya hubungan diplomatik yang tidak dilakukan karena bertentangan dengan Konstitusi, tetapi juga hubungan dagang dengan Israel mestinya juga tidak dilakukan, karena Israel menjadikan hubungan dagang sebagai legitimasi eksistensi mereka yang ilegal itu,” tambahnya.

Menurut HNW, upaya ini perlu dilakukan agar sanksi yang diberikan bisa lebih masif. Apalagi, beberapa negara yang tergabung di dalam The Hague Group itu juga bergabung bersama Indonesia di organisasi internasional tersebut, misalnya, seperti Malaysia dan Senegal di OKI dan Malaysia di ASEAN.

“Pemerintah Indonesia perlu bergerak memperluas inisiasi sanksi secara kolektif minimal di ASEAN dan OKI. Apalagi tidak ada persyaratan bergabung dengan The Hague Group dengan terlebih dahulu menandatangani Statuta Roma, karena seperti Indonesia, Malaysia dan Kuba yang belum menandatangani statuta Roma dan karenanya bukan menjadi anggota ICC, ternyata baik Malaysia maupun Kuba bahkan menjadi motor inisiator adanya terobosan dengan The Hague Group itu,” ujar dia.

HNW juga berharap agar Rancangan Undang-Undang tentang Boikot, Divestasi dan Sanksi terhadap Israel yang telah berhasil diusulkan dan diperjuangkan oleh Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) ke dalam Program Legislasi Nasional 2025-2029 dapat segera dijadikan prioritas untuk dibahas.

“Hal ini sangat penting untuk memberikan dasar hukum yang lebih kuat, sekaligus memberikan penguatan kepada negara lain untuk mempunyai regulasi dan kebijakan yang sama, serta meneguhkan komitmen memperjuangkan kemerdekaan Palestina yang telah berkali-kali ditegaskan oleh Presiden Prabowo bahkan di berbagai forum Internasional,”jelas dia.

Daftar Kejahatan Tentara Israel - (Republika)

irjen Asia Pasifik dan Afrika, Kementerian Luar Negeri (Kemenlu), Abdul Kadir Jaelani, menyatakan kesiapannya untuk maju sebagai calon ketua umum Ikatan Keluarga Alumni Universitas Airlangga (IKA Unair) Surabaya. - (istimewa)

Direktur Jenderal Asia Pasifik dan Afrika Kementerian Luar Negeri RI, Abdul Kadir Jailani menjelaskan, Indonesia telah melakukan berbagai upaya melalui jalur diplomasi untuk mendukung Palestina. Indonesia bahkan berdiri di garda terdepan dalam mewujudkan negara Palestina.

Sejak 1956 hingga saat ini, kata dia, Indonesia terus mendukung Palestina melalui berbagai forum internasional seperti OACI dan BRICS. Meskipun tidak tergabung dengan The Hague Group, menurut dia, Indonesia tetap memberikan dukungan terhadap prinsipnya. 

"Indonesia tidak mendukung The Hague Group karena kelompok tersebut diinisiasi oleh NGO, meskipun Indonesia tetap memberikan dukungan terhadap prinsipnya," ujar Kadir dalam Seminar Keumatan Peringatan Isra Mi'raj 1446 H di Jakarta Selatan, Ahad (9/2/2025). 

Dalam seminar bertema “Peran Indonesia dalam Mendukung Kemerdekaan Negara Palestina” tersebut, Kadir menjelaskan, fokus utama Indonesia adalah bantuan kemanusiaan dan rekonstruksi Gaza. 

"Rekonstruksi Gaza harus melibatkan warga Palestina sendiri dan tidak boleh menjadi agenda negara lain," ucap dia. 

Kadir mengatakan, Indonesia juga terus mendorong dimulainya pembicaraan damai menuju solusi dua negara. Namun, kata dia, kenyataannya Indonesia sulit menjadi mediator karena posisinya yang jelas membela Palestina.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler