AP Diharamkan Trump Reportase di Ruang Oval, Pemred: Coreng Konstitusi Amerika
Trump melarang wartawan AP meliput kegiatannya di Gedung Putih.
REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Presiden Amerika Donald Trump selalu membuat kehebohan sejak dilantik beberapa waktu lalu. Selain mengumumkan rencana mencaplok Greenland dan Kanada, kini dia mengharamkan wartawan media tertentu untuk meliput kegiatannya di ruang oval Gedung Putih.
Kebijakan Trump yang kontroversial itu mendapatkan respons negatif dari berbagai pihak. Sebab kegiatan pers yang selama ini merupakan kebebasan dan sarana menjembatani kebijakan pemerintah dengan aspirasi masyarakat semakin dikekang.
"Gedung Putih telah memberi tahu kami bahwa jika AP tidak menyelaraskan standar editorialnya dengan perintah eksekutif Presiden Donald Trump untuk mengubah nama Teluk Meksiko menjadi Teluk Amerika, maka AP akan dilarang menghadiri acara di Ruang Oval," kata Julie Pace, pemimpin redaksi The Associated Press, sebagaimana diberitakan al-Ain.
"Sore ini, seorang reporter AP dicegah menghadiri penandatanganan perintah eksekutif," tambahnya dalam sebuah pernyataan.
Mengkhawatirkan
Dalam perintah eksekutif yang ditandatanganinya setelah menjabat bulan lalu, Trump mengumumkan bahwa Teluk Meksiko selanjutnya akan disebut "Teluk Amerika."
Trump menggambarkan Teluk tersebut, yang juga berbatasan dengan Meksiko dan sebelumnya dikenal di kedua negara sebagai Teluk Meksiko, sebagai "bagian integral Amerika," vital bagi produksi minyak dan perikanan AS, dan "tujuan favorit warga Amerika untuk kegiatan pariwisata dan rekreasi."
Dalam pernyataannya, Pace mengatakan bahwa “sangat mengganggu bahwa pemerintahan Trump akan menghukum AP karena independensi jurnalistiknya.”
"Pembatasan akses kami ke Ruang Oval berdasarkan konten AP tidak hanya menghambat akses publik terhadap berita independen, tetapi juga jelas melanggar Amandemen Pertama Konstitusi AS," katanya.
Dalam memo editorial yang dikeluarkan bulan lalu, Associated Press mengatakan perintah eksekutif Trump "hanya berlaku di Amerika Serikat."
"Meksiko, serta negara-negara lain dan badan-badan internasional, tidak berkewajiban untuk mengakui perubahan nama tersebut," kata badan tersebut, seraya menambahkan bahwa "Teluk Meksiko telah memiliki nama ini selama lebih dari 400 tahun."
"Associated Press akan menyebutnya dengan nama aslinya sembari mengakui nama baru yang dipilih Trump," lanjutnya.
“Sebagai kantor berita global yang menerbitkan berita di seluruh dunia, AP harus memastikan bahwa nama tempat dan geografi mudah dikenali oleh semua khalayak,” tambahnya.
Asosiasi Koresponden Gedung Putih, lembaga pengawas media untuk liputan presiden, menyebut larangan Associated Press untuk meliput penandatanganan perintah eksekutif "tidak dapat diterima" dan meminta pemerintahan Trump untuk "segera mengubah arah."
“Gedung Putih tidak dapat mendikte bagaimana organisasi berita melaporkan berita, dan tidak boleh menghukum jurnalis yang bekerja karena tidak senang dengan pilihan editorial mereka,” kata Eugene Daniels, presiden asosiasi tersebut.
Mengganti nama gunung
Selain mengubah nama Teluk Meksiko, Trump menandatangani perintah eksekutif lain yang mengubah nama Denali di Alaska, gunung tertinggi di Amerika Utara, menjadi Gunung McKinley.
Associated Press mengatakan akan menyebut gunung itu dengan nama barunya, McKinley, karena "gunung itu terletak secara eksklusif di Amerika Serikat, tempat Presiden Trump memiliki kewenangan untuk mengubah nama geografis federal di dalam negeri."
Associated Press adalah kantor berita Amerika terbesar, dan gaya editorialnya menjadi standar di ruang redaksi dan kantor perusahaan.