Trump Ancam Batalkan Gencatan Senjata, Hamas: Omongan tak Bernilai

Hamas tetap bersemangat membersihkan Palestina dari penjajahan Israel.

X
Ayatollah Khamenei temui pimpinan Hamas
Red: Erdy Nasrul

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON — Kelompok Perlawanan Hamas angkat suara merespons pernyataan Presiden Amerika Donald Trump yang mengancam akan membatalkan perjanjian gencatan senjata dengan Israel.

Baca Juga


Perjanjian tersebut merupakan landasan pemulihan Gaza dan perdamaian di Timur Tengah. Namun oleh Trump, perjanjian tersebut berpotensi menjadi terkoyak-koyak. Dampaknya sangat fatal, bisa mengakibatkan sandera pihak Israel dan tahanan warga Palestina sama-sama tetap dalam kekangan. Kemudian dua pihak yang sejak 80 tahun lalu berseteru kembali berbaku hantam.

Bagi Hamas, ancaman dari pihak manapun yang berupaya mengikis perjuangan Palestina merdeka tak akan meruntuhkan semangat besar untuk menjadikan Palestina semakin berdaulat. Hamas mengumumkan bahwa satu-satunya cara untuk memulangkan para tahanan adalah dengan melaksanakan perjanjian gencatan senjata di Jalur Gaza, dengan mengatakan, "Trump harus ingat bahwa ada perjanjian yang harus dihormati oleh kedua belah pihak," sebagaimana dilaporkan oleh Cairo News Channel.

Hamas menambahkan bahwa bahasa ancaman tidak memiliki nilai dan malah memperumit masalah lebih jauh, dan bahwa rencana Barat dan Amerika Serikat pasti gagal dan akan dibatalkan. Hamas mengumumkan penolakannya terhadap pernyataan Presiden AS Donald Trump dan penolakannya untuk mengusir rakyat Palestina dari Gaza: “Kami menyerukan kepada masyarakat internasional untuk berkomitmen pada hak-hak rakyat Palestina untuk mendirikan negara merdeka mereka.”

Bukti gagal total

Kelompok perlawanan Palestina, Hamas, menyebut penarikan pasukan Israel dari Koridor Netzarim di Gaza tengah sebagai indikasi kegagalan tujuan perang yang dilakukan Israel.

"Kembalinya para pengungsi, pertukaran tahanan yang terus berlangsung, dan penarikan dari Netzarim semuanya membongkar kebohongan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu yang mengklaim telah mencapai kemenangan penuh atas rakyat kami," kata juru bicara Hamas, Abdul Latif al-Qanou, dalam sebuah pernyataan beberapa waktu lalu.

"Setiap upaya pasukan pendudukan untuk memaksakan kontrol militer atas Gaza dan membaginya telah gagal di hadapan keberanian perlawanan dan keteguhan rakyat kami," tambahnya.

Juru bicara Hamas itu juga mengatakan Presiden AS Donald Trump akan gagal mencapai tujuannya di Gaza melalui kesepakatan real estat dan perantara, sebagaimana Israel telah gagal melalui 15 bulan kelaparan, genosida, dan kehancuran sistematis.

 

Sebelumnya pada 4 Februari, Trump mengatakan Washington akan mengambil alih Gaza dan memukimkan kembali warga Palestina ke tempat lain berdasarkan sebuah rencana pembangunan kembali yang luar biasa, yang diklaimnya dapat mengubah Gaza menjadi Riviera di Timur Tengah.

Usulan itu mendapat kecaman luas dari warga Palestina, negara-negara Arab, dan banyak negara lain di seluruh dunia, termasuk Kanada, Prancis, Jerman, dan Inggris.

"Gaza akan tetap menjadi tanah yang bebas, dibela oleh rakyatnya dan para pejuang perlawanan, serta akan tetap tertutup bagi para penjajah dan pendudukan asing," kata Qanou.

Sebagaimana diwartakan, tentara Israel menarik pasukannya dari Koridor Netzarim, yang memisahkan Gaza utara dari selatan, pada Minggu setelah lebih dari satu tahun tiga bulan pendudukan.

Kesepakatan gencatan senjata mulai berlaku pada 19 Januari di Gaza, menghentikan perang Israel yang telah menewaskan hampir 48.200 warga Palestina, sebagian besar di antaranya adalah wanita dan anak-anak, serta membuat daerah kantong Palestina tersebut dalam kondisi luluh lantak.


Profil koridor Netzarim

Koridor Netzarim adalah sebuah wilayah di Jalur Gaza yang menjadi zona pendudukan militer Israel dari tahun 2023 hingga 2025 selama perang Gaza. Koridor ini, yang membelah Jalur Gaza menjadi dua, terletak di sebelah selatan Kota Gaza dan membentang dari perbatasan Gaza-Israel hingga Laut Mediterania. Namanya diambil dari lokasi bekas pemukiman Israel yang ada di dalamnya.

Pasukan Pertahanan Israel (IDF) menganggap koridor ini penting untuk melakukan serangan di Gaza utara dan tengah, serta menyalurkan bantuan ke wilayah tersebut dengan aman. Koridor ini dijalankan oleh divisi-divisi IDF yang bergantian masuk dan keluar, khususnya Divisi ke-99 dan Divisi ke-252 .

Setelah gencatan senjata dengan Hamas yang mulai berlaku pada 19 Januari 2025, Israel menarik diri dari sebagian Koridor Netzarim pada 27 Januari. Israel sepenuhnya menarik pasukannya dari koridor tersebut pada 9 Februari 2025. Sejumlah besar warga Gaza yang mengungsi kini telah dapat menyeberang dan kembali ke rumah mereka di Jalur Gaza utara.

Israel menginvasi Jalur Gaza pada 27 Oktober 2023 sebagai respons atas serangan Hamas terhadap Israel tiga minggu sebelumnya. Pada 30 Oktober 2023, pasukan IDF dipastikan telah memasuki wilayah bekas pemukiman Netzarim. Pada 6 November, IDF "telah membuat jalur informal yang berliku" melintasi Jalur Gaza hingga ke pantai. Pada 24 November, dilaporkan bahwa IDF akan "melanjutkan pergerakan administratif dan logistik di poros Netzarim dan jalan pesisir di Jalur Gaza utara".

 

Citra satelit dari 6 Maret 2024 menunjukkan bahwa jalan beraspal sebagian sepanjang 4 mil (6,4 km), bernomor Rute 749, telah dibangun di dalam koridor tersebut. Sekitar 1,2 mil (1,9 km) jalan tersebut terdiri dari perkerasan yang ada sebelum perang Gaza, dengan Israel membersihkan jalan melalui seluruh lebar jalur tersebut. IDF juga memperbaiki bagian-bagian yang dihancurkan oleh kendaraan lapis baja dan memperkuatnya dengan beberapa jalur untuk berbagai jenis kendaraan militer. Citra satelit dari 24 Mei 2024 menunjukkan perkerasan baru telah diletakkan di atas jalan kerikil sejak 18 Mei 2024 hingga persimpangan dengan Jalan Salah al-Din.

Menurut Institut Studi Perang , pada bulan Juli 2024 Israel meningkatkan lebar koridor dari 2 kilometer (1,2 mil) menjadi 4 kilometer (2,5 mil). Pada tanggal 17 Agustus 2024, dua tentara Israel dari Batalyon 8119 Brigade Yerusalem tewas di Koridor Netzarim akibat penyergapan Hamas yang meliputi bom pinggir jalan dan militan yang menembaki konvoi.

Iran mengklaim bahwa mereka berhasil menyerang Koridor Netzarim sebagai bagian dari serangan udara Iran terhadap Israel pada bulan Oktober 2024. Klaim tersebut belum dikonfirmasi oleh Israel maupun analis Barat mana pun.

Antara bulan September dan November 2024, tentara Israel merobohkan lebih dari 600 bangunan di sekitar jalan tersebut untuk menciptakan zona penyangga, selain menambah keberadaan pos-pos terdepan, menara komunikasi, dan benteng pertahanan.

Pada tanggal 18 Desember 2024, surat kabar Israel Haaretz menerbitkan kesaksian para komandan dan perwira Divisi ke-252 dan Divisi ke-99 tentang Koridor Netzarim sebagai "zona pembunuhan" dengan garis-garis sewenang-wenang di mana setiap warga Palestina ditembak karena diduga teroris. Seorang perwira mengklaim bahwa laporan tentang 200 militan Hamas yang terbunuh itu salah karena "dari 200 korban tersebut, hanya sepuluh yang dipastikan sebagai anggota Hamas yang diketahui".

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler