Warga DIY Komentari Tantangan Carok: Tak Usah Tinggal di Yogya Kalau tak Ikuti Etika

Warga Yogya resah karena kerusuhan yang sering terjadi melibatkan komunitas yang sama

Republika/Thoudy Badai
Tugu Yogyakarta. Warga DIY kesal dengan kerusuhan akibat tantangan carok dari komunitas Madura kepada warga Papua.
Red: Karta Raharja Ucu

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA — Warga DIY merespon ketegangan yang terjadi antara masyarakat Madura dan masyarakat Papua di DIY. Ketegangan ini diikuti dengan beredarnya surat terbuka berisi tantangan carok dari masyarakat Madura untuk masyarakat Papua.

Berdasarkan surat tersebut, masyarakat Madura mengatakan telah terjadi puluhan kali kasus yang tidak mengenakan dilakukan oleh masyarakat Papua. Kasus yang dimaksud yakni beberapa kali masyarakat Papua mengambil barang di toko kelontong milik masyarakat Madura dengan tidak membayar, bahkan hingga melakukan perusakan tempat usaha.

Salah satu warga yang berdomisili di Maguwoharjo, Depok, Kabupaten Sleman, DIY, Sumi (36 tahun) mengatakan, siapapun yang tinggal di DIY ataupun beraktivitas di DIY diharapkan untuk menjaga keamanan dan ketertiban. Bahkan, seluruh pihak termasuk pendatang juga diminta mengikuti etika yang sudah berlaku di masyarakat DIY.  

Baca Juga



“Yang penting kalau mau rusuh jangan bawa-bawa warga lokal (DIY). Terus mending enggak usah tinggal, membuka usaha, atau kuliah di Yogya kalau enggak bisa mengikuti etika sebagai warga Yogya. Soalnya, dari sisi warga Yogya mungkin lebih ke 'engap' gitu tiap dengar berita rusuh yang pelakunya dari komunitas yang itu-itu saja,” kata Sumi kepada Republika, Kamis (13/2/2025).

Sumi juga menekankan imbauan dan solusi yang disampaikan Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X. Dari imbauan Sultan, Sumi menegaskan, jika membeli sesuatu maka harus dibayar.

Bahkan, untuk penjual, Sumi juga menegaskan jika merasa resah dengan perbuatan yang tidak mengenakan terlebih terkait pidana, maka lapor ke pihak berwajib agar bisa ditindaklanjuti. “Solusinya sesuai sama imbauan Sultan mungkin. Dari yang beli, kalau butuh sesuatu ya bayar. Kalau enggak mampu bayar, minta. Tapi ingat bahwa namanya orang minta itu harus sesuai keikhlasan yang mau ngasih, jangan maksa. Jangan sampai mengganggu bisnis orang lain. Terus untuk yang jual, kalau memang meresahkan dilaporkan polisi saja biar diproses hukum,” ucap Sumi.

Sebelumnya, DIY dihebohkan dengan beredarnya surat terbuka berisi tantangan carok dari masyarakat Madura terhadap masyarakat Papua. Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X pun angkat bicara soal ketegangan yang terjadi antara masyarakat Madura dan Papua tersebut. 

Bahkan, Sultan menerima audiensi dari Komunitas Madura Yogyakarta (KMY) untuk meredam ketegangan dan menghindari terjadinya konflik lebih lanjut antar dua kelompok masyarakat tersebut. Pertemuan dilakukan di Komplek Kepatihan Yogyakarta pada Rabu (12/2/2025) kemarin secara tertutup.  

Sultan menuturkan, masalah yang berkembang antara masyarakat Madura dan Papua di DIY telah melalui beberapa pertemuan. Pertemuan dilakukan baik antara forkopimda maupun perwakilan masyarakat.


Bahkan, Sultan juga menyebut dirinya telah menerima laporan hasil pertemuan tersebut. “Kami sudah berproses rapat dari satu tempat ke tempat lain. Semua unsur yang berkait itu sudah melakukan jalur-jalur pertemuan-pertemuan. Kesimpulannya sudah ada, ya, dari surat, dari pimpinan Madura juga punya, hasil rapat-rapat bersama forkopimda dan perwakilan, mereka juga sudah berproses semua," kata Sultan.


Sultan menyebut, sudah ada dua keputusan penting sebagai langkah jangka pendek untuk meredakan situasi. Pertama, Sultan meminta agar warung-warung di Yogyakarta mencantumkan tulisan "bayar tunai" dalam transaksi jual beli.

Selain itu, kata Sultan, juga tidak perlu ada tulisan “Boleh Berbelanja Selain Papua” yang dipampang di warung-warung Madura. "Kesimpulannya dari semua itu tadi hanya dua. Kesimpulan untuk jangka pendek yaitu warung itu punya tulisan bayar tunai, gitu. Perkara mau dibantu gratis, nah itu urusannya individu-individu. Tapi dengan tunai itu secara hukum punya posisi, gitu, bayar tunai, gitu,” jelas Sultan.

Kedua, Sultan meminta agar pihak berwenang memproses hukum setiap tindakan pemaksaan atau kekerasan yang terjadi. Dengan langkah ini, katanya, diharapkan dapat meredam dan mengantisipasi kejadian yang tidak diinginkan.

"Kalau terjadi pemaksaan dan sebagainya, kami minta proses hukum, ya kan, konsisten. Supaya dengan begitu kondisi itu menurun, ya, tidak terjadi lagi, ya. Itu saja keputusannya yang bisa dilakukan segera, gitu loh. Untuk mendinginkan suasana kesalahpahaman, itu," ungkap Sultan.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler