Situs Nuklirnya Diancam, Iran tidak Gentar: Ini Peringatan Pezeshkian
Para ahli Iran akan mengganti dengan membangun 1000 fasilitas nuklir baru.
REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN — Presiden Iran Masoud Pezeshkian menegaskan, negaranya tidak gentar dengan ancaman akan penyerangan terhadap situs nuklir Iran. Pezeshkian menegaskan, jika musuh menyerang 100 lokasi nuklir Iran, para ahli Iran akan segera menggantinya dengan membangun 1.000 fasilitas nuklir baru.
"Musuh ingin kita dipermalukan di hadapan mereka dengan sanksi dan ancaman, tetapi kita tidak akan tunduk dan kita akan menyelesaikan masalah kita dengan mengandalkan rakyat," kata Pezeshkian dalam sebuah pertemuan dengan para intelektual dan elit di provinsi selatan Bushehr pada Kamis (13/2/2025), menurut Press TV seperti dilansir dari Mehr News.
Seperti dilaporkan sebelumnya, hasil asesmen intelijen AS menyimpulkan bahwa, Israel mempertimbangkan kemungkinan menyerang fasilitas pada tahun ini. Seperti dilaporkan Wall Street Journal (WSJ) dilansir Jerusalem Post, Rabu (12/2/2025), asesmen itu digelar selama hari-hari terakhir pemerintah Biden, dan menyimpulkan, bahwa Israel mempertimbangkan serangan berskala besar.
Laporan WSJ juga menyebutkan bahwa, Israel diperkirakan akan mendesak pemerintahan AS saat ini untuk mendukung rencana serangan itu. Sumber militer AS kepada WSJ menyatakan, dukungan AS termasuk persenjataan, akan dibutuhkan untuk menyukseskan rencana serangan Israel.
Israel dilaporkan mengkhawatirkan waktu serangan yang tepat saat mereka berpikir tenggat hingga Iran dapat memproduksi bom atom semakin habis. Kantor Perdana Menteri Israel ataupun IDF tidak merespons laporan WSJ ini.
Pezeshkian mengecam pendekatan Amerika Serikat yang kontradiktif terhadap Iran. Dia menegaskan, Donald Trump mengklaim bahwa ia ingin berunding dengan Iran tetapi pada saat yang sama menjatuhkan sanksi terberat terhadap Teheran.
"Kami tidak ingin siapa pun menjatuhkan sanksi kepada kami," kata Pezeshkian sambil menambahkan, "Bukan berarti jika AS menjatuhkan sanksi kepada kami, kami tidak dapat melakukan apa pun. Kami akan menjalankan negara dengan mengandalkan kemampuan dalam negeri."
Ia menegaskan kembali kebijakan Iran untuk berinteraksi dengan semua negara dalam semangat perdamaian dan persaudaraan. Dia mengungkapkan, "Kami berusaha keras untuk membangun hubungan yang baik dan bersahabat dengan negara-negara tetangga kami."
Pezeshkian menyatakan keinginan Iran untuk berunding dan mengkritik klaim Washington tentang kesediaannya untuk mengadakan pembicaraan dengan Teheran. Terlebih, AS ingin membatasi akses rakyat Iran terhadap kebutuhan pokok, termasuk obat-obatan.
Presiden menambahkan bahwa solidaritas, interaksi, dan perencanaan memainkan peran kunci dalam menyelesaikan masalah dalam negeri.
Pada 6 Februari, Pemerintah Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Donald Trump memberlakukan kembali sanksi pertamanya terhadap Iran. Trump menghidupkan kembali apa yang disebut strategi tekanan maksimum terhadap Republik Islam tersebut.
Langkah tersebut dilakukan dua hari setelah presiden Amerika mengatakan bahwa ia bersedia menghidupkan kembali perundingan dengan Iran sambil menandatangani perintah eksekutif, yang memulihkan apa yang disebut kampanye tekanan maksimum terhadap Teheran.
Presiden mengatakan pada kunjungan yang sama ke provinsi selatan pada Kamis bahwa "Musuh mengancam akan menyerang fasilitas nuklir kita. Datanglah dan seranglah, otak para ahli kita yang bersemangatlah yang membangunnya. Jika Anda menyerang seratus, para ahli kita akan membangun seribu."
Iran juga mengecam keras putaran terbaru sanksi Amerika Serikat yang menargetkan individu dan perusahaan yang dituduh membantu ekspor minyak negara tersebut.
Teheran menyebut langkah itu sebagai tindakan yang melanggar hukum dan bertentangan dengan aturan internasional.
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Iran, Esmaeil Baghaei, mengecam keras sanksi yang “sepenuhnya tidak sah”. Dia menegaskan bahwa langkah AS menjatuhkan sanksi terhadap sejumlah negara termasuk Iran, “bertentangan dengan aturan dan regulasi internasional,” seperti dilaporkan Kantor Berita Iran (IRNA).
“Keputusan pemerintahan AS yang baru untuk menekan rakyat Iran dengan menghalangi perdagangan sah Iran dengan mitra-mitra ekonominya merupakan tindakan yang tidak sah, melanggar hukum, dan bertentangan dengan aturan internasional,” ujarnya.
“Pemerintah Iran menegaskan bahwa Amerika Serikat bertanggung jawab atas konsekuensi dari tindakan sepihak dan aksi pemaksaan semacam ini,” kata Baghaei.
Kementerian Keuangan AS mengumumkan sanksi terhadap lebih dari selusin entitas dan individu di China, India, dan Uni Emirat Arab (UAE), dengan tuduhan terlibat dalam memfasilitasi pengiriman minyak Iran.
Sanksi tersebut merupakan tindakan pertama yang diberlakukan di bawah pemerintahan Presiden AS Donald Trump pada masa jabatan keduanya.