Eropa Peringatkan tak akan Ada Perjanjian Damai di Ukraina tanpa Eropa
Ukraina dan Eropa sepakati perdamaian dengan Rusia
REPUBLIKA.CO.ID, ISTANBUL- Para menteri luar negeri Eropa yang hadir dalam Konferensi Keamanan Munich, Sabtu (15/2/2025), menegaskan perdamaian di Ukraina dan kawasan sekitarnya tidak dapat dicapai tanpa upaya yang dipimpin oleh Eropa.
Para pemimpin Eropa tersebut memperingatkan agar tidak ada tekanan eksternal yang mengabaikan kepentingan strategis benua tersebut.
"Tidak akan ada perdamaian yang langgeng jika bukan perdamaian yang disetujui oleh Eropa," kata Menteri Luar Negeri Jerman Annalena Baerbock, menggarisbawahi peran penting Eropa dalam menjaga keamanan dan stabilitas regional.
Baerbock menggambarkan situasi saat ini sebagai "momen eksistensial," di mana Eropa harus bersatu dan menunjukkan kekuatannya dalam menghadapi ancaman eksternal.
"Musuh terbesar kita saat ini adalah Rusia di bawah kepemimpinan Putin karena dia telah menyatakan perang terhadap perdamaian dan demokrasi Eropa," katanya.
Menurutnya, perang Rusia di Ukraina bukan hanya ancaman bagi satu negara, tetapi bagi seluruh benua serta aliansinya.
"Putin telah menyatakan dengan jelas... ini bukan hanya perang terhadap Ukraina. Ini adalah perang terhadap NATO, terhadap Eropa, terhadap Amerika dan terhadap dunia bebas," tambahnya.
Menteri Luar Negeri Prancis Jean-Noel Barrot menyuarakan sentimen tersebut, dengan mengatakan," Eropa adalah benua yang telah berhasil menahan invasi skala penuh Rusia."
BACA JUGA: 'Israel Telah Menjadi Bahan Tertawaan di Timur Tengah'
Dia menambahkan bahwa perang ini justru semakin memperkuat persatuan Eropa, dengan negara-negara mulai meningkatkan anggaran pertahanan guna menjamin keamanan jangka panjang.
Sementara itu, Menteri Luar Negeri Polandia Radoslaw Sikorski mengeklaim bahwa Rusia tetap menjadi ancaman berkelanjutan bagi demokrasi dan stabilitas Eropa.
"Di Polandia, kami tidak meragukan bahwa ancaman terhadap Eropa, terhadap demokrasi liberal, terhadap kesopanan, berasal dari Rusia di bawah Putin," tambahnya.
Dia mengatakan pemerintahnya telah meningkatkan anggaran pertahanan menjadi 4,7 persen dari PDB karena urgensi situasi.
Cepat atau lambat, Eropa akan terlibat di Ukraina
Sikorski juga memperingatkan bahwa Eropa kini membayar harga atas kelalaiannya selama bertahun-tahun dalam pengeluaran pertahanan.
"Cepat atau lambat, kita harus terlibat (di Ukraina). Ini adalah krisis yang terjadi karena Eropa terlalu lama menikmati 'dividen perdamaian' tanpa kesiapan yang memadai, katanya.
Dia juga menunjukkan kesalahan masa lalu, menekankan perlunya menghindari janji-janji kosong.
"Ukraina sudah memiliki jaminan keamanan yang terbukti tidak berarti," kata Sikorski, memperingatkan terhadap komitmen keamanan yang tidak efektif.
"Tidak ada yang lebih berbahaya dalam hubungan internasional selain jaminan kosong," tambahnya.
Menteri Luar Negeri Inggris David Lammy menegaskan kembali komitmen pemerintahnya terhadap Ukraina, menekankan dampak keamanan yang lebih luas bagi Eropa.
"Putin tidak akan mundur. Ini adalah pertanyaan eksistensial bagi Eropa," katanya.
Menekankan pentingnya stabilitas jangka panjang, Lammy menekankan, "Jalur Ukraina yang tidak dapat diubah menuju NATO adalah mekanisme termurah dan terbaik untuk mengamankan perdamaian."
"Jika Ukraina gagal, biayanya akan jauh lebih besar," tambahnya.
BACA JUGA: KFC dan Pizza Hut di Turki Alami Kebangkrutan Akibat Gerakan Boikot Produk Pro Israel
Baerbock juga menekankan bahwa mendukung Ukraina secara finansial dan militer sangat penting bagi keamanan Eropa.
"Inilah yang kami perjuangkan, dan inilah sebabnya kami membentuk paket keamanan, yang belum pernah terlihat sebelumnya," katanya.
Dia juga menekankan bahwa perang di Ukraina saling terkait dengan konflik global lainnya, termasuk di Timur Tengah.
"Jika Anda tidak mendukung Brussels, Anda mendukung Moskow," kata Baerbock memperingatkan, menyoroti implikasi geopolitik yang lebih luas.
Aspek lainnya yang diangkat dalam pertemuan tersebut adalah strategi perang hibrida yang digunakan Rusia untuk melemahkan stabilitas Eropa.
"Ini adalah perang hibrida," katanya, mengacu pada campur tangan yang terlihat dalam pemilihan umum Eropa dan operasi pengaruh yang bertujuan mengganggu stabilitas lembaga demokrasi di seluruh benua.