Gaza Dibombardir Seiring dengan Pengkhianatan Israel, Kepemimpinan Hamas Tetap Utuh

Hamas mengingatkan, Yasser Arafat menolak menyerahkan Al Quds kepada Israel

AP Photo/Abed Hajjar
Pejuang Hamas mengawal kendaraan Palang Merah untuk mengumpulkan sandera Israel yang dibebaskan di Kota Gaza Ahad , 19 Januari 2025.
Red: A.Syalaby Ichsan

REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN – Khaled Qaddoumi, perwakilan Hamas di Teheran, menegaskan, Hamas tidak akan membiarkan kekuatan eksternal memutuskan kepemimpinan Palestina. Qaddoumi mengatakan, kepemimpinan Gaza tetap utuh dan beroperasi penuh.

Baca Juga


Berbicara kepada wartawan di Karachi Press Club, Qaddoumi menyatakan Israel telah memutus pasokan air Gaza selama 15 hari tetapi dunia Muslim tetap bungkam. Ia menuduh Israel melanggar perjanjian gencatan senjata dengan cara yang paling brutal, laman Pakistan Minute Mirror melaporkan. 

 

Qaddoumi mengingatkan bahwa Yasser Arafat menolak untuk menyerahkan Al-Quds yang suci kepada Israel. Arafat justru menolak penolakan hak untuk kembali bagi para pengungsi Palestina. Ia mengatakan bahwa pembunuhan Arafat direncanakan karena penolakannya terhadap tuntutan tersebut.

Komandan Hamas Hussein Fayyad dilaporkan masih hidup. - (Tangkapan Layar)

Ia menyoroti bahwa para pejuang Hamas menembus 40 kilometer ke wilayah pendudukan menggunakan pesawat layang, yang membuktikan kekuatan mereka. Ia juga mengatakan, Hamas telah mengalahkan narasi Israel secara global, dengan Israel sendiri mengakui kehilangan 6.000 tentaranya.

Qaddoumi menyatakan bahwa warga Palestina tidak akan meninggalkan tanah air mereka. Sementara, warga Gaza berdiri teguh bersama Hamas. Dari 2,4 juta warga Palestina di Gaza, hanya 150.000 yang telah pergi ke luar negeri untuk berobat atau menempuh pendidikan.

Ia menegaskan bahwa Hamas memperlakukan tahanan Israel sesuai dengan prinsip-prinsip Islam. Pejuang memastikan kesejahteraan mereka, bahkan ketika pemimpin Hamas Yahya Sinwar menahan lapar selama tiga hari. Ia menambahkan bahwa para tahanan Zionis yang dibebaskan dalam keadaan sehat ketika dibebaskan oleh Hamas.

Qaddoumi menyatakan bahwa Hamas tidak akan membiarkan kekuatan eksternal memutuskan kepemimpinan Palestina. Ia menyatakan kesiapannya untuk menyerahkan rekonstruksi Gaza kepada komite teknokratis tetapi menegaskan bahwa kepemimpinan Gaza tetap utuh dan beroperasi penuh.

 

Ia menunjukkan bahwa Israel menghadapi isolasi diplomatik, dengan mengutip bagaimana Prancis menolak menyambut delegasi Israel pada konferensi tahunan Holocaust karena tekanan publik. Ia berterima kasih kepada pemerintah dan rakyat Pakistan atas dukungan kemanusiaan mereka yang tak tergoyahkan bagi warga Palestina.

Menurut Qaddoumi, operasi Penyerbuan Al-Aqsa telah menandai berakhirnya dikte AS di Timur Tengah. Ia menekankan bahwa negara Palestina yang merdeka akan mengamankan perbatasan Mesir dan Yordania dan menegaskan kembali hubungan kuat Hamas dengan Arab Saudi.

Ia menyimpulkan dengan menyatakan bahwa rakyat Gaza tidak hanya telah berkorban tetapi juga telah memberikan pukulan yang tak terlupakan kepada musuh. Ia memuji ketahanan dan tekad mereka yang tak tertandingi, menyebutnya sebagai contoh unik dalam sejarah dunia.

Sementara itu, Hamas dalam pernyataan resminya menyatakan, Israel telah mengingkari perjanjian gencatan senjata, menghindari kewajiban, dan terus melakukan pembantaian terhadap rakyat Palestina di Gaza, di tengah-tengah kebungkaman internasional yang memalukan, Hamas menegaskan pada Selasa.

Setelah gencatan senjata yang rapuh yang berlangsung sekitar dua bulan, Israel telah melanjutkan agresinya di Gaza dengan serangan udara yang intens, yang mengakibatkan korban awal sebanyak 404 orang, menurut Kementerian Kesehatan daerah kantong itu.

Dalam sebuah pernyataan, Hamas mengatakan, klaim yang dibuat oleh pendudukan [Israel] mengenai persiapan oleh Perlawanan untuk melancarkan serangan terhadap pasukannya tidak berdasar dan hanya dalih palsu untuk membenarkan kembalinya ke perang dan meningkatkan agresi berdarahnya.

Kelompok Palestina menuduh Israel berusaha menyesatkan opini publik dan membuat pembenaran palsu untuk menutupi keputusan yang telah direncanakan sebelumnya untuk melanjutkan kampanye genosida terhadap warga sipil yang tidak berdaya, mengabaikan komitmen apa pun yang telah dibuatnya."

"Hamas mematuhi perjanjian tersebut hingga saat-saat terakhir dan berkomitmen untuk melanjutkannya," tegas pernyataan itu, seraya menambahkan bahwa Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, "yang mencari jalan keluar dari krisis internalnya, lebih memilih untuk menyalakan kembali perang dengan mengorbankan darah rakyat kami."

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler