Jurnalis Dibunuh Tentara di Kalsel, Komnas Perempuan Sebut Ada Indikasi Femisida

Komnas Perempuan mengecam pembunuhan yang dialami oleh jurnalis Juwita.

Antara/Tumpal Andani Aritonang
Barang bukti mobil bernomor polisi DA 1256 PC, yang diduga digunakan prajurit TNI AL menghabisi nyawa jurnalis asal Banjarbaru kini berada di Mako Denpomal Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Rabu (2/4/2025).
Rep: Rizky Suryarandika Red: Mas Alamil Huda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komnas Perempuan mengecam pembunuhan yang dialami oleh jurnalis Juwita. Komnas Perempuan menilai kematian Juwita yang jasadnya ditemukan pada 22 Maret 2025 di Banjarbaru, Kalimantan Selatan itu layak dikategorikan sebagai femisida.

Komisioner Komnas Perempuan, Maria Ulfah Anshor menyebut dalam kasus tersebut indikasi femisida sangat kuat. Yaitu adanya pembunuhan terhadap perempuan karena jenis kelamin atau gendernya dan sebagai akibat eskalasi kekerasan berbasis gender yang dialami sebelumnya oleh korban.

"Ada dugaan bahwa korban mengalami kekerasan seksual berulang sebelum dibunuh oleh terduga pelaku yang merupakan prajurit TNI Angkatan Laut (AL) Kelasi I Jumran (J)," kata Maria kepada wartawan, Senin (7/4/2025).

Baca Juga



Komnas Perempuan memandang penting penanganan kasus pembunuhan Juwita secara transparan dan akuntabel untuk mengungkap penyebab kematian. Termasuk ada atau tidaknya keterkaitan kasus pembunuhan dengan berita dan aktivitas yang dilakukannya sebagai jurnalis.

"Hal tersebut sebagai bagian dari pemenuhan hak korban dan keluarganya yaitu hak atas kebenaran," ujar Maria.

Komnas Perempuan juga mendorong pentingnya pemenuhan hak-hak korban dan keluarga korban dalam proses hukum yang tengah berjalan seperti restitusi dan pemulihan untuk keluarga korban. "Hal ini harus menjadi perhatian serius dari aparat penegak hukum dan lembaga layanan pemerintah," ucap Maria.

Selain itu, Komnas Perempuan mengkhawatirkan tingginya jumlah femisida hingga saat ini, tetapi masih minim dikenali. Kasus femisida terhadap perempuan pembela HAM terus berulang dengan eskalasi kekerasan berbasis gender yang makin kompleks dan pelakunya termasuk aparat negara.

 

Maria menyebut kematian Juwita yang diduga dilakukan oleh calon suaminya menambah deret temuan Komnas Perempuan mengenai femisida intim. Yaitu pembunuhan yang dilakukan karena relasi intim seperti suami, mantan suami, pacar, mantan pacar sebagai jenis femisida tertinggi.

"Femisida intim menggambarkan superioritas, dominasi, hegemoni, agresi maupun misogini terhadap perempuan, dengan rasa memiliki perempuan dan ketimpangan relasi kuasa laki-laki terhadap perempuan," ucap Maria.

Maria menjelaskan, femisida intim menjadi salah satu bentuk eskalasi dari bentuk kekerasan yang dialami sebelumnya secara berulang oleh korban. Komnas Perempuan mencatatkan pada tahun 2024 dalam pemberitaan media massa kasus femisida terbanyak terjadi di ranah privat dengan 185 kasus, dan kasus yang terjadi di ranah publik terekam ada 105 kasus.

"Hingga saat ini femisida minim dikenali karena ketiadaan data terpilah negara dalam dokumentasi kasus kekerasan terhadap perempuan yang berujung kematian," ucap Maria.

Sebelumnya, kasus pembunuhan yang dilakukan prajurit TNI AL Kelasi Satu Jumran terhadap jurnalis Juwita (23 tahun) di Banjarbaru, Kalimantan Selatan memasuki tahap rekonstruksi sebanyak 33 adegan di Jalan Trans Gunung Kupang, Cempaka, Kota Banjarbaru, pada Sabtu (5/4/2025). Berdasarkan rekonstruksi, terungkap bahwa pelaku membunuh korban secara terencana dan sangat tenang.

Hasil rekonstruksi ini mengarah pada pembunuhan berencana yang dilakukan tersangka secara rapi karena semua disiapkan sebelum meninggalkan TKP, tersangka menghabisi nyawa korban di dalam mobil.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler