Nasib MBG: Dicibir di Dalam Negeri Dipuji di Luar Negeri
MBG menarik perhatian banyak tokoh internasional.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wujud komitmen pemerintah RI terhadap transformasi pendidikan dalam Forum Politik Tingkat Tinggi 2024 di New York, tercapai pada KTT Nutrisi untuk Pertumbuhan 2025 di Paris. Pengalaman pemerintah RI menangani relevansi gizi dengan pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan perlindungan sosial, banjir pujian.
Deputi Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas Amich Alhumami mengkampanyekan program Makan Bergizi Gratis (MGB) ke tingkat global pada forum multilateral. Pada Juli 2024 dia melakukan itu di Markas Besar PBB New York dalam momentum High-Level Political Forum (HLPF) on SDGs. Presentasinya disampaikan pada sesi HLPF on SDGs–Special Event on Transforming Education (Acara Khusus tentang Transformasi Pendidikan).
Refleksi MBG dalam HLPF on SDGs-New York 2024
“Presiden terpilih Prabowo Subianto akan melaksanakan program makanan bergizi sekolah untuk meningkatkan layanan gizi masyarakat. Program ini merupakan intervensi yang berdampak untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan anak usia sekolah. Kekurangan gizi menyebabkan kerusakan kemampuan kognitif. Dalam jangka panjang akan berdampak buruk terhadap kesehatan dan kesejahteraan anak,” papar Amich Alhumami kala itu dalam bahasa Inggris.
Anak-anak kekurangan gizi, terang Amich, sangat sulit mengikuti proses belajar di sekolah, sehingga sangat mempengaruhi prestasi belajar. Beruntung, Presiden Prabowo Subianto membuat kebijakan strategis dan menjadi salah satu perioritas nasional bernama MBG.
Program MBG bermanfaat bagi sekitar 82 juta lebih rakyat Indonesia. Kelompok sasaran utamanya terdiri sekitar 62 juta anak sekolah jenjang pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah; kemudian balita serta ibu hamil dan menyusui.
“Program Jenderal (purn) Prabowo Subianto ini merupakan intervensi kebijakan yang penting untuk mendorong kehadiran siswa di sekolah, mencegah putus sekolah, dan meningkatkan hasil belajar siswa,” papar Amich Alhumami kala itu di hadapan para pemimpin global, regional dan nasional yang menjadi peserta pada forum multilateral tersebut.
Presentasi tersebut melengkapi paparan Prabowo Subianto tentang MBG dalam perhelatan Qatar Economic Forum 2024 pada sesi wawancara Haslinda Amin dari Bloomberg TV, 16 Mei.
Di sela-sela sidang Forum Politik Tingkat Tinggi untuk Pembangunan Berkelanjutan itulah Amich Alhumami bersama tim delegasi pemerintah RI dan Prancis membahas tentang rencana penyelenggaraan Nutrition for Growth (N4G) Summit atau Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Nutrisi untuk Pertumbuhan di Paris, dijadulkan pada Maret 2025.
Saat itu, rencana KTT N4G Paris 2025 juga akan menjadi forum Global Alliance on School Meals Programs (Aliansi Global untuk Program Makanan Sekolah). Indonesia akan menjadi salah satu peserta intinya.
Partisipasi Bappenas dalam N4G Summit Paris 2025
Indonesia berpartisipasi dalam KTT N4G Paris 2025, 27-28 Maret, disebut peserta dari aktor negara, bersama 31 negara sahabat lainnya. Pemerintah RI diwakili oleh Kementerian Luar Negeri (Kemlu) sebagai pemimpin delegasi melalui Direktorat Jenderal (Ditjen) Kerja Sama Multilateral dan Kementerian PPN/Bappenas diwakili Kedeputian PMK sebagai pemateri atau pembahas dan juru bicara (speakers).
Adapun peserta non aktor negara KTT ini terdiri dari 32 organisasi pemerintah dunia dan kelembagaan masyarakat madani, filantropi, dan bisnis internasional, seperti WHO, UNICEF, UN Nutrition, Bank Dunia, Micronutrient Forum, Nutrition International, Aiko Dangote Foundation, Bill and Melinda Gates Foundation, The Global Alliance for Improved Nutrition (GAIN), Scaling Up Nutrition (SUN) Business Network, CAVAS International, dan lain-lain.
Dibuka secara resmi oleh Perdana Menteri Prancis, Francois Bayrou dan Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, keduanya menekankan pentingnya kolaborasi global dalam upaya pemenuhan gizi untuk mencapai target Agenda Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), dilansir dari Instagram @dgmultilateral milik Ditjen Kerja Sama Multilateral Kemlu RI (29/03/2025).
Dilansir dari nutritionforgrowth.org, tujuan KTT N4G Paris 2025 adalah menghadirkan momen penting bagi para pemimpin global untuk merangkul visi baru mengenai gizi dan pembangunan berkelanjutan dengan tiga cara.
Pertama, menyelaraskan kebijakan dan sumber daya dengan mengintegrasikan gizi ke dalam upaya pembangunan yang lebih luas di bidang kesehatan, pertanian, pendidikan, dan aksi iklim. Berikutnya, menutup kesenjangan pendanaan dengan memberikan investasi terkoordinasi untuk menjembatani kekurangan dana gizi tahunan sebesar USD13 miliar.
Terakhir, menetapkan target yang berani dengan berkomitmen pada rencana gizi nasional yang terukur, menetapkan target pendanaan, dan menerapkan sistem pelacakan yang kuat untuk memastikan akuntabilitas.
“Pertemuan N4G Summit 2025 merupakan forum strategis untuk merefleksikan komitmen Pemri (pemerintah RI, red) dalam upaya pengentasan malnutrisi dan penguatan ketahanan pangan sebagai prioritas jangka panjang untuk mewujudkan Visi Indonesia Emas 2045,” tulis Ditjen Kerja Sama Multilateral Kemlu RI di Instagram @dgmultilateral (28/03/2025).
Paparan Pemerintah Indonesia
Tercatat dalam manual acara, dari Asia Tenggara hanya pemerintah Indonesia dan Singapura yang berpartisipasi sebagai peserta KTT N4G Paris 2025. Dari total 32 negara peserta, tidak semuanya berkesempatan memaparkan pembangunan gizi.
Pemerintah Indonesia mendapat kesempatan emas itu. Pada KTT N4G Paris 2025, Amich Alhumami selaku Deputi PMK Bappenas, juga diundang secara khusus sebagai panelis pada sesi diskusi tematik kedua yang menjadi even utama dan panelis pada sesi diskusi panel yang menjadi salah satu even sampingan KTT ini.
Presentasi pemerintah RI yang disampaikan Amich Alhumami, yang juga Wakil Ketua Tim Pelaksana pada Tim Percepatan Penurunan Stunting (TP2S) pemerintah RI, berbasis pembelajaran dari N4G Tokyo 2021, program prioritas nasional dan target pemenuhan gizi nasional dan global.
Berdasarkan materi presentasi Amich dalam KTT N4G Paris 2025 yang diterima Republika (04/02), terdapat lima strategi utama pemerintah RI dalam mengatasi permasalahan gizi. Pertama, meletakan pembangunan gizi dalam rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN) periode 2025-2029, agar pembangunan gizi tetap menjadi salah satu program perioritas nasional.
Strategi paling awalnya, berupa sinkronisasi dan integrasi antar program dan kebijakan untuk memastikan program dan kebijakan tersebut saling melengkapi–tidak tumpang tindih, agar dapat dilihat sebagai satu kesatuan.
“Selain itu dapat menjadi konsep yang komprehensif dimana perbaikan gizi perlu ditangani oleh berbagai sektor dan pada saat yang sama dapat berperan sebagai katalisator bagi perbaikan sektor lainnya,” terangnya.
Pemerintah Indonesia, lanjutnya, mengambil pendekatan yang komprehensif dan berpusat pada masyarakat untuk mengatasi kekurangan gizi. “Kami menyadari bahwa gizi bukan hanya masalah kesehatan—masalah ini sangat terkait dengan pendidikan, perlindungan sosial, pertanian, dan pembangunan ekonomi,” papar Amich Alhumami.
Dengan memasukkan pembangunan gizi ke dalam RPJMN 2025–2029, menurut Amich Alhumami, upaya kolaborasi lintas sektor yang mendorong integrasi ke dalam sektor gizi ditempuh melalui tiga hal.
Upaya pertama, dengan menerapkan tindakan atau program yang membahas kerangka penentu yang akan menghasilkan keberlanjutan dan pemberdayaan masyarakat dalam hal peningkatan gizi mereka sendiri, karena tidak hanya mengatasi keadaan darurat yang terlihat di puncak gunung es, tetapi juga mengatasi akar permasalahannya lainnya. Apakah itu perilaku, kapasitas untuk mendapatkan makanan bergizi dan seimbang, air dan sanitasi, dan sebagainya.
Upaya kedua, untuk penerjemahan kebijakan secara holistik, pemerintah Indonesia memiliki Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi (RAN-PG) secara periodik, yang menangani aspek ketersediaan pangan, aksesibilitas pangan, konsumsi pangan, dan manajemen. RAN-PG mengintegrasikan semua kegiatan terkait yang ada dari berbagai sektor untuk mendukung peningkatan gizi.
Upaya ketiga, menurut Amich Alhumami, saat ini kolaborasi lintas sektor masih berlangsung dalam upaya penanggulangan gizi berlebih. Namun untuk pencegahan stunting yang dapat menjadi katalisator dalam penanggulangan berbagai tantangan gizi kurang lainnya, lanjut Amich, pemerintah RI memiliki tindakan konvergensi yang melibatkan berbagai sektor terkait dan dirancang untuk memperkuat analisis situasi berdasarkan konteks lokal sebagai dasar perencanaan dan penganggaran penganggaran.
“Langkah tersebut untuk memastikan bahwa semua intervensi utama kebijakan gizi telah berdasarkan kebutuhan target dalam menangani layanan kesehatan, pertanian, pendidikan, dan perlindungan sosial agar terpenuhi,” paparnya.
Strategi kedua, melacak dan menandai pengeluaran gizi untuk memastikan investasi mengarah pada perbaikan nyata dalam kehidupan masyarakat. Ketiga, memperkuat pemerintah daerah dengan pendanaan dan pengembangan kapasitas untuk memastikan program gizi efektif di tingkat masyarakat.
Keempat, menggunakan teknologi, seperti platform e-HDW atau e-PPGBM, untuk membantu pekerja garis depan melacak layanan gizi secara real time. Terakhir, memperluas program gizi utama, seperti inisiatif gizi ibu dan anak, program pemberian makanan di sekolah (MBG), dan suplementasi gizi mikro (mikronutrien).
Tampak dari paparan Amich Alhumami, yang juga Ketua Gugus Kerja Manajemen Talenta Nasional (MTN) pemerintah RI, program MBG hanya salah satu dari strategi utama dalam mengatasi permasalahan pembangunan gizi di tanah air.
“Pemerintah Indonesia melihat kemajuan nyata dalam mengatasi permasalahan gizi ini, terutama dalam mengurangi stunting, kekurangan gizi, dan kekurangan zat gizi mikro. Kami tahu masih ada pekerjaan yang harus dilakukan, dan tetap berkomitmen untuk membangun masa depan yang lebih sehat dan lebih bergizi bagi seluruh rakyat Indonesia,” papar doktor Social Anthropology Universitas Sussex-UK ini, pada rangkaian KTT N4G Paris 2025.
Respon MBG dari peserta KTT N4G Paris 2025
Dari lima strategi utama dalam mengatasi permasalahan gizi di atas, program MBG yang merupakan salah satu strategi perluasan gizi, memang tidak dibahas secara detail, tetapi menjadi perangsang yang menggerakan aksi pemenuhan gizi masyarakat Indonesia.
Pandangan tersebut dikemukakan oleh pemerintah Prancis, Inggris, Swiss, Belanda, India, Venezuela, Kerajaan Lesotho, Singapura, dan lain-lain; serta para pemimpin organisasi dunia seperti Bank Dunia untuk Kesehatan, International Fund for Agricultural Development (IFAD), SUN Movement, Asian Development Bank (ADB), The Global Alliance for Improved Nutrition (GAIN), Children’s Investment Fund Foundation, dan sebagainya.
Secara umum di mata mereka, program MBG merupakan kebijakan terobosan yang visioner. Sebagaimana respon tersebut yang ditampung Amich Alhumami, mereka menyampaikan bahwa MBG merupakan investasi penting di bidang pembangunan manusia untuk menyiapkan penduduk usia muda produktif masa depan.
MBG dengan sasaran kelompok anak-anak sekolah, ibu hamil dan menyusui, dan balita, memang membutuhkan biaya yang sangat besar. Menurut mereka, target sasaran 82 juta lebih rakyat Indonesia sebagai penerima manfaat MGB bukanlah angka kecil.
Dilansir dari data Bank Dunia 2024, jumlah tersebut lebih besar dibanding total populasi Prancis, tuan rumah KTT N4G Paris 2025, sebanyak 68.287 juta jiwa (2023); atau hampir setara dengan total populasi Jerman sebanyak 83.280 juta jiwa (2023) sebagai negara dengan jumlah penduduk terbesar ketiga di Eropa.
Menurut mereka, MBG dapat mempercepat target kedaulatan pangan, didalamnya termasuk keamanan pangan; reformasi kondisi sanitasi hegiene nasional; serta mempercepat reformasi biokrasi dan optimalisasi teknologi digital.
Berbagai respon peserta KTT N4G Paris 2025 terhadap pembangunan gizi oleh pemerintah RI, antara lain mengemuka pada sesi diskusi tematik kedua bertema “The Nutrition Investment Revolution: A New Era of Country-led Smarter and Sustainable Financing to Drive Impact” (27/03) yang menjadi salah satu even utama KTT ini.
Selain Amich, panelisnya terdiri dari para pejabat tinggi dan tokoh penting, antara lain Baroness Chapman, Menteri Bidang Pembangunan Internasional Inggris; Carlos Gabriel Cardoza, Wakil Menteri Bidang Kebijakan Publik dan Manajemen Kesehatan El Salvador; dan Juan Pablo Uribe, Direktur Global untuk Kesehatan, Nutrisi & Populasi dan Fasilitas Pembiayaan Global Bank Dunia Grup.
Saking seriusnya materi diskusi tersebut, moderator yang ditunjuk oleh pihak penyelenggara KTT ini adalah salah satu tokoh terkemuka PBB dan dunia gizi, Afshan Khan. Dia Asisten Sekjen PBB sekaligus Koordinator SUN Movement yang berbasis di Ottawa, Kanada.
Di sela-sela diskusi, tampak Afshan Khan menyimak secara serius paparan pemerintah RI yang disampaikan Amich Alhumami dengan menoleh kepalanya ke arah Deputi PMK Bappenas itu; kemudian mencatat poin-poin paparannya.
Demikian pula para panelis lain pada sesi diskusi panel “Mainstreaming nutrition in development: Unlocking the potential of multilateral development banks”, yang diselenggarakan oleh Nutrition International dan disponsori ADB (26/03) sebagai even sampingan KTT ini.
Semua panelis pada sesi diskusi itu menoleh kepala mereka ke arah presentator delegasi pemerintah RI yang dipaparkan oleh Amich, yang juga Wakil Ketua I/Penanggungjawab Pilar Pembangunan Sosial pada Tim Pelaksanaan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan 2020–2024 pemerintah RI.
Terkesan dengan presentasi tersebut, Afshan Khan mengabadikan foto bersama dengan Amich Alhumami. Apresiasi yang sama datang dari Letsie III, Raja Lesotho, negara di Afrika bagian Selatan. Termasuk Profesor David Nabarro, Co-Direktur dan Ketua Kesehatan Global Imperial's Institute of Global Health Innovation yang berbasis di London.
“I was super-impressed by his (Amich Alhumami) presentation on behalf of Indonesia,” ujar Nabarro, yang juga Duta Khusus Covid-19 WHO.
Tokoh peserta N4G Summit Paris 2025 terpandang lainnya, Kyoto Shibata Okamura, bahkan menyampaikan rasa terima kasihnya atas pengalaman pemerintah Indonesia dalam mengatasi permasalahan kekurangan gizi dan malnutrisi yang telah dicapai selama ini.
“Very pleased to meet you, Pak Amich. And thank you for all your contributions and dedication to the nutrition agenda”, ujar Senior Nutrition Specialist di Bank Dunia Kesehatan ini di sela-sela diskusi panel.
Pengalaman pemerintah RI mencetak kebijakan terobosan yang relatif baru berupa program MBG mendapat sorotan sedemikian rupa, juga didorong oleh salah satu agenda KTT N4G Paris 2025 sebagai forum Aliansi Global untuk Program Makanan Sekolah.
Tidak semua negara peserta KTT N4G Paris 2025 memiliki program serupa skala nasional yang dilindungi secara konstitusional. Untuk itulah para peserta KTT ini membentuk School Meals Program Coalitions di tingkat global.
Pro-Kontra MBG di dalam negeri
Di tengah pujian negara sahabat, badan pemerintah dunia, dan organisasi internasional terhadap pengalaman pemerintah RI dalam pembangunan gizi, salah satunya melalui MBG, program perioritas nasional satu ini mendapat kritikan tajam pada beberapa bulan terakhir.
Bahkan beberapa kritiknya bahkan mengarah pada cibiran sebagaimana yang pernah menjadi trending topic melalui pernyataan, “Kami butuh sekolah gratis, bukan makan bergizi gratis. Makan gratis akan menjadi kotoran; pendidikan gratis akan mendidik anak bangsa menjadi bermartabat.”
Kalimat tersebut muncul dari Raden Roro Neno, seorang orator aksi unjuk rasa “Indonesia Gelap” di area Patung Kuda Arjuna Wijaya, Jakarta Pusat (20/2/2025). Dari sini muncul sejumlah penggalan video dan meme di sejumlah media sosial yang menggambarkan keluhan orang tua di PHK tetapi anaknya penerima manfaat MBG, sehingga dianggap tragis.
Isu-isu seperti itu dipolitisasi sedemikian rupa yang mendegradasi kebijakan MBG serta menjadi materi hangat dalam sejumlah persidangan DPR RI sepanjang Februari-Maret 2025.
Dalam amatan Republika, munculnya cibiran yang mendegradasi kebijakan program MBG dilatarbelakangi oleh sejumlah kasus penipuan terhadap sejumlah calon vendor MBG oleh oknum kelompok pencari rente (rent seeking), gagal bayar sejumlah vendor atau pembayarannya yang lama, serta berbagai kasus keracunan makanan dalam program MBG di sejumlah daerah.
Selain itu, efisiensi APBN Tahun Anggaran 2025 yang berdampak terhadap efisiensi pembiayaan pendidikan dan kesehatan, berkontribusi menjadi bahan ledekan. Padahal pendidikan dan kesehatan merupakan pelayanan dasar serta menjadi perioritas Presiden Prabowo dalam Asta Cita.
Hal lain, MBG butuh biaya yang sangat besar tetapi penyalurannya dianggap boros dan kurang tepat sasaran; pengadaan dan perbaikan sarana dan prasarana sekolah lebih perioritas; dan sebagainya.
Menurut Prof. JM Muslimin, guru besar Ilmu Politik Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, memang mesti ada sejumlah perbaikan dalam MBG. Maklum, program ini baru kali pertama diselenggarakan oleh pemerintah RI secara sistemik, tertarget dan massif skala nasional.
Bagi JM Muslimin, kalau dilihat dengan tatapan jangka pendek tahun 2025, program MBG memang mengkhawatirkan, mengingat biayanya yang sangat besar, adanya sejumlah dugaan kasus hukum. Lagi pula, kendali akses, kualitas, dan relevansi program ini dengan sektor pembangunan lainnya belum terjamin secara politik-hukum.
“Tapi kita tidak boleh mengabaikan dampak positif jangka panjang MBG. Untuk itu MBG mesti ditatap secara optimis sebagai investasi bagi generasi Indonesia Emas. Menuju jangka panjang ini, tentu pelaksanaan MBG mesti dimulai dari jangka pendek tahun 2025 dan jangka menengah,” pungkas Kepala Program Studi Doktor Sekolah Pascasarjana UIN Jakarta ini kepada Republika (06/03).
Optimisme tersebut juga disampaikan oleh Prof. Arif Sumantri, Ketua Umum Pengurus Pusat Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan Indonesia (HAKLI). Menurutnya, program MBG memang dapat mempercepat pengembangan sistem dan struktur pengelolaan Laik Sanitasi Hegiene.
Selama ini, kata Arif kepada Republika (06/03), usaha berbasis risiko masih tertuju pada konsep dan praktik Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Berdasarkan perencanaan HAKLI dalam membina program MBG di Yogyakarta, menjadi stimulus untuk merancang kebijakan Laik Sanitasi Hegiene menjadi kesatuan konsep.
“Apa yang dipaparkan oleh pemerintah RI melalui Pak Amich Alhumami dalam KTT N4G Paris 2025, kita berharap dapat menjadi perluasan kualitas dan relevansi gizi dan sanitasi di tengah masyarakat Indonesia dan internasional,” papar Arif Sumantri yang baru saja menandatangani Kesepahaman (MoU) antara HAKLI dan Kedeputian PMK Bappenas tentang “Pengembangan Kolaborasi Pendayagunaan Tenaga Sanitasi Lingkungan untuk Meningkatkan Kualitas Laik Higiene Sanitasi Lintas Sektor Pembangunan untuk Tujuan Pembangunan Berkelanjutan 2030” di Kantor Bappenas di Jakarta (21/03/2025).