Kejagung Bongkar Mafia Peradilan, Pengamat: Tingkatkan Kepercayaan Publik

Kejaksaan berada di depan KPK dan Polri dalam penanganan korupsi

Petugas membawa Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta (tengah) menuju mobil tahanan setelah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap penanganan perkara di Kejaksaan Agung, Jakarta, Sabtu (12/4/2025). Kejaksaan Agung menetapkan empat tersangka kasus dugaan suap terkait putusan lepas (ontslag) perkara korupsi pemberian fasilitas ekspor minyak kelapa sawit mentah di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, antara lain Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta, Panitera Muda Perdata Pengadilan Negeri Jakarta Utara Wahyu Gunawan, advokat Marcella Santoso, serta advokat Arianto.
ANTARA FOTO/Reno Esnir
Petugas membawa Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta (tengah) menuju mobil tahanan setelah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap penanganan perkara di Kejaksaan Agung, Jakarta, Sabtu (12/4/2025). Kejaksaan Agung menetapkan empat tersangka kasus dugaan suap terkait putusan lepas (ontslag) perkara korupsi pemberian fasilitas ekspor minyak kelapa sawit mentah di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, antara lain Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta, Panitera Muda Perdata Pengadilan Negeri Jakarta Utara Wahyu Gunawan, advokat Marcella Santoso, serta advokat Arianto.
Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pengamat hukum Masriadi Pasaribu mengapresiasi Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung) yang baru-baru ini membongkar praktik suap yang dilakukan hakim di Pengadilan Tipikor.

Baca Juga


Dia menilai, langkah Kejagung membongkar mafia peradilan ini bisa meningkatkan kepercayaan publik pada lembaga tersebut, bahkan lebih baik daripada Polri maupun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

“Dengan dibongkarnya kasus-kasus yang melibatkan hakim sebagai pelaku yang nakal, maka akan membuat kepercayaan publik terhadap hukum dan keadilan meningkat. Hal ini menjadikan lembaga Kejaksaan berada di depan KPK dan Polri dalam penanganan korupsi,” ujar Masri dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (18/4/2025).

Masri mengaku miris dengan hakim yang masih melakukan praktik rusuah. Menurut dia, praktik korupsi yang dilakukan hakim ini sangat berbahaya bagi sistem hukum dan peradilan.

"Miris jika hakim sudah korup, ini sangat berbahaya bagi sistem hukum dan keadilan. Sebab jelas hakim yang korup dapat mempengaruhi proses pengadilan dan menghasilkan keputusan yang tidak adil," ucap dia.

Menurut dia, terbongkarnya kasus ini sangat memprihatinkan. Seharusnya, kata dia, hakim Tindakan Pidana Korupsi (Tipikor) seharusnya menjadi contoh bagi masyarakat dalam memberantas korupsi.

"Namun jika mereka sendiri yang korup, maka itu dapat merusak kepercayaan masyarakat terhadap sistem hukum," ucap dia.

Masri pun menyebut sejumlah dampak akibat perilaku korup hakim. Diantaranya, akan merusak kepercayaan masyarakat dan bahkan bisa memunculkan korupsi yang lebih parah.

"Jika hakim Tipikor korup, maka masyarakat dapat kehilangan kepercayaan terhadap sistem hukum dan keadilan," kata Masri.


 

Menurut dia, praktik korupsi yang dilakukan hakim Tipikor juga bisa disebut sebagai bentuk kegagalan sistem hukum. "Hakim Tipikor korup, maka sistem hukum dapat gagal dalam menjalankan fungsinya untuk memberantas korupsi," jelas dia.

BACA JUGA: Ayat Terakhir yang Dibaca Umar Bin Khattab dan Tangisan para Sahabat Iringi Kematiannya

Sebelumnya, Kejagung telah menetapkan tujuh tersangka dalam kasus suap dan/atau gratifikasi terkait dengan putusan lepas (ontslag) perkara korupsi pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.

Ketujuh tersangka tersebut yaitu WG (Wahyu Gunawan) selaku panitera muda perdata Pengadilan Negeri Jakarta Utara, MS selaku advokat, AR selaku advokat, dan MAN (Muhammad Arif Nuryanta) selaku Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Terbaru, Kejaksaan Agung (Kejagung) kembali menetapkan tiga hakim sebagai tersangka. Tiga hakim tersebut adalah DJU (Djuyamto), ASB (Agam Syarif Baharuddin), dan AM (Ali Muhtarom).

Hasil survei Lembaga Survei Indonesia (LSI) terkait kepercayaan publik pada lembaga hukum dalam penanganan korupsi. - (istimewa/tangkapan layar)

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler