Kejagung Tangkap MAM, Peternak Buzzer Kasus Korupsi CPO
MAM merupakan pemilik cyber army yang bertugas merintangi penyidikan.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan kembali satu orang sebagai tersangka obstruction of justice atau perintangan penyidikan terkait penanganan tiga perkara tindak pidana korupsi. Kasus korupsi itu saat ini dalam pengusutan penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus).
Pada Rabu (7/5/2025), penyidik Jampidsus menetapkan Muhammad Adhiya Muzzaki (MAM) sebagai tersangka. MAM merupakan pemilik cyber army yang diperuntukan bagi kegiatan perintangan penyidikan melalui platform media digital.
Direktur Penyidikan Jampidsus Abdul Qohar menyampaikan, MAM terungkap menerima uang senilai Rp 864 juta. Uang tersebut digunakan modal 'peternakan' buzzer di media sosial yang digunakan dalam misi permufakatan jahat melalukan perintangan penyidikan kasus korupsi perizinan ekspor minyak mentah kelapa sawit (CPO), importasi gula, dan penambangan timah di lokasi IUP PT Timah.
"Bahwa perbuatan tersangka MAM bertujuan merintangan dan atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penanganan perkara tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh jajaran Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung,"kata Qohar saat konferensi pers di Gedung Bundar Kejagung, Jakarta Selatan, Rabu (7/5/2025).
MAM merupakan tersangka yang keempat dalam pengusutan kasus perintangan penyidikan tersebut. Sebelumnya Jampidsus sudah menetapkan Marcella Santoso (MS), dan Junaedi Saibih (JS) dua pengacara sebagai tersangka, serta Tian Bachtiar (TB) selaku petinggi di salah-satu kantor berita televisi swasta di Jakarta.
Status tersangka terhadap MAM, membuatnya kini mendekam di sel tahanan. Sedangkan tersangka sebelumnya, MS, dan JS sejak pekan lalu juga dijebloskan ke sel tahanan. Kecuali terhadap tersangka TB yang saat ini berstatus sebagai tahanan kota lantaran mengidap penyakit.
Konstruksi kasus
Penyidik menjerat MAM dengan sangkaan Pasal 21 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) 31/1999-20/2001. Qohar menjelaskan, uang sebanyak Rp 864 juta yang diterima MAM berasal dari tersangka MS. Uang tersebut pemberiannya melalui dua termin.
Sebanyak Rp 697 juta dari MS melalui saksi IK selaku staf keuangan pada kantor pengacara AALF dan Rp 167 juta pemberian MS kepada MAM melalui saksi RZ, selaku kurir yang juga staf pada kantor hukum AALF. "Sehingga jumlah total uang yang diterima tersangka MAM adalah Rp 864 juta," kata Qohar.
Uang tersebut dikatakan sebagai jasa atas kesepakatan yang dilakukan oleh MAM, bersama dengan tersangka TB, MS, dan JS. Keempat tersangka, menurut Qohar, sepakat untuk melakukan persekongkolan dan atau permufakatan jahat melakukan perintangan penyidikan melalui penyampaian informasi dari beragam platform.
"Para tersangka bersepakat membuat berita-berita negatif dan konten-konten negatif yang menyudutkan Kejaksan Agung dalam penanganan perkara a quo di tingkat penyidikan, penuntutan, dan di persidangan," ujar Qohar.
Selanjutnya, kata Qohar, tersangka MAM dengan tersangka TB mempublikasikan berita-berita dan konten-konten negatif tersebut melalui televisi dan media sosial (medsos), seperti Tiktok, Instagram, maupun Twitter atau X. Adapun berita dan konten negatif tersebut bersumber dari ide tersangka JS yang berperan sebagai pelaksana kegiatan yang dianggap penyidik sebagai obstruction of justice.
“Tersangka JS membuat narasi-narasi dan opini-opini positif bagi tim pengacara MS dan JS dan sebaliknya membuat narasi negatif bagi penyidik maupun penuntut umum pada Jampidsus Kejaksaan Agung yang antara lain menyatakan bahwa metodologi penghitungan kerugian keuangan negara dalam perkara a quo yang dilakukan Kejaksaan Agung adalah tidak benar dan menyesatkan," ujar Qohar.
Dan dari aktivitas yang dilakukan tersangka JS, dan MS tersebut TB salurkan melalui tayangan televisi dan kanal berita online, serta di medsos. Lalu tersangka MAM, memainkan perannya dengan membuat tim pasukan di medsos.
"Tersangka MAM atas permintaan tersangka MS, membuat tim cyber army. Yaitu, tim mustafa-1, mustafa-2, mustafa-3, mustafa-4, dan mustafa-5. Jumlahnya sekitar 150-an orang," kata Qohar. Para buzzer dibayar Rp 1,5 juta untuk beroperasi di medsos.