Guru Usulkan Moratorium dan Evaluasi MBG Usai Kasus Keracunan di Beberapa Daerah
P2G mengusulkan agar MBG dihentikan sementara sembari dilakukan evaluasi.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) mendorong agar program Makan Bergizi Gratis (MBG) oleh Badan Gizi Nasional (BGN) dievaluasi. P2G mengusulkan agar MBG dihentikan sementara sembari dilakukan evaluasi secara menyeluruh.
Hal itu disampaikan P2G merespons maraknya kasus keracunan MBG di berbagai wilayah. Terbaru, Pemerintah Kota Bogor menetapkan status Kejadian Luar Biasa (KLB) akibat ratusan siswa mengalami keracunan usai menyantap MBG.
"P2G melihat kejadian ini terus berulang dan intensitas makin banyak, kami berharap harus ada moratorium dulu sambil BGN bersama stakeholders terkait untuk evaluasi," kata Koordinator Nasional P2G, Satriwan Salim kepada Republika, Kamis (15/5/2025).
Satriwan menyebut aspek penyediaan makanan, gizi, keamanan, menu, dan distribusi MBG perlu ditinjau ulang. Satriwan mempersilahkan BGN menakar waktu yang dibutuhkan untuk evaluasi komprehensif.
"Sementara bisa moratorium selama beberapa waktu untuk perbaiki sisi-sisi itu. Berapa lama? Tentu ini harus jadi kajian serius BGN. Bisa sebulan atau lebih cepat untuk evaluasi," ujar Satriwan.
Untuk perbaikan MBG ini, Satriwan mendorong pemerintah membuat kebijakan alternatif misal dari aspek penyediaan makanan atau distribusi. Satriwan menyebut kantin sekolah layak dipertimbangkan sebagai penyedia MBG.
"Misal dari aspek penyediaan dan distribusi itu bisa saja melibatkan kantin sekolah jadi tidak dari pihak luar. Tentu sebagai awalan, ini bisa dilakukan dengan percontohan dulu. Kita tahu kantin sekolah sudah berpengalaman menyediakan makanan bagi anak-anak," ujar Satriwan.
Opsi kedua, Satriwan mengusulkan wali murid sendiri yang memasak MBG bagi anak-anaknya. Mekanismenya, uang MBG bisa dikelola wali murid secara langsung.
"Bisa juga diujicobakan opsi kedua berupa uang cash kepada wali murid sehingga nanti wali murid yang memasakkan itu untuk dibawa ke sekolah. Jadi harus ada uji coba untuk dua alternatif itu sambil perbaiki agar keracunan tidak terjadi," ujar Satriwan.
Dari informasi yang dihimpun Republika, sejumlah daerah tercatat mengalami kasus keracunan yang diduga terkait dengan program MBG yang dijalankan di sekolah-sekolah. Salah satu kasus paling menonjol terjadi di Kota Bogor, tepatnya di Sekolah Bosowa Bina Insani.
Kasus ini menjadi sorotan karena gejalanya muncul secara lambat. Murid mengonsumsi makanan pada hari Selasa, namun keluhan baru meningkat pada Kamis dan Jumat. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan adanya kontaminasi bakteri Salmonella dan Ecoli yang ditemukan pada air, telur, dan sayuran, sehingga kasus ini kemudian ditetapkan sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB) oleh Dinas Kesehatan Kota Bogor.
Selain Bogor, beberapa daerah lain seperti Cianjur, Sukoharjo, Bandung, Tasikmalaya, dan PALI (Penukal Abab Lematang Ilir) juga pernah mengalami kejadian serupa. Umumnya, di daerah-daerah tersebut, gejala keracunan muncul dengan cepat atau beberapa jam setelah konsumsi makanan. Sebagian besar kasus pulih dalam waktu 1–2 hari setelah mendapatkan penanganan.