Uang Judi Online Rp 47 T, APJII: Penyedia Internet tak Boleh Terkoneksi Langsung ke Luar Negeri

APJII aktif menyaring konten untuk dukung pemberantasan judi online.

Republika/Prayogi
Sejumlah barang bukti ditampilkan saat konferensi pers kasus judi online di Gedung Bareskrim Mebes Polri, Jakarta, Senin (20/1/2025). Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri berhasil membongkar tiga kasus besar yang melibatkan situs judi online/daring dengan beberapa barang bukti dan uang senilai mencapai Rp 61 miliar serta mengamankan 11 tersangka. Ketiga situs tersebut adalah H5GF777, RGO Casino, dan Agen 138 yang beroperasi secara nasional dan internasional.
Rep: Eva Rianti Red: Erdy Nasrul

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) berperan aktif dalam pemberantasan praktik judi online melalui penyederhanaan jalur koneksi internet dan sistem penyaringan untuk konten-konten ilegal.

Baca Juga


Ketua Umum APJII Muhammad Arif Angga mengatakan pihaknya mengambil kebijakan untuk mengatur ulang jalur koneksi internet agar lebih mudah diawasi. APJII mewajibkan Penyelenggara Jasa Internet (Internet Service Provider/ISP) untuk menghubungkan jaringannya ke Network Access Point (NAP).

"Jadi tidak boleh ISP untuk terkoneksi langsung ke luar negeri, harus via NAP tertentu agar trafiknya itu bisa lebih gampang di-monitoring," kata dia dalam diskusi bersama media di Jakarta, Kamis.

Kemudian, NAP ini terhubung dengan Indonesia Internet Exchange (IIX) sebagai infrastruktur yang memungkinkan pertukaran lalu lintas data antar penyedia layanan internet (ISP). Di IIX, APJII menyematkan sistem penyaringan konten yang berfungsi untuk memblokir konten-konten ilegal.

"Ini berdasarkan list yang dikasih oleh Komdigi. Misalnya Komdigi ngasih ke APJII ada 10 ribu situs yang harus diblokir kalau lewat IIX, nanti nambah lagi (daftar kontennya). Jadi kalau Komdigi yang kasih filtering, kita berdasarkan itu aja karena kita tidak ada sistem crawling-nya," ujar Arif.

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mencatat perputaran uang dalam tindak pidana judi online berhasil ditekan pada kuartal pertama 2025.

Selama periode Januari hingga Maret 2025, perputaran uang dalam aktivitas judi online tercatat mencapai Rp47 triliun atau jauh lebih rendah dibandingkan pada kurun yang sama tahun 2024, yang tercatat Rp90 triliun.

Selain perputaran uang hasil judi online, PPATK juga mencatatkan jumlah transaksi judi online pada kuartal pertama 2025 atau periode Januari–Maret 2025 adalah sebanyak 39.818.000 transaksi.

 

PPATK mencatat, apabila jumlah tersebut dapat dipertahankan pada tiga kuartal berikutnya, maka jumlah keseluruhan transaksi judi online pada 2025 hanya akan sekitar 160.000.000 transaksi.

Jumlah tersebut akan jauh lebih rendah daripada jumlah tahun lalu yang sebanyak 209.000.000 transaksi.

Blokir rekening judi online

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) secara konsisten meminta perbankan melakukan pemblokiran terhadap ribuan rekening yang terindikasi digunakan untuk aktivitas judi online. Tercatat, ada belasan ribu rekening yang diblokir per April 2025.

“OJK telah meminta bank melakukan pemblokiran terhadap kurang lebih 14.117 rekening,” kata ujar Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae dalam konferensi pers Rapat Dewan Komisioner (RDK) April 2025, Jumat (9/5/2025).

Petugas membawa barang bukti uang hasil sitaan pada perkara TPPU perjudian daring saat gelar perkara di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta, Rabu (7/5/2025). Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri menetapkan dua orang tersangka kasus TPPU hasil judi daring dengan modus mendirikan perusahaan cangkang yang memfasilitasi transaksi pembayaran dari 12 situs judi online yakni Komisaris dan Direktur PT A2Z Solusindo Teknologi berinisial OHW dan H, serta menyita uang sebesar Rp530 miliar dan empat unit mobil. - (ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso)

 

Angka tersebut meningkat cukup tinggi dibandingkan bulan sebelumnya sebanyak 10.016 rekening yang diblokir terkait judi online. Dian mengatakan, pemblokiran rekening bank tersebut dilakukan berdasarkan data yang disampaikan oleh Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), yang dilanjutkan OJK dengan mengambil langkah pendalaman.

“Ini dari data yang disampaikan Komdigi, serta (OJK) melakukan pengembangan tindak lanjut atas pelaporan tersebut dengan meminta perbankan melakukan penutupan rekening yang memiliki kesesuaian dengan nomor identitas kependudukan serta melakukan enhance due diligence,” terangnya.

Berdasarkan Peraturan OJK (POJK) Nomor 8 tahun 2023, enhanced due diligence merupakan pemeriksaan lebih mendalam dibanding customer due diligence (CDD). Penyedia jasa keuangan wajib meneliti transaksi nasabah berdasarkan profil, pola, dan karakteristiknya, terutama yang berisiko tinggi. Langkah tersebut menjadi bagian dari komitmen OJK untuk menjaga integritas sektor keuangan dari aktivitas ilegal yang dapat mengganggu stabilitas ekonomi dan kepercayaan publik terhadap sistem perbankan nasional.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler