'Pembangunan Semakin Jauh dari Masyarakat Miskin'

Republika/Aditya Pradana Putra
Salah satu potret kemiskinan di ibukota (ilustrasi).
Rep: c82 Red: Dwi Murdaningsih

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua MPR Zulkifli Hasan menghadiri Orasi Kebudayaan HS Dillon di Taman Ismail Marzuki (TIM) hari ini, Senin (18/5). Dalam orasi yang bertema 'Kemiskinan-Kesenjangan: Perbuatan atau Pembiaran' tersebut, Dillon mengatakan, di negara Indonesia yang kaya raya ini, tidak sepatutnya masih banyak terdapat rakyat miskin dan kesenjangan semakin meningkat.

"Apalah artinya merdeka manakala hampir separuh saudara kita masih berada dalam cengkraman kemiskinan? Apalah artinya republik apabila yang dituai hanyalah kesenjangan?" kata Dillon dalam orasinya, Senin (18/5).

Dillon mengatakan, ada tiga paradoks pembangunan yang menggambarkan kondisi di Indonesia saat ini. Pertama, yaitu, kemiskinan meningkat tajam di tengah masyarakat yang kaya. Kedua, di tengah kekayaan yang melimpah, semakin kecil kesempatan yang dimiliki untuk mewujudkan kepedulian. Terakhir, lanjutnya, di saat kebutuhan tenaga kerja sangat besar, namun pengangguran juga terus meningkat.

"Mengapa pembangunan yang sudah dilakukan oleh berbagai rezim pemerintahan tak kuasa mengangkat harkat hidup rakyat miskin? Karena kita telah terperangkap dalam paham pembangunan kolonialisme yang ekstraktif dan feodal," ujarnya.

Sulitnya bangsa Indonesia melepas pengaruh kolonialisme, kata Dillon, merupakan keberhasilan Belanda yang mampu menciptakan strata masyarakat. Penciptaan strata tersebut, lanjutnya, dimaksudkan agar rakyat jelata tetap dijadikan kuli yang melayani para pedagang atau pengusaha dan kaum priyayi.

Dillon menambahkan, pembangunan yang semakin menjauh dari masyarakat miskin dan semakin dalamnya jurang kesenjangan disebabkan karena secara sadar atau tidak sadar, Indonesia telah terjebak dalam sociology of ignorance (pembiaran). Ia menyebutkan, ada tiga sikap 'pembiaran' yang umum dilakukan.

"Yaitu, acuh saat melihat kekeliruan atau kejahatan, acuh karena kita terlibat konspirasi jahat, dan acuh karena keilmuan kita telah terbeli," kata Dillon.

Dillon mengatakan, dampak dari pembiaran tersebut sungguh dahsyat mempengaruhi perilaku masyarakat yang semakin menjauh dari adat ketimuran. Untuk itu, lanjutnya, perlu disebarkan postulat baru mengenai keadilan.

"Postulat baru menekankan bahwa dunia, masyarakat dan manusia secara inheren dimulai dalam kesetaraan. Setiap manusia, meski berbeda secara individual, namun secara esensial tetap setara," ujarnya.

Sementara itu, Zulkifli yang dalam acara tersebut diberi kesempatan untuk menyampaikan pidato singkat, membenarkan apa yang disampaikan Dillon.

"Apa yang disampaikan Dillon itulah faktanya terjadi di luar sana, panas. Banyak saudara kita di kampung bingung hari ini mau beli beras, di kampung lain rakyat kita mau bertani bingung karena lahannya tidak ada," kata Zulkifli.

Zulkifli mengatakan, menyambut usia kemerdekaan yang mencapai 70 tahun, persoalan mendasar, seperti suku, agama, ras, dan masalah antar kelompok  seharusnya sudah selesai. Indonesia, lanjutnya, saat ini harus fokus pada tantangan terberat yang nyata dan terjadi di mana-mana, yakni kemiskinan.

"Keberpihakan peraturan kita pada rakyat, saya berani bilang kalau keberpihakan itu tidak ada. Pendekatan dhuafa, sedekah, bantuan.
Pendekatan sistem dan kebijakan tidak ada," ujarnya.


Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler