Indonesia Rawan Ancaman Globalisasi dan Liberalisasi
REPUBLIKA.CO.ID, Tantangan untuk mempertahankan persatuan dan kesatuan di tengah kebhinnekaan Indonesia saat ini adalah masuknya pengaruh globalisasi, demokratisasi, dan liberalisasi dalam aspek kehidupan masyarakat secara sosial, politik, ekonomi, dan budaya. Wakil Ketua MPR EE Mangindaan mengatakan jika tidak ada filter dalam memahami globalisasi, demokratisasi, dan liberalisasi dari luar maka kebhinnekaan Indonesia bisa terganggu.
Tantangan terhadap Bhinneka Tunggal Ika pada masa lalu, kata Mangindaan, berbeda dengan saat ini. Pada masa kemerdekaan, rakyat Indonesia yang terdiri dari berbagai suku, adat, agama, bisa bersatu. "Karena memiliki tujuan yang sama yaitu kemerdekaan Indonesia dan melepaskan diri dari penjajahan," katanya dalam dialog Empat Pilar MPR RI bertema "Memaknai Kebhinnekaan Indonesia" yang disiarkan RRI secara langsung dari ruang presentasi perpustakaan MPR RI, Selasa (7/7).
Sedangkan tantangan terhadap kebhinnekaan saat ini, kata Mangindaan, adalah karena globaisasi yang melahirkan kebebasan-kebebasan seperti demokratisasi dan liberasasi sehingga terjadi individualisme. "Globalisasi, demokratisasi, dan liberalisasi masuk dalam pola pikir rakyat," katanya.
Menurut Mangindaan, kebinnekaan Indonesia rawan dengan ancaman globalisasi, demokratisasi, dan liberalisasi. "Ditambah persoalan ketidakadilan hukum, kesenjangan ekonomi dan kemiskinan serta pengangguran, bisa merapuhkan persatuan. Ini tantangan yang harus kita atasi bersama," katanya.
Sementara itu, pimpinan fraksi PPP MPR RI, Zainut Tauhid menambahkan kebhinnekaan adalah faktor penguat sekaligus potensi kerawanan. Bila tidak dikelola dengan baik, kebhinnekaan menjadi faktor disintegrasi. "Kita memang berbeda, tapi tidak harus membuat tercerai berai," katanya.
Menurut Zainut, para pendiri bangsa telah memberi pelajaran tentang mengelola kebhinnekaan, yaitu perlunya toleransi dan saling menghargai, mayoritas melindungi minoritas. "Mengelola perbedaan menjadi potensi dan energi positif," katanya.
Mengelola kebinnekaan, lanjut Zainut, juga perlu regulasi. Misalnya dengan UU Anti diskriminasi dan ras. UU ini lahir karena latar belakang kebhinnekaan Indonesia. "UU ini untuk menghapus kesan dominasi mayoritas terhadap minoritas dan memberi perlindungan pada minoritas. Di beberapa negara, misalnya, terjadi pembantaian genocida. Kita tidak ingin hal itu terjadi di Indonesia," katanya.