'DPD Bukan Aksesori Demokrasi'
REPUBLIKA.CO.ID, SOLO -- MPR mengelenggarakan seminar nasional bekerja sama dengan Universitas Sebelas Maret, Kamis (6/8). Seminar dengan tema 'Penguatan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Dalam Menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia' ini diikuti oleh para peserta dari unsur lembaga negara, pemerintah, partai politik, organisasi kemasyarakatan dan civitas akademika, serta dari unsur lainnya sebanyak 300 orng.
Ketua Badan Kajian MPR RI Bambang Sadono mengatakan tema ini penting untuk dikaji karena menjadi salah satu aspirasi yang disampaikan oleh berbagai elemen masyarakat kepada MPR RI. Dia mengatakan MPR sebagai lembaga perwakilan sekaligus lembaga demokrasi adalah wadah bermuaranya berbagai aspirasi masyarakat.
Keberadaan lembaga MPR pascareformasi menjadi sangat penting dan strategis dalam mendorong pengembangan kehidupan demokrasi sesuai dengan cita-cita proklamasi dan tuntutan reformasi. Sejalan dengan perkembangan demokrasi yang semakin dinamis, maka lembaga MPR wajib mengelola secara konstitusional berbagai aspirasi masyarakat dan daerah yang sesuai dengan tugas dan kewenangannya.
Seminar ini, kata dia memiliki visi yang amat penting yaitu sebagai 'perancang utama penyempurnaan sistem ketatanegaraan Indonesia'. Tema Seminar yang digulirkan adalah menyangkut persoalan hubungan penataan kewenangan Dewan Perwakilan Daerah guna mewujudkan sempurnanya sistem ketatanegaraan. DPD RI merupakan lembaga baru hasil dari perubahan ketiga, yang dibentuk untuk memberikan keseimbangan terhadap DPR dengan basis perwakilan daerah. Sebagai lembaga penyeimbang, kehadiran DPD RI diharapkan dapat mengawal pelaksanaan otonomi daerah dan mampu menjembatani kepentingan pusat dan daerah, serta memperjuangkan kesejahteraan daerah yang berkeadilan dan berkesetaraan.
Sering dikatakan bahwa DPD RI hanya sebagai "aksesoris demokrasi", yang sekedar untuk memenuhi tuntutan reformasi. Memang, tensi hubungan konstitusional antara DPR dengan DPD perlu dibenahi dalam skala kepentingan yang lebih luas, yakni untuk menciptakan mekanisme check and balances dalam sistem bikameral yang lebih efektif. Oleh karena itu, ruang-ruang kosong pengaturan dalam konstitusi dan perlunya pengaturan kembali sistem ketatanegaraan telah menjadi perhatian seluruh masyarakat Indonesia dan khususnya menjadi perhatian bagi MPR RI melalui Badan Pengkajian MPR.