Sidang Paripurna DPD RI Sahkan Dua Pandangan RUU

Antara/Puspa Perwitasari
Ketua Gerakan Nasional Anti Miras Fahira Idris menyampaikan pendapatnya saat diskusi forum legislasi di komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (10/11). (Antara/Puspa Perwitasari)
Rep: Eko Supriyadi Red: Dwi Murdaningsih

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sidang Paripurna Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia mengesahkan Pandangan DPD RI Terhadap RUU tentang Kebudayaan dan RUU tentang Kekarantinaan Kesehatan dalam sidang Paripurna di Gedung Nusantara V, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (29/4).

Selain dua Pandangan RUU yang disahkan tersebut di atas, pada masa sidang IV Tahun Sidang 2015-2016 ini, program kegiatan yang menjadi pembahasan Komite III adalah, Penyusunan RUU tentang Tanggung Jawab Sosial Perusahaan, Penyusunan RUU tentang Penghapusan Kekerasan Seksual, Penyusunan Pengawasan DPD RI atas Pelaksanaan UU No.39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di luar Negeri, Penyusunan Pandangan DPD atas RUU tentang Sistem Perbukuan.

Terkait RUU Kebudayaan, Komite III berpandangan bahwa permasalahan kebudayaan Indonesia dihadapkan pada ketidakselarasan antara pembangunan ekonomi di satu sisi dan pembentuk karakter di sisi lain. "Selain itu, dari segi perundang-undangan, pengaturan kebudayaan masih terlihat tersebar, tidak komprehensif serta bersifat sektoral", ujar wakil ketua komite III, Fahira Idris.

Komite III menilai, RUU tentang kebudayaan harus mengandung konsep kebudayaan di dalam RUU tentang Kebudayaan harus mengadopsi konsep kebudayaan universal, yang mengakomodasi tujuh unsur universal sehingga dapat secara menyeluruh menjangkau konsepsi kebudayaan secara utuh.

Pengaturan pada RUU tentang kebudayaan, kata Fahira, harus mencerminkan strategi kebudayaan yang mampu merespon perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan globalisasi di satu sisi dan di sisi lain dapat mempertahankan jati diri dan karakter bangsa. Kebudayaan kontemporer perlu diatur di dalam RUU tentang kebudayaan dengan memperhatikan dimensi pengembangan kebudayaan kontemporer.

Peluang akulturasi antara kebudayaan tradisional dan kontemporer dengan tetap mempertahankan jati diri dan karakter bangsa. Prasarana dan sarana kebudayaan yang diatur di dalam RUU tentang kebudayaan sepatutnya tidak dibatasi jenisnya.

''Peranan media massa sangat penting diatur di dalam RUU tentang Kebudayaan,'' ucap Fahira.

Mengenai RUU Kekarantinaan Kesehatan Komite III berpendapat, UU tentang Kekarantinaan Laut dan UU tentang Kekarantinaan Udara sebelumnya sudah tidak relevan lagi untuk mengatasi permasalahan kekarantinaan. Secara garis besar, substansi materi pandangan DPD RI terhadap Rancangan Kekarantinaan Kesehatan, antara lain, Ketentuan kewenangan antara pemerintah dan pemerintah daerah di dalam RUU tentang Kekarantinaan Kesehatan perlu diperkuat.

Pengaturan di dalam RUU tentang Kekarantinaan Kesehatan wajib mengatur penegasan, bahwa Pemerintah memiliki kewajiban menjamin ketersediaan fasilitas dan perbekalan kekarantinaan kesehatan yang sesuai standar nasional.


BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler