Mahfud MD: Pelaksanaan Konstitusi Harus Konsisten

Dok Humas MPR RI
Ketua Umum APHTNT-HAN Mahfud MD (kiri) dan Wakil Ketua MPR RI EE Mangindaan.
Red: Qommarria Rostanti

REPUBLIKA.CO.ID, LOMBOK BARAT -- Wakil Ketua MPR RI, EE Mangindaan, membuka seminar nasional bertema “Memperkuata Konsistensi Pelaksanaan UUD NRI Tahun 1945,” yang diselenggarakan di Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB), Sabtu (19/8). Dia memuji kegiatan yang diselenggarakan oleh MPR RI bekerja sama dengan Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara – Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN) tersebut karena bermanfaat untuk penguatan konsisten pelaksanaan UUD NRI Tahun 1945.

“Tema seminar nasional ini sangat menarik,” ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id, Ahad (20/8).

Dia lalu mengupas mengenai konstitusi, sebelum sesudah perubahan, yang terjadi dalam satu rangkaian perubahan pada 1999 sampai 2002. Sebelum perubahan, menurut Mangindaan, UUD Tahun 1945 dalam kedudukannya sebagai sumber hukum tertinggi memiliki sifat yang supel karena hanya memuat hal-hal pokok. Pengaturan yang lebih terinci diserahkan kepada undang-undang. Tapi, karena sifatnya supel itu, kata Mangindaan, menimbulkan berbagai penafsiran terhadap rumusan pasal-pasal yang dikandungnya. Hal itu, membuka peluang bagi berkembangnya praktik  penyelenggaraan negara yang tak sesuai dengan UUD.



Sejalan dengan tuntutan reformasi pada 1998, MPR melalui sidang-sidangnya (1999 hingga 2002) melakukan perubahan konstitusi dalam satu rangkaian perubahan secara sistematis, holistik, dan konprehensif. Hasilnya, menurut Mangindaan, konstitusi Indonesia menjadi konstitusi yang lebih demokratis dan modern. Sebuah konstitusi yang mampu menjadi panduan dasar dalam penyelenggaraan  negara dan kehidupan berbangsa, kini dan masa datang.

Namun, kata Mangindaan, memiliki konstitusi yang demokratis dan modern tidaklah dengan sendirinya berarti memiliki kehidupan kenegaraan dan kebangsaan yang demokratis dan modern pula. “Semua tergantung kepada sejauh mana pelaksanaan konstitusi tersebut,” ujarnya. Dia menyebut kejadian di Tanah Air belakangan ini justru menunjuk perilaku penyelenggara negara dan masyarakat yang bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam konstitusi.

Ketua Umum APHTN-HAN, Prof Mahfud MD mengatakan, kerja sama dengan Badan Pengkajian MPR, para pengajar hukum tata negara, dan hukum administrasi negara akan terus memperjuangkan untuk menguatkan konsistensi pelaksanaan UUD NRI Tahun 1945. Soal perubahan UUD, menurut Mahfud, kita serahkan kepada MPR. Karena hanya MPR yang bisa mengubah UUD.

Hanya saja, menurut Mahfud, setiap konstitusi itu tidak ada yang sempurna, ada baiknya dan ada pula jeleknya. Mahfud agaknya tidak menolak adanya perubahan UUD.  Tapi, kata dia, apabila hari ini UUD diubah, maka bukan tidak mungkin besok pagi akan ada yang minta UUD diiubah lagi. Sejarah membuktikan, dua hari setelah UUD hasil perubahan disahkan, sudah ada yang merobek-robek UUD hasil perubahan tersebut, karena ketidaksetujuannya dengan UUD hasil perubahan itu.

Oleh karena itu, Mahfud mengajak para anggota APHTN-HAN untuk tidak terlalu memikirkan soal perubahan UUD. Yang penting, kata Mahfud, kita harus terus mendorong agar pelaksanaan UUD NRI Tahun 1945 konsisten. “Soal UUD mau diubah kita serahkan kepada MPR,” ujarnya.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler