DPD Usulkan Pembentukan Ruang Konsultasi Pusat-Daerah
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia menilai perlunya sebuah ruang konsultasi bersama antara pemerintah pusat dengan daerah agar tercipta harmonisasi antara produk legislasi nasional dan produk legislasi daerah. Hal tersebut terungkap pada acara Rembuk Nasional 'Membangun Harmonisasi Legislasi Nasional Dengan Legislasi di Daerah' yang digelar Panitia Perancang Undang-Undang(PPUU) DPD RI, Gedung Nusantara IV Senayan Jakarta, Rabu(18/10).
Ketua DPD RI, Oesman Sapta saat membuka Rembuk Nasional tersebut menjelaskan, kegiatan rembuk nasional merupakan terobosan dari PPUU DPD RI dalam mencermati kondisi legislasi daerah yang tumpang tindih dengan legislasi nasional. Hal tersebut terlihat dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 137/PUU-XIII/2015 dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 56/PUU-XIV/2016, yang pada prinsipnya menghapuskan kewenangan Menteri Dalam Negeri dan Pemerintah Pusat untuk membatalkan Peraturan Daerah (Perda) yang sudah diberlakukan, dan hanya menyisakan kewenangan untuk melakukan evaluasi Rancangan Peraturan Daerah saja atau hanya supervisi penyusunan Perda.
“Peraturan daerah dapat dimaknai sebagai bentuk keinginan masyarakat di daerah yang dapat dikonstruksikan sebagai kesatuan suara daerah untuk menjadi bahan perbaikan kebijakan pusat sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari peraturan perundang-undangan diatasnya," kata dia.
Gede Pasek Suardika Ketua PPUU DPD RI juga menjelaskan paska putusan MK posisi perda menjadi kuat dan Kemendagri tidak bisa lagi membatalkan, DPD mencoba mencari formulasi untuk memperkuat legislasi dalam konteks negara hukum dan kesatuan, jangan sampai produk perda yang dibiayai oleh rakyat digugat rakyat sendiri karena merugikan.
“Perlu ruang konsultasi bersama untuk mengharmonisasikan aturan-aturan daerah dengan nasional, dan sedapat mungkin produk peraturan yang dibuat menjadi dekat dengan rakyat dan daerah, saya mengusulkan DPRD yang akan membuat perda dapat melibatkan DPD untuk berjuang dan ketika berkonsultasi dengan Kementerian Hukum dan HAM sekaligus sekaligus mengawal," ujar Senator asal Bali tersebut.
Menkumham, Yasonna Laoly juga menyatakan bahwa kendala dalam harmonisasi legislasi nasional dan daerah salah satunya masalah ego sektoral, ketersediaan tenaga ahli perancang undang-undang, dan kurang koordinasi serta kurangnya peran pusat.
"Penting peran perancang undang-undang dari Kemendagri dan Kemenkumham membantu daerah merancang perda agar mempunyai produk yang lebih baik juga taat asas dalam pembentukan perundangan," kata Yasonna.