Bamsoet: MPR tak Mau Grasa Grusu Soal Amendemen UUD 1945
MPR tidak boleh menutup diri dari wacana amandemen yang direkomendasikan.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Terpilihnya formasi baru pimpinan MPR RI beriringan dengan wacana amandemen UUD 1945 yang menjadi rekomendasi MPR periode sebelumnya. Ketua MPR RI Bambang Soesatyo menyatakan, MPR tidak mau grasa-grusu soal wacana tersebut.
"Saya pastikan bahwa kami di MPR tak grasa grusu dan kami akan cermat dalam mengambil keputusan yang menyangkut masa depan bangsa," ujar Bamsoet di Kompleks Parlemen RI, Jakarta, Rabu (9/10).
Wacana amandemen disertai dengan isu pengembalian kembali GBHN, hingga mekanisme pemilihan presiden. Bamsoet masih enggan bicara hingga ke tataran tersebut. Namun, ia menyebut, MPR periode ini menjadi 'waktu emas' untuk membuka diri atas seluruh aspirasi masyarakat.
Artinya, jelas Bamsoet, MPR tidak boleh menutup diri dari wacana amandemen yang direkomendasikan periode sebelumnya. Namun juga, MPR juga harus tetap mendengar suara-suara yang tidak menginginkan amandemen. MPR terbuka pada yang diinginkan oleh publik atau masyarakat.
"Kami menyerap aspirasi keinginan sekelompok masyarakat yang ingin amandemen undang-undang Dasar 45 dan menghadirkan kembali GBHN. Kami juga menyerap aspirasi masyarakat lain yang tidak ingin adanya amandemen," ujar dia.
Bamsoet menegaskan, MPR akan selalu berpegang pada konstitusi. MPR masih akan mengkaji terlebih dulu, apakau UUD 1945 dengan amandemen terakhir pada 2002 dapat memberikan kesejahteraan bagi masyarakat. "Saya sebagai ketua MPR menghargai pendapat itu," ujarnya.
Bamsoet memproyeksikan, setahun pertama, MPR ingin membuka diri mendengar suruh masukkan masyarakat semua lapisan. Lalu, tahun kedua MPR mencari titik temu yang memang dibutuhkan oleh negara ini.
"Lalu tahun ketiga baru kita kemungkinan akan memutuskan mana yang memang dibutuhkan oleh bangsa," ujar Bambang Soesatyo.