Bawaslu: 72 Hoaks Beredar Sepanjang Kampanye Pilkada
Sampai 30 hari pertama kampanye, Bawaslu juga menemukan ada 106 kampanye negatif.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI, Fritz Edward Siregar menyampaikan laporan penanganan pelanggaran kampanye di internet. Sejauh penyelenggaraan kegiatan kampanye Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020, terdapat 72 isu hoaks atau kabar bohong beredar.
"Sampai 30 hari pertama kampanye, Bawaslu telah menemukan ada 106 kampanye negatif, 72 isu hoaks yang beredar," ujar Fritz dikutip situs resmi Bawaslu RI, Selasa (3/11).
Ia melanjutkan, dari 106 kampanye negatif itu, 87 di antaranya laporan dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo). Bawaslu bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Infromasi (Kominfo).
Setiap tiga hari sekali Bawaslu mendapatkan hasil penelusuran yang dilakukan Kominfo melalui mesin pengais informasi (AIS) yang secara otomatis melakukan pencarian di media sosial (medsos). Selain itu, terdapat 15 pelanggaran kampanye serta dua pelanggaran ketentuan informasi dan transaksi elektronik (ITE),
Bawaslu juga menerima lima laporan laporan pelanggaran konten internet dan media sosial (medsos) dari publik. Masyarakat dapat menyampaikan dugaan pelanggaran melalui WhatsApp Bawaslu, situs resmi Bawaslu, aplikasi Gowaslu, atau mendatangi langsung kantor Bawaslu.
Ia menyebutkan, ada lima laporan dari publik yang masuk ke Bawaslu. Lalu, ada tiga laporan melalui form A atau formulir hasil pengawasan pelaporan konten internet jajaran pengawas ad hoc di daerah.
Bawaslu juga menemukan 47 pelanggaran kampanye iklan dan sembilan pelanggaran kampanye di satu pekan terakhir. Ketua Bawaslu RI, Abhan, mengatakan, para peserta pilkada lebih banyak melakukan kampanye tatap muka secara terbatas daripada kampanye secara daring. Meskipun telah diatur untuk diupayakan kampanye daring saat pilkada digelar di tengah pandemi Covid-19.
"Kita memang mendorong semua kampanye daring, tetapi ternyata tidak bisa juga malahan data kampanye daring rendah, lebih banyak (kampanye) pada pertemuan terbatas," ujar Abhan.
Menurutnya, kampanye tatap muka secara terbatas masih marak dilakukan karena undang-undang masih memberikan ruang pada hal tersebut. Kampanye tatap muka secara terbatas itu, diatur dalam Pasal 58 Ayat (2) Peraturan KPU (PKPU) Nomor 13 Tahun 2020.
Abhan menjelaskan kampanye tatap muka masih dibolehkan dengan pembatasan jumlah 50 orang setiap kegiatan kampanye. Namun, kata dia, undang-undang tidak mengatur frekuensi kampanye tatap muka terbatas, sehingga peserta pilkada memungkinkan melakukan kampanye pertemuan tatap muka berkali-kali, bahkan dalam satu hari.
"Artinya tim kampanye pagi hari (kampanye) pertemuan terbatas di tempat A pukul 11 siang, pindah ke tempat B, sore hari pindah ke tempat C, lalu malam pindah lagi ke tempat D. Itu bisa selama memang masing-masing kegiatan jumlah peserta 50. Jadi tidak bisa disalahkan ke peserta," kata Abhan.
Sementara, tidak semua tempat di 270 daerah yang menyelenggarakan pilkada terfasilitisasi akses internet yang memadai. Dengan demikian, jumlah kegiatan kampanye daring lebih rendah dibandingkan metode kampanye konvensional yang bertemu langsung.
"Kalau daring tidak semua tempat di wilayah tertentu bisa menggunakan daring. Yang terjadi sekarang seperti itu kondisinya babwa faktanya masih banyak kegiatan yang sifatnya pertemuan terbatas yang dilakukan peserta pilkada," tutur Abhan.