Ada Bencana, PSU Sabu Raijua Jadi Tantangan KPU 

MK memutuskan KPU Sabu Raijua melaksanakan PSU setelah Orient didiskualifikasi.

ANTARA/Reno Esnir
[Ilustrasi] Sidang Perselisihan Hasil Pemilihan (PHP) Bupati Sabu Raijua, Nusa Tenggara Timur (NTT) 2020 di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta.
Rep: Mimi Kartika  Red: Ratna Puspita

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Konstitusi (MK) memerintahkan KPU Sabu Raijua melaksanakan pemungutan suara ulang (PSU) pascaputusan yang mendiskualifikasi calon bupati terpilih, Orient P Riwu Kore. Namun, PSU di tengah bencana alam yang melanda Nusa Tenggara Timur (NTT) menjadi tantangan yang harus dihadapi KPU. 

Baca Juga


"Di Kabupaten Sabu Raijua baru saja tertimpa bencana, ini akan berdampak pada pelaksanaan PSU yang MK perintahkan maksimal 60 hari kerja," ujar peneliti Konstitusi dan Demokrasi (Kode) Inisiatif, Muhammad Ihsan Maulana, kepada Republika, Kamis (15/4). 

Dengan demikian, menurut Ihsan, KPU harus memperhatikan setiap aspek dengan cermat dalam melaksanakan pemungutan suara ulang di daerah bencana. Di samping itu juga pandemi Covid-19 masih mengintai warga. 

Ihsan menuturkan, tenggat waktu 60 hari agar KPU harus melaksanakan PSU, sebenarnya cukup sempit. Akan tetapi, KPU tetap harus mematuhi amar putusan MK ini. 

Selain itu, menurut dia, KPU perlu melakukan pemutakhiran data pemilih. Mengingat, kemungkinan bencana alam di Sabu Raijua berdampak pada Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang telah ditetapkan pada 2020. 

"Ini sepertinya harus dilakukan pemutakhiran kembali untuk melihat sejauh mana bencana alam di Sabu Raijua raijua berdampak pada DPT," tutur Ihsan. 

Di sisi lain, Kode Inisiatif mengapresiasi langkah MK yang mengedepankan keadilan substantif dalam perkara perselisihan hasil pilbup Sabu Raijua meski permohonan perkara baru diajukan pemohon sekitar dua bulan setelah penetapan rekapitulasi hasil penghitungan suara. Ihsan menilai, putusan MK ini bisa menjadi refleksi bagi bakal pasangan calon kepala daerah, bahwa asas jujur dalam asas pemilu tidak boleh dimainkan. 

Kasus ini menunjukan, ada asas jujur di syarat pencalonan yang dilanggar Orient P Riwu Kore, sehingga berujung diskualifikasi sekalipun telah dinyatakan memenangkan pilkada. "Ini memberikan sinyal untuk pencalonan kedepan, paslon harus betul-betul mengedepankan prinsip asas luber jurdil (langsung, umum, bebas, jujur, dan adil) pemilu," kata Ihsan. 

MK menemukan fakta, terdapat keterangan berbeda yang diberikan Orient kepada Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di Los Angeles dan Kantor Imigrasi Jakarta Selatan. Saat mengurus paspor di KJRI Los Angeles, Orient mengaku green card atau izin tinggal bagi warga negara asing di Amerika Serikat sudah habis masa berlakunya pada 2011 dan dalam proses perpanjangan. 

Sedangkan, di Kantor Imigrasi Jakarta Selatan, Orient menyampaikan paspor Indonesia yang dimilikinya telah hilang. Fakta tersebut sekaligus membuktikan bahwa Orient Patriot Riwu Kore tidak pernah jujur menyangkut status kewarganegaraannya termasuk tidak mengakui status tersebut ketika mendaftar sebagai calon bupati. 

"Demikian halnya ketika yang bersangkutan pada tanggal 5 Agustus 2020 mengajukan permohonan pelepasan kewarganegaraan 

Amerika Serikat (vide Bukti PT-10), hal demikian tidak secara terus terang disampaikan kepada termohon (KPU Sabu Raijua)," ujar Anggota MK Saldi Isra dalam sidang pengucapan putusan, Kamis (15/4). 

MK mendiskualifikasi paslon nomor urut 2 Orient P Riwu Kore-Thobius Uly dari kepesertaan pilbup Sabu Raijua. Selanjutnya, MK memerintahkan KPU melaksanakan pemungutan suara ulang dengan diikuti paslon nomor urut 1 Nikodemus Rihi Heke-Yohanis Uly Kale dan paslon nomor urut 3 Taken Radja Pono-Herman Hegi Radja Haba. 

Pemungutan suara ulang harus sudah dilakukan dalam tenggang waktu 60 hari kerja sejak putusan diucapkan dan menetapkan serta mengumumkan hasil pemungutan suara ulang tanpa harus melaporkan kepada MK. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler