REPUBLIKA.CO.ID, oleh Muhammad Fakhruddin*)
Hampir setiap saat di grup Whatsapp keluarga diramaikan oleh postingan tentang wabah virus Corona. Banyaknya informasi dan berita tentang virus Corona tipe baru Covid 19, serta minimnya pengetahuan tentang virus asal Wuhan China ini, seakan membuat anggota grup harus merangkai sendiri puzzle tentang virus mematikan itu sekaligus bagaimana menanggulanginya. Justru karena terlalu banyak informasi, ditambah berbagai kabar hoaks yang berseliweran di grup Whatsapp, membuat anggota grup semakin bingung dan panik, harus berbuat apa dan mulai dari mana?
Hal ini juga dialami grup Whatsapp keluarga saya. Bahkan mungkin ada di antara anggota keluarga kami yang hanya menganggap informasi tersebut sekedar angin lalu saja, mengingat latar belakang pendidikan dan domisili anggota grup yang berbeda. Ada yang tinggal di Jabodetabek yang sudah terdampak virus Corona, ada juga di daerah yang belum ada korbannya. Hal ini menimbulkan sense of crisis atau kepekaan yang berbeda terdapat situasi dan kondisi yang tengah terjadi. Ada yang panik lalu waspada, ada juga yang masih santai-santai saja.
Hingga pada 21 Maret lalu kabar duka datang di grup Whatsapp keluarga, bahwa orang tua dari teman salah satu anggota keluarga kami meninggal dunia akibat Covid 19. Kabar duka yang melanda seorang perempuan di Jakarta Timur yang baru saja melepas kepergian jenazah ibunya di TPU Pondok Rangon hanya bertiga dengan saudaranya, tanpa teman, tetangga, ataupun rekan kerja.
Kabut duka seketika menyelimuti kami setelah mendengar kabar tersebut. Sehingga kami tersadar untuk tidak main-main menghadapi wabah ini. Saat itu juga melalui grup Whatsapp kami menyusun strategi bagaimana menghindari virus mematikan itu. Maka mulai lah kami membuat semacam jalur koordinasi dengan menunjuk salah satu anggota keluarga untuk menjadi ketua gugus tugas penanganan Covid 19. Lalu kami membagi cluster keluarga berdasarkan domisili.
Tugas dari ketua gugus tugas memastikan seluruh anggota keluarga menaati protokol penanggulangan Covid 19 untuk tetap berada di rumah. Caranya sederhana dengan meminta seluruh anggota grup untuk berbagai lokasi terkini dan tetap berada di tempat tinggalnya.
Gugus tugas keluarga juga diminta untuk memberikan edukasi ke seluruh anggota keluarga dengan memberikan informasi yang benar. Misalnya, jika ada keluarga yang sakit seperti flu segera gunakan masker dan melakukan karantina mandiri. Jika gejalanya menyerupai Covid 19 segera hubungi rumah sakit rujukan atau Pusat Informasi Covid 19 dan ikuti arahan dari penasihat ke rumah sakit terdekat.
Butuh orang-orang yang memiliki inisiatif yang memastikan protokol penanggulangan wabah Covid 19 berjalan sebagaimana mestinya hingga ke unit terkecil dalam struktur masyarakat, yakni keluarga. Karena, keluarga yang paling terdampak ketika bencana terjadi.
Keluarga terdekat yang paling rentan tertular jika salah satu anggotanya terinfeksi virus yang belum ada vaksinnya ini. Keluarga juga yang memberikan pertolongan karena menjadi pihak pertama (first responder) yang langsung berhadapan dengan ancaman wabah. Sehingga keluarga memiliki posisi dan peran yang sangat penting dan strategis dalam menentukan besar kecilnya dampak wabah yang akan diterima.
Keluarga sebagai sumber ketahanan sosial masyarakat telah lama disadari oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dengan membentuk Keluarga Tangguh Bencana (Katana). Sehingga keluarga tidak lagi hanya sebagai objek tapi juga harus sebagai subjek dalam penanggulangan bencana.
Keluarga perlu diberi pengetahuan tentang ancaman dan resiko wabah Corona serta cara menghindari dan mencegahnya. Keluarga juga harus menyadari ketika tempat tinggalnya masuk dalam zona rawan penyebaran virus Covid 19. Sehingga keluarga dapat berprilaku selaras dengan prinsip pengurangan resiko tertularnya wabah Corona dengan menerapkan budaya hidup sehat. Kesiapsiagaan keluarga menjadi kunci dalam menghadapi bencana, sehingga keluarga mampu terhindar dan cepat pulih dari dampak pendemi Covid 19 ini.
*) penulis adalah jurnalis republika.co.id