REPUBLIKA.CO.ID, diasuh oleh Dr Oni Sahroni, MA, Anggota Dewan Syariah Nasional MUI.
-----------
Assalamualaikum wr wb.
Salah satu kekhawatiran konsumen ketika penyebaran wabah virus corona adalah kelangkaan barang di mana sebagian pelaku usaha melakukan monopoli barang tertentu. Jika saya sebagai penjual barang-barang tersebut dan berjualan dengan harga normal, apakah dibolehkan? Bagaimana pandangan syariah terhadap ini?
Putri-Bekasi
--------
Waalaikumussalam wr wb.
Dalam fikih, monopoli (rekayasa dalam supply atau ihtikar) itu bisa diketahui dengan ciri-ciri berikut. Pertama, mengupayakan adanya kelangkaan barang dengan cara menimbun stok (entry barriers). Maksudnya, membeli barang dalam volume tertentu sehingga terjadi kelangkaan barang dan kenaikan harga yang ditimbulkannya.
Kedua, menjual dengan harga yang lebih tinggi dibandingkan harga sebelum kelangkaan. Karena harga yang melambung tersebut terjadi karena entry barriers yang dilakukannya.
Ketiga, monopoli yang memenuhi dua kriteria tersebut itu berlaku umum untuk barang-barang jenis apa pun selama dibutuhkan masyarakat dan kelangkaannya merugikan mereka. Seperti bahan makanan pokok, masker, dan sejenisnya sebagaimana ditegaskan Asy-Syaukani bahwa 'illat (sebab) larangan monopoli adalah merugikan pasar, baik terjadi pada makanan pokok atau selainnya (Asy-Syaukani, Nail al-Authar, 5/2137).
Senada dengan karakteristik tersebut, para ulama ahli hadis dan fikih telah menjelaskan yang bisa disimpulkan bahwa kata kunci monopoli: (a) Membeli barang yang dibutuhkan oleh masyarakat, baik makanan pokok atau yang lainnya untuk ditimbun beberapa waktu. (b) Akibat pembelian tersebut terjadi kelangkaan barang dan harga yang melonjak. (c) Barang yang ditimbun tersebut dijual dengan harga berlipat sehingga merugikan masyarakat.
Monopoli sebagaimana ciri-ciri tersebut itu adalah tindakan yang dilarang dalam Islam sebagaimana hadis Rasulullah SAW, di antaranya: Dari Ma'mar bin Abdullah, dari Rasulullah SAW bersabda, "Tidak ada yang melakukan monopoli kecuali orang yang berdosa." (HR Muslim).
Di samping itu, praktik ini merugikan kepentingan pasar dan masyarakat umum karena mereka tidak bisa mendapatkan barang yang dibutuhkan dengan harga yang wajar.
Hal yang sama ditegaskan dalam Fatwa MUI Nomor: 14 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Ibadah dalam Situasi Terjadi Wabah Covid-19: Tindakan yang menimbulkan kepanikan dan/atau menyebabkan kerugian publik, seperti memborong dan/atau menimbun bahan kebutuhan pokok serta masker dan menyebarkan informasi hoax terkait Covid-19 hukumnya haram.
Berdasarkan karakteristik monopoli (yang dilarang) tersebut maka bisa diketahui bahwa penjualan atau stok barang yang bukan bagian dari monopoli (rekayasa dalam supply) tersebut, di antaranya, yang dilakukan oleh para pedagang barang-barang tersebut dengan membeli dari supplier dan menjualnya (sebagaimana aktivitas bisnisnya), tetapi dengan harga yang normal. Hal ini karena penjualan dengan harga normal tersebut tidak merugikan pasar dan masyarakat, tetapi justru membantu mereka mendapatkan barang yang dibutuhkannya dengan harga yang wajar.
Begitu pula, konsumen yang membeli barang-barang tersebut dalam volume yang wajar untuk kebutuhan sendiri sebagai antisipasi masa kelangkaan barang, sebagaimana riwayat Ibnu Ruslan (dalam Syarah Sunan) berkata, "Bahwa Rasulullah melakukan stok makanan pokok selama satu tahun seperti kurma dan lainnya untuk keluarganya."
Selanjutnya, otoritas memiliki kewenangan untuk mengatur dan membuat kebijakan agar tindakan dan aktivitas rekayasa dalam supply (monopoli) ini bisa dihindarkan dan agar tidak terjadi kelangkaan barang yang dibutuhkan oleh masyarakat, khususnya saat wabah terjadi. Sehingga, masyarakat terbantu dengan mendapatkan barang-barang tersebut dengan harga yang wajar.
Semoga, Allah SWT memudahkan ikhtiar para pemangku kebijakan, stakeholder, dan masyarakat Indonesia. Amin.